Saturday, June 20, 2009

kuliahhhhhh


FISIOLOGI
1. ovulasi
Ovulasi pada wanita yang memiliki siklus seksual normal 28 hari, terjadi 14 hari sesudah terjadinya menstruasi. Tidak beberapa lama sebelum ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat, dan daerah kecil pada bagian tengah kapsul, yang disebut stigma, akan menonjol seperti puting. Dalam waktu 30 menit kemudian, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma. Sekitar 2 menit kemudian, ketika folikel menjadi lebih kecil karena kehilangan cairannya, stigma akan robek cukup besar, dan cairan yang lebih kental yang terdapat di bagian tengah folikel mengalami evaginasi keluar ke dalam abdomen. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya, yang dikelilingi oleh beberapa ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata.
LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir dari folikel dan ovulasi. Tanpa hormon ini, bahkan walaupun FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar 2 hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6-10 kali lipat dan mnecapai puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. FSH juga meningkat kira-kira 2-3 kali lipat pada saat bersamaan, dan kedua hormon ini akan bekerja secara sinergis untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang mensekresikan progesteron dan sedikit menyekresikan estrogen. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejmlh kecil progesteron mulai disekresikan. Pada lingkungan dimana terjadi (1) pertumbuhan folikel yang berlangsung cepat, (2) berkurangnya sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi progesteron, terjadi ovulasi. Tanpa adanya gelombang hormon LH praovulasi, ovulasi tidak akan berlangsung.

Mekanisme ovulasi
Hormon lutein

Hormon steroid folikular (progesteron)

Enzim proteolitik (kolagenase) Hiperemia folikel dan sekresi prostaglandin

Melemahnya dinding folikel Transudasi plasma ke dalam folikel

Degenerasi stigma Pembengkakan folikel
Pecahnya folikel

Evaginasi ovum
Silkus ovarium terdiri dari fase folikel dan luteal yang berselang-seling
Setelah awitan pubertas, ovarium secara terus menerus berada dalam dua fase secara bergantian yaitu fase folikel yang didominasi oleh adanya folikel matang, dan fase luteal, yang ditandai oleh adanya korpus luteum. Siklus ovarium rata-rata berlangsung selama 28 hari, tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan di antara wanita dan di antara siklus pada seorang wanita. Folikel bekerja pada separuh pertama siklus untuk menghasilkan sebuah telur matang yang siap berovulasi di pertengahan siklus. Korpus luteum mengambil alih peran pada paruh kedua siklus untuk mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan apabila terjadi pembuahan terhadap telur yang dikeluarkan.
Pada setiap saat sepanjang siklus, sebagian dari folikel primer mulai tumbuh. Namun, folikel-folikel tersebut hanya tumbuh selama fase folikel, pada saat lingkungan hormonal tepat untuk mendorong pematangan mereka.
Proses selama fase folikel adalah dimulai dari oosit primer sedang melaksanakan sintesis dan menyimpan berbagai bahan untuk digunakan kemudian jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi oosit reaktif sebagai persiapan untuk pelepasan telur dari ovarium.
Oosit primer yang dilapisi satu lapis sel granuloma di folikel primer

Proliferasi sel granulosa dan diferensiasi jaringan ikat ovarium (sel teka)

Permulaan pembentukan antrum (berisi cairan di bagian tengah sel-sel granulosa)

Ovum(oosit primer) dilapisi oleh zona pelusida, sel granulosa, dan sel teka serta terdapat antrum di antara sel granulosa

Bergeser asimetris ke salahsatu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum

Folikel matang (pra-ovulasi, tersier, atau de graff) terjadi oosit sekunder dan antrum membesar

Folikel matang yang berkembang menonjol di permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang pecah untuk mengeluarkan oosit pada saat ovulasi
Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis I nya

Ovum (oosit sekunder) yang masih dikelilingi zona pelusida dan sel-sel granulosa (korona radiata)

Disapu keluar folikel yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh cairan antrum yang bocor
Ovum dikeluarkan dengan cepat

Diambil oleh oviduktus tempat terjadi pembuahan
Ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan mulainya fase luteal. Ruptur folikel matang dan pengeluaran oosit sekunder (ovum) pada saat ovulasi lalu terjadi pembentukan korpus luteum dari sel-sel folikel tua setelah ovulasi lalu terjadi degenerasi korpus luteum apabila ovum yang dikeluarkan tidak dibuahi.
2. Implantasi embryo
Setelah mencapai uterus, blastokista yang sedang berkembang biasanya tetap tinggal di dalam cavum uteri selama 1-3 hari lagi sebelum berimplantasi dalam endometrium, jadi implantasi biasanya terjadi kira-kira pada hari ke-5 amp ke-7 setelah ovulasi. Sebelum implantasi, blastokista mendapat makanan dari sekresi endometrium yang disebut “susu uterus”.
Blastokista siap implantasi permukaannya lengket, endometrium siap diimplantasi. Dimulai Trofoblas mengeluarkan enzim proteolitik saat menyentuh endometrium yang berfungsi untuk memberi jalan blastokista, trofoblas dpt menembus endometrim, beri makan balstokista krn dapt menguraikan endometrium yg kaya gizi. Endometrium yg kontak dgn trofoblas, mengeluarkan prostaglandin (meningkatkan vaskularisasi, edema, byk zat gizi)[endometrium disebut desidua.




3. embriogenesis
Selama 2 minggu pertama setelah ovulasi, dapt diidentifikasi sejml fase perkembangan yang terjadi berturut-turut:ovulasi, fertilisasi ovum, pembentukan blastokista bebas, dan implantasi blastokista.
Periode embrionik dimulai sejak awal minggu ketiga setelah ovulasi atau fertilisasi, yang bersamaan dengan waktu perkiraan menstruasi berikutnya seharusnya dimulai.
Pubertas
Pubertas berarti dimulainya kehidupan seksual dewasa. Periode pubertas terjadi karena kenaikan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis yang perlahan, dimulai sekitar tahun kedelapan dari kehidupan, dan biasanya mencapai puncak pada saat terjadi menstruasi, yaitu antara usia 11 dan 16 tahun (rata-rata 13 tahun).
suatu periode ketika seseorang mulai matang secara biologis, psikologis, sosial dan kognitif. Masa transisi antara anak dan dewasa. Periode fungsi endokrin, organ reproduksi dan gametogenik gonad pertama kali berkembang mencapai titik yang dapat terjadi reproduksi. Sekali pubertas dimulai, hipotalamus merangsang pituitari sekresi hormone. Hormon pituitari (gonadotropin) merangsang pertumbuhan organ reproduksi. Hormon pituitary merangsang ovarium produksi hormon estrogen (♀), dan merangsang testis produksi hormon testosteron (♂). Estrogen and testosterone memacu pertumbuhan secondary sex characteristics, seperti perkembangan payudara pada wanita dan tumbuhnya rambut di wajah pada pria. Kadar estrogen mulai pada saat pubertas. Terjadi oogenesis dan pertumbuhan folikel di ovarium. Hasilnya terjadi perubahan pada saluran reproduksi wanita yaitu Uterine tubes, uterus, and vagina berkembang membesar dan menjadi fungsional, mukosa vagina menjadi tebal dan genitalia eksterna menjadi matang, terjadi pertumbuhan payudara, meningkatnya deposit lemak di lapisan lemak subkutan seperti di pipi dan payudara, serta tumbuhnya rambut di ketiak dan alat kelamin.

Kontrol awitan pubertas
Sblm pubertas, reproduksi perempuan tak aktif, sekresi GnRH, gonadotropin, estrogen sgt rendah, karakteristik seks sekunder blm tampak. Sebelum pubertas dimulai hiipotalamus dijaga agar tidak merangsang pituitari untuk sekresi hormon. Diawali peningkatan sekresi GnRH secara pulsatil.
Tahapan pubertas:
• Peningkatan sekresi androgen adrenal (adrenarche)
• Peningkatan sekresi GnRH, terutama malam hari (tidur)Òsekresi LH ↑Ò.testosteron
• Pubertas: perubahan sensitivitas hipotalamus terhadap umpan balik negatif hormon gonad
• Durasi sekresi GnRH makin lama makin panjangÒtercipta pola sekresi GnRH, FSH, LH, testosteron, estrogen
• Maturasi positif feed backÒ ovulasi
• Sensitivitas hambatan estrogen ↓ → GnRH ↑ →FSH,LH,estrogen ↑
Onset pubertas: tergantung faktor genetik dan lingkungan.
• body fat triggers the hormonal changes
• Hormon melatonin yang disekresi kelenjar pineal
§ cahaya menurunkan melatonin
§ sekresi efek antigonadotropik
§ pubertas sekresi↓ → GnRH capai puncak[ LH, FSH naik, → terjadi pubertas
§ Pubertas: PENURUNAN SEKRESI MELATONIN YG TJD PD SAAT PERTUMBUHAN

FISIOLOGI SEKSUAL PRIA DAN WANITA.

Jenis kelamin dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1. Jenis kelamin genetik
Adalah jenis kelamin yang bergantung pada kombinasi kromosom seks pada saat konsepsi
2. Gonad
Jenis kelamin berdasarkan perkembangan testis atau ovarium
3. Fenotipe
Jenis kelamin anatomik yang tampak pada seseorang, bergantung pada jenis kelamin gonad yang ditentukan secara genetis.

1. Jenis kelamin genetik
Penentuan jenis kelamin genetik bergantung pada kombinasi-kombinasi kromosom seks.
Kromosom seks pria : X dan Y
Kromosom seks wanita : 2 kromosom X
Proses mieosis pada gametogenesis mengakibatkan pasangan-pasanagn kromosom tersebut terpisah. Akibatnya 1 sel anak hanya memiliki 1 anggota dari tiap pasangan kromosom. Pada saat pembuahan, kombinasi antara kromosom Y dari ayah dan kromosom X dari ibu mengakibatkan anak memiliki kromosom XY (yang berarti laki-laki), sedangkan gabungan kromosom X dari ayah dan kromosm X dari ibu akan mengakibatkan anak yang memiliki kombinasi kromosom XX (yang berarti perempuan).


2. Tingkat Gonad
Pria
Kombinasi kromosom XY à SRY (regio penentu jenis kelamin di kromosom Y) à perangsangan antigen H-Y di membran plasma sel gonad àterjadi diferensiasi sel gonad menjadi TESTIS
Perempuan
Kombinasi kromosom XX à tidak terjadi pembentukan SRY à antigen H-Y tidak terbentuk àgonad berdiferensiasi menjadi OVARIUM
3. Jenis Kelamin fenotipe
Genitalia Interna
Perkembangan genitalia interna bukan berasal dari jaringan embrionik yang sama, melainkan dari 2 duktus primitif yaitu wolfii (berkembang menjadi alat genital pria) dan mulleri (berkembang menjadi alat genital wanita). Janin memiliki ke 2 duktus ini akan tetapi perkembangannya tergantung dari hormon yang dihasilkan gonad janin. Perkembangan salah satu duktus, berarti regresi duktus yang lain, kecuali bila ada kelainan dalam perkembangannya.
Pria
Testis àsekresi androgen (testosteron) dan Mullerian Inhibiting Factor à merangsang duktus wolfii menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deferens, duktus ejakulatorius, vesikula seminalis), sedangkan Mullerian Inhibiting Factor mengakibatkan regresi duktus Mulleri.
Wanita
Ovarium àtidak menghasilkan testosteron dan mullerian inhibiting factor à duktus mulleri berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduktus, uterus), sedangkan duktus wolfii regresi (karena tidak ada testosteron).


Genitalia Externa
Perkembangan genitalia externa berasal dari jaringan embrionik yang sama. Pada awalnya setiap janin memiliki:
a. Tuberkel genital àgland penis atau klitoris
b. Sepasang lipatan uretra yang mengelilingi sebuah alur urethra à penis atau labia minora
c. Pembengkakan genital (labioskrotum) à labia mayora atau skrotum dan preputium.
Pria
Testis àtestosteron dan Mulerrian Inhibiting Factor à Testosteron diubah menjadi dehidrotestosteron àterjadi perkembangan jaringan embrionik menjadi gland penis, penis, skrotum dan preputium
Perempuan
Ovarium à tidak ada testosteron àterjadi perkembangan jaringan embrionik menjadi klitoris, labia mayora, labia minora.

Spermiogenesis
Spermiogenesis adalah perubahan postmeitotik dengan spermatid ditransformasikan menjadi spermatozoa. Proses spermiogenesis terjadi melalui 3 fase
Fase golgi
Fase cap
Fase akrosom
Prosesnya
Tanda utama differensiasi adalah adanya granula akrosomal kecil terikat membrane pada trans face kompleks golgi juxtaglomurular.
Granula-granula kecil berkumpul mejadi granula besar dalam vesikel akrosomal yang lebih besar.
Membrane vesikel menempel pada amplop nuclear (apex nucleus sperma terkondensasi.
Pertambahan volume vesikel akrosom, area membrannya yang menempel pada amplop nuclear menyebar ke lateral dari titik kontak awaldan menjadi berbentuk hemisphere.--àfase golgi
Granul akrosomal yang padat tetap pada kutub nucleus sementara vesikel yang mengelilingi melanjutkan perluasan area perlekatan pada amplop nucleus kea rah lateral dan posterior.--àfase cap
Bagian granula akrosom yang lebih besar menjadi tersebar di selruh interior cap yang dibentuk vesikel akrosomal.
Kondensasi nukleoplasma membentuk granula kromatin kasar.
Pergerakan sentriol ke permukaan sel kutub posterior spermatid.
Sentriol menjadi tegak lururs terhadap membrane sel dan triplet mikrotubul pada dindingnya.
Pembentukan aksonema flagellum sperma di tempat sentriol tersebut.
Kondensasi nuclear menyebabkan bagian awal flagel dan membrane yang membungkusnya ditarik ke dalam reses tubular pada permukaan sel.
Pada sitoplasma spermatid, mikrotubul meningkat jumlahnya dan menjadi susunan silindris kasar yang membentuk manset.
Terjadi pemanjangan spermatid dan tonjolan sitoplasma yang bergerak ke kutub belakang posterior nucleus
Ekor spermatozoon berupaaksonema tertutup rapat pada membrane flagelar.
Annulus dan membrane adheren bergerak ke kaudasepanjang aksonema yang mengoblitarasi invaginasi tubular permukaan sel dan memaparkan beberap micron aksonema pertama di sitoplasma.
Mikrotubul manset nenyebar dan mitokondria berkumpul di sekita segmen awal aksonema.
Sembilan padat longitudinalmembentuk daerah luar sembilan pasang aksonema yang sama dengan cepat.
Serat padat luar berjalan parallel terhadap sepasang aksonema dari potongan yang menghubungkan dengan ujung kaudal potongan utama spermatozoon.
Suksesi sirkumferensial berbentuk iga di sekita bagian distal terhadap annulus.
Penggabungan rib dengan kolom longitudinal yang menyusun lapisan fibrosa, potongan utama ekor sperma.









. BERBAGAI KELAINAN GENETIKA YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SISTEM REPRODUKSI

1. Androgen Insensitivity Syndrome (46,Xy)
· Disebut juga testicular feminization
· Kasifikasi :
1. Complete androgen insensitivity syndrome (CAIS)
à tidak berespon terhadap androgen
à female external genitalia dengan normal labia, clitoris, and vaginal introitus. tidak mempunyai rambut pubis dan axill
à anak : massa unilateral/bilateral di inguinal canals à testis
2. Partial androgen insensitivity syndrome (PAIS)
à berespon terhadap androgen secara parsial
à mildly virilized female external genitalia (clitorimegaly without other external anomalies) to mildly undervirilized male external genitalia (hypospadias and/or diminished penile size)
Pathophysiology
Gangguan mutasi gen reseptor androgen (AR) yang terpaut pada kromosom X

complete and partial gene deletions, point mutations, and small insertions/deletions

Gagal terbentuk reseptor androgen secara total di permukaan sel akibat sintesis protein yang tidak sempurna.
Perubahan pada substrate binding affinity à mengakibatkan kehilangan sinyal transmisi, meskipun jumlah reseptornya normal.
v Intinya : meskipun sintesis androgen normal, tapi reseptor pada jaringan tidak peka terhadap hormon tersebut. à sehingga perkembangan karakteristik primer (genitalia) dan sekunder terhambat.

Lab Studies
Karyotype kromosom
Levels of testosterone and DHT
- Testosteron rendah : errors in the steroid biosynthetic pathways à diukur dari kadar dehydroepiandrosterone (DHEA), androstenedione, dan precursornya, 17-hydroxypregnenolone dan 17-hydroxyprogesterone
- Testosteron dan DHT tinggi : indikasi 5-alpha reductase deficiency à terutama untuk PAIS
Mutation analysis of the androgen receptor gene à lama + mahal
- sampel DNA didapatkan dari buccal swabs
Medical Care
2 aspects : - hormone replacement therapy (HRT)
- psychological support.
Hormone replacement therapy (HRT)
Patients with CAIS à estrogen replacement
Patients with PAIS who have a male gender identity à testosterone and/or DHT

2. Kallmann Syndrome
Disebut juga hypothalamic hypogonadism atau hypogonadotropic hypogonadism
Manifestasi Klinis
1. Keterlambatan pubertas/pubertas parsial
2 ♂
· penurunan libido
disfungsi ereksi
massa otot berkurang à penurunan kekuatan otot
mikropenis, postat berukuran kecil
cryptorchidism
gynecomastia
kebotakan (male-type baldness)
High-pitched voice
3. ♀
amenorrhea
dyspareunia à akibat penurunan lubrikasi vagina
karakteristik sekunder terganggu à contoh : payudara tidak berkembang dengan baik
mukosa vagina pucat à gangguan diferensiasi epitel skuamus
4. Osteoporosis
5. Eunuchoidal skeletal proportions
6. Anosmia atau hyposmia
7. Congenital heart disease (eg, fatigue, dyspnea, cyanosis, palpitations, syncope)
8. Neurologic manifestations (eg, color blindness, hearing deficit, epilepsy, paraplegia) à jarang
9. Cleft lip, cleft palate, or high (arched) palate
Pathophysiology
Defisiensi GnRH à gonadotropin << à LH dan FSH <<
Defek KAL-1 (pada Xp 22.3) à mengkode anosmin-1 à gangguan migrasi neural dari bulbus olfaktori ke hipotalamus à anosmia/hiposmia
Defek gen autosomal dominant pada chromosome 8 {8p12} (KAL-2 atau FGFR-1 (fibroblast growth factor receptor 1)) à terjadi pada 10% kasus
Mutasi gen prokineticin receptor-2 (PROKR2)(KAL-3) pada posisi 20p13 dan ligandnya prokineticin 2 (PROK2)(KAL-4) pada posisi 3p21.1 à olfactory and reproductive dysfunction

Lab Studies
Serum electrolytes
Serum or urine beta-human chorionic gonadotropin level (pregnancy test)
Serum (total or free) testosterone Serum (total or free) testosterone
Serum estradiol
Serum luteinizing hormone and follicle-stimulating hormone
Serum thyroid-stimulating hormone and serum free thyroxine
Serum insulinlike growth factor I and serum insulinlike growth factor binding protein 3
Morning serum cortisol and plasma adrenocorticotropic hormone
Serum prolactin
Semen analysis
Imaging Studies
Magnetic resonance imaging (MRI) otak
o Pada Kallmann syndome struktur hipotalamus dan kelenjar pituitari normal. MRI berguna untuk mengeliminasi lesi pada hipotalamus atau pituitary.
o 75% pasien dengan Kallmann syndrome ditemukan keabnormalan pada olfactory systems, meliputi complete agenesis of olfactory bulbs and sulci, shallow olfactory sulci, or medial orientation of the olfactory sulci (opening into the interhemispheric fissures).
Transthoracic echocardiogram
o screening untuk congenital heart disease (ASD, VSD, Ebstein anomaly, transposisi pembuluh darah besar, dsb)
Ultrasound examination of the kidneys
o eliminasi unilateral renal agenesis à jarang
Bone densitometry by dual-energy x-ray absorptiometry
Dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) berguna bagi semua pasien hipogonad. DEXA penting untuk mendeteksi osteopenia or osteoporosis dan monitor respon skeleton terhadap gonadal steroid replacement therapy.
Bone age
Menilai epiphyseal maturation (ie, bone age) dengan radiografi à tidak spesifik




Treatment
Hormone replacement therapy (HRT)
Male : human chorionic gonadotropin (hCG) or testosterone (androgen)
Drug Name
Testosterone (Andro-L.A., dep-Andro, Androderm)
Description
Mendorong dan memelihara perkembangan karakteristik sekunder pria
Adult Dose
o 75-150 mg IM q7-10d atau 100-200 mg IM q2wk
o nonscrotal (5-mg) skin patch tiap pagi atau scrotal (4- or 6-mg) transdermal patch tiap malam
Pediatric Dose
<12>12 years: 50-100 mg IM every mo initially followed by 50-100 mg IM q2wk after 1 y of treatment, with gradual increase to adult dose
Contraindications
o hypersensitivity
o severe cardiac or renal disease
o benign prostatic hypertrophy with obstruction; males with breast cancer
Interactions
Meningkatkan efek antikoagulan
Pregnancy
X - Contraindicated in pregnancy

Females : oestrogen and progestins.
Contoh :
Drug Category: Steroid hormones
Drug Name
Conjugated estrogens (Premarin)
Description
Memicu sintesis DNA, RNA, dan berbagai proteins pada jaringan target
Mendorong perkembangan karakteristik sekunder
Adult Dose
0.625-1.25 mg/d PO for 21 d/mo or continuously
Contraindications
hypersensitivity;
known or suspected pregnancy; breast cancer; undiagnosed abnormal genital bleeding; active thrombophlebitis or thromboembolic disorders; history of thrombophlebitis, thrombosis, or thromboembolic disorders associated with previous estrogen use
Pregnancy
X - Contraindicated in pregnancy
Drug Category: Progestins
Drug Name
Medroxyprogesterone (Provera)
Description
Menghentikan proliferasi sel endometrial, allowing organized sloughing of cells after withdrawal.
Adult Dose
5-10 mg/d PO for 12-14 d/mo
Contraindications
hypersensitivity; cerebral apoplexy; undiagnosed vaginal bleeding; thrombophlebitis; liver dysfunction
Interactions
Menurunkan efek aminoglutethimide
Pregnancy
X - Contraindicated in pregnancy
Precautions
Edema, bloating, nausea, cholestatic jaundice, mood swings, depression, and exacerbation of glucose intolerance may occur

3. Pure Gonadal Dysgenesis (PGD)
Ada 2 macam :
Swyer syndrome 46,XY
XX gonadal dysgenesis 46,XX
(*tapi yg dibahas disini cuma yg Swyer syndrome aja, yg ada di kuliah. Yg satunya baca ndiri aja, hee..)
Pasien dengan PGD mempunyai susunan kromososm normal, tapi terdapat defek pada gen tertentu pada kromososm tersebut.
Pathogenesis
Gangguan mutasi pada SRY ("sex-determining region of the Y chromosome" yang mengarahkan perkembangan testis)
testis gagal berkembang
§ testosteron tidak diproduksi
§ antimullerian hormone (AMH) tidak diproduksi
wolffian ducts gagal berkembang
organ genitalia interna ♂tidak terbentuk
female genitalia

mullerian ducts berkembang menjadi internal female organs normal (uterus, fallopian tubes, cervix, vagina) à tapi hanya berupa streak gonad (jar. Ikat)

sex hormones (both estrogens and androgens)

secondary sex characteristics tidak berkembang
v Karena adrenal glands masih dapat membuat androgen dalam jumlah yang terbatas dan fungsinya tidah terpengaruh oleh karena sindrom ini, maka pada penderita akan dijumpai rambut pubis meskipun dalam jumlah yang jarang.
Treatment
1. Estrogen
2. Progestin
3. Embrio transfer



4. Sindrom Down
DEFINISI
ETIOLOGI
Kelainan kromosom terletak pada kromososm 21 dan 15, dengan beberapa kemungkinan :
Non disjunction sewaktu osteogenesis (trisomi)
Translokasi kromososm 21 dan 15
Postzygotic non disjunction (Mosaicsm)
Faktor2 yg memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom :
Usia Ibu (biasanya ibu yg berumur > 30 tahun)
Mungkin karena ketidakseimbangan hormonal
Kelainan kehamilan
Kelainan endokrin pada ibu
Pada usia tua dapat terjadi infertilitas relatif, kelainan tiroid atau ovarium

KLASIFIKASI
Ada 4 tipe :
Trisomy 21 Down syndrome (Ds)
à Mempunyai 3 copy kromosom 21. Tipe yg paling sering terjadi
Translocation Down syndrome (TDS)
à Jika satu kromosom 21 berpasangan dengan kromosom lain, yg paling sering dg kromososm 14, terjadi saat pembelahan sel.
Mosaic Down syndrome (MDS)
Mosaic Translocation Down syndrome (MTDS)


GEJALA KLINIS

Anak dg Sindrom Down sangat mirip satu sama lain (wajah khas)
Retardasi mental (idiot dan imbesil) dan retardasi jasmani
Kepala agak kecil & brakisefalik dengan daerah oksipital yg mendatar
Muka lebar, tulang pipi tinggi hidung pesek, mata lataknya berjauhan serta sipit miring ke atas dan samping (seperti mongol)
Iris mata menunjukkan bercak-bercak (Bronsfield spots)
Lipatan epikantus jelas sekali
Telinga agak aneh, bibir tebal, lidah besar, kasar dan bercelah-celah (scrotal tongue)
Pertumbuhan gigi-geligi sangat terganggu
Kulit halus & longgar, tetapi warnanya normal
Di leher terdapat lipatan-lipatan yg berlebihan
Pada jari tangan tampak kelingking yg pendek dan membengkok ke dalam
Pada pemeriksaan radiologis sering ditemukan falang tengah dan distal rudimenter
Jarak antara jari I dan II, baik pada tangan maupun kaki agak besar.
Gambaran telapak tangan tampak tidak normal, yaitu terdapat 1 garis besar melintang (simian crease)
Alat kelamin biasanya kecil
Otot hipotonik dan pergerakan sendi-sendi berlebihan
Kelainan jantung bawaan seperti defek septum ventrikel




PATOGENESIS
Ekstra kromosom 21


21q22.3 region 21q22.1-q22.3 region 21q22.1-q22.2
[Down syndrome critical region (DSCR)]
retardation highly expressed in characteristic facial features congenital heart disease the brain and the
hand anomalies heart (ex : mental
congenital heart defects retardation & heart
defects)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Cytogenetic studies à kariotipe kromosom
Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)
Thyroid function tests
Papanicolaou test (Pap smear)
Radiografi
· Skeletal radiography
· Echocardiography
· Mammograph
PA
Otak biasanya lebih kecil dari normal dan makin besar anak, pertumbuhan anak semakin ketinggalan.
DIAGNOSIS BANDING
Hipotiroididme
Kadang sulit dibedakan.
Hipotiroidisme à aktivitasnya sangat lambat & malas
Sindrom Down à sangat aktif
Akondroplasia
Rakitis
Sindrom Turner

PENATALAKSANAAN
Terapi estrogen dosis rendah, anabolik steroid, GH dengan atau tanpa kombinasi dengan androgen dan estrogen

INFERTILITAS PRIA DAN WANITA

1. Infertilitas Pada Pria
Pengertian infertilitas digunakan untuk pasangan lelaki dan perempuan yang tidak mampu mencapai pembuahan antara sperma dan sel ovum. Diperkirakan 10-15% pasangan suami istri mengalami infertilitas. Factor pria bertanggung jawab pada 40% kasus factor dari wanita 40% juga dan factor dari keduanya sekitar 20%.
Infertilitas pada lelaki mungkin disebabkan oleh gangguan yang biasa disebut impotensi sehingga senggama tidak berlangsung normal. Untuk senggama, dari pihak laki-laki diperlukan hasrat, ereksi, dan ejakulasi yang umumnya disertai dengan orgasme. Apabila terjadi gangguan pada 3 hal tersebut maka dapat mengakibatkan infertilitas. Gangguan ereksi dapat dapat dipengaruhi oleh tidak adanya hasrat, gangguan persarafan sensible kulit, gangguan pembuluh darah alat kelamin terutama kulit penis dan pembuluh darah Corpora cavernosa (corpora cavernosa merupakan jaringan erektil yang Sangay berperan saat ereksi). Demikian pula gangguan ejakulasi yang dipengaruhi juga oleh factor pendarahan, persarafan, dan kelainan anatomi. Selain itu, masih diperlukan sperma yang jumlahnya banyak mutunya memenuhi syarat.
ETIOLOGI
Agar dapat terjai konsepsi, maka spermatogenesis harus normal, sperma harus melengkapi proses maturasi selama perjalanan melalui ductus yang paten, jumlah plasma semen harus cukup untuk memberi volume dan unsur-unsur nutrisi, dan pria harus mampu menempatkan semen dekat serviks wanita. Gangguan pada hal-hal ini dapat menyebabkan kemandulan akibat masalah pada factor pria. Spermatozoa juga harus mampu menembus lendir serviks dan mencapai tuba uterina, tempat dimana konsepsi terjadi. Peristiwa ini dapat gagal terjadi bila ada gangguan pada saluran reproduksi wanita atau kelainan motilitas sperma atau kemampuan fertilisasinya.
Sebab-sebab infertilitas pada pria dari buku endokrinologi :
Endokrin
Gangguan hipotalamus-hipofisis
Gangguan testis
Gangguan kerja androgen
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Insufisiensi adrenal
Hiperplasi adrenal kongenital

Penyakit sistemik

Gangguan dalam spermatogenesis
Sindroma silia tak bergerak
Induksi obat
Kegagalan tubulus seminiferus dewasa
Obstruksi ductus
Kongenital
Didapat
Gangguan Vesícula seminalis

Gangguan prostat

Varikokel

Ejakulasi retrograd

Antibodi terhadap sperma atau plasma semen

CACAT anatomis pada penis
Pada pasien epispadia, hipospadia
Teknik koitus yang salah
Frekuensi koitus jangan lebih dari 2x sehari.
Gangguan fungís sexual

Idiopatik


Dari tabel diatas :
Gangguan fungís hipotalamus-hipofisis : 40% etiologi infertilitas pada pria.
Kelainan kromosom seks, kriptorkidisme, kegagalan tubulus seminiferus dewasa, dan bentuk kegagalan testis primer : 15% etiologi pria infértil.
Gangguan ductus kongenital dan didapat : 6% etiologi pria infértil.
Teknik koitus yang salah, ggn. F’x sexual, ggn. Ejakulasi, dan kelainan anatomis (hipospadia) : etiologi infertil 4-5% pada pria.
Idiopatik : 35%.


Kelainan dan gangguan yang menyebabkan infertilitas lelaki (dari buku bedah de Jong) :
Factor Penyebab
Contoh
Hasrat : kurang minat
Hubungan antarmanusia terganggu
Ereksi :
- kelainan anatomis penis
- pendarahan penis
- persarafan


- hipospadia dengan korda
- arteriosclerosis
- pascabedah radikal organ panggul
- kelaianan neurologik
Ejakulasi :
- kelainan anatomi

- pasca prostatektomi
- pasca vasektomi
- setelah epididimitos
- pasca bedah radikal organ panggul
Sperma/mani :
- kelainan testis

- gangguan hormonal


- factor local
- iatrogen/lingkungan
- kelainan genetik

- setelah orkitis
- pascakriptokismus
- gangguan pada hipofisis, tiroid, adrenal

- varikokel
- pascaradiasi, kemoterapi, zat toksik
- Sindrom Knifelter, Reifenstein, Turner


PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang terpenting dan pertama untuk menentukan infertilitas lelaki ahila pemeriksaan sperma. Pengambilan contoh sperma dengan persyaratan yaitu diambil setelah orang tersebut berabstinensia senggama selama 3 hari. Yang diperiksa volume sperma, kadar fructosa, kepadatan dan jumlah spermatozoa serta motilitas dan morfologinya. Selain itu, diperiksa kemampuan spermatozoa menembus ovum. Pada oligospermi atau teratospermia perla dilakukan biopsi testis untuk melihat spermatogenesis dalam tubulus seminiferus.
Obstruksi sperma di epididimis maupun ductus defferens dapat disebabkan oleh Madang terutama gonore dan TBC. Pada ejakulasi retrograd, ejakulasi tidak menyemprot keluar uretra tapi masuk ke dalam buli-buli. Ejakulasi retrograd ini kadang disebabkan oleh obat contohnya fenotiazin dan klorpromazin. Selain itu, ejakulasi retrograd juga ditimbulkan oleh pembedahan pada leher buli-buli misal pada operasi prostat,gangguan neurologik pada DM,multiplesklerosis dan setelah operasi daerah pelvis dan retroperitoneal.
Analisis semen juga perla diikuti dengan uji pasca koitus, yaitu sampel lendir serviks diambil 2 jam setelah koitus. Adanya spematozoa motil dalam jumlah besar dalam lendir dari ostium interna serviks akan menyingkirkan kemungkinan factor pria sebagai penyebab infertilitas. Jika uji pasca koitus ini mengungkapkan nekrospermia (sperma mati), astenospermia (sperma bergerak lambat), ataupun aglutinasi sperma maka perla dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya antibodi yang dapat menghentikan gerak sperma ataupun kelainan lendir serviks pada wanita pasangannya.

2. KELAINAN ENDOKRIN PADA WANITA INFERTIL
PCOS atau Polycystic Ovary Syndrome, merupakan sekumpulan keadaan atau gejala yang kompleks, dan sering terjadi pada wanita usia muda atau usia produktif. Sekitar 5-10 % wanita usia produktif diperkirakan mengalami sindroma ini, bahkan sekitar 26% remaja putri berusia 15 tahun pun diperkirakan mengalami sindroma ini. PCOS didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai dengan gangguan metabolik, anovulasi kronik dan hiperandrogenisme. Sindroma berarti sekumpulan keadaan atau gejala, dan pengertian keadaan dalam sindroma ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar kelainan, yaitu kelainan klinis, endokrin (hormonal) dan metabolik. Kelainan klinis yang muncul adalah siklus menstruasi tidak teratur, jerawat, hirsutisme (pertumbuhan rambut abnormal), alopesia (kebotakan) dan infertilitas. Kelainan endokrin yang terjadi meliputi peningkatan kadar hormon Androgen atau Testosteron, LH (Luteinizing Hormone), Estradiol dan Prolaktin. Sedangkan aspek metabolik yang terjadi yaitu resistensi insulin, ditandai dengan obesitas (kegemukan), kadar lipid yang abnormal, dan meningkatnya risiko gangguan toleransi glukosa serta Diabetes Melitus tipe-2 (DM tipe-2). Jadi, PCOS adalah masalah metabolik dan endokrin, meskipun dalam namanya muncul kata ovary. Abnormalitas pada ovarium lebih merupakan akibat daripada penyebab.
+ Gejala PCOS
Jerawat
Hirsutisme, yaitu pertumbuhan rambut abnormal karena meningkatnya produksi hormon Androgen, misalnya pada wajah, dada, perut, punggung, jempol atau jari
kaki
Acanthosis Nigricans atau penebalan pada kulit berwarna kelabu, coklat atau hitam di daerah sekitar leher, dada, lipatan ketiak, dll
Obesitas atau kegemukan (ditemukan pada sekitar 50 % pasien PCOS)
Tidak menstruasi atau menstruasi tidak teratur setiap 2-3 bulan, atau kurang dari 6 kali dalam setahun
Infertilitas Sering berkaitan dengan obesitas dan resistensi insulin

+ Kelainan Endokrin pada PCOS
Setiap ovarium, mengandung sejumlah besar folikel yaitu kantung-kantung berisi sel telur atau ovum. Kira-kira sebulan sekali, FSH (Follicle Stimulating Hormone) merangsang pematangan folikel dan selanjutnya LH merangsang pecahnya folikel sehingga sel telur dilepaskan ke tuba falopi dan siap dibuahi. Proses pemecahan folikel dan pelepasan ovum tersebut dinamakan proses ovulasi. Pada waktu yang sama, Estrogen (hormon dari folikel) menyebabkan Endometrium (dinding rahim) menebal untuk mempersiapkan jika ovum dibuahi (fertilisasi). Jika fertilisasi tidak terjadi, Endometrium akan tanggal atau luruh, dan darah dikeluarkan melalui vagina yang kita kenal sebagai haid. Pada kasus PCOS, terjadi pematangan folikel tetapi ovulasi gagal, sehingga ovum tidak dilepaskan dari ovarium, dan malah membentuk kista. Pada awal pubertas, periode menstruasi mungkin berjalan normal, namun semakin lama akan semakin jarang, atau bahkan berhenti sama sekali. Kedua ovarium pun terisi dengan kista-kista kecil sehingga disebut polycystic ovary. Dalam jangka panjang, terhentinya ovulasi mengakibatkan infertilitas. Di samping itu, kegagalan ovulasi menyebabkan tidak ada folikel dominan yang menghasilkan Estrogen, namun ada banyak folikel setengah matang yang menghasilkan Androgen atau Testosteron (hormon seks pria). Kadar Androgen yang tinggi dapat menyebabkan gejala hirsutisme. Menurunnya produksi Estrogen menyebabkan sekresi LH berlebihan. Karena ovulasi tidak terjadi, produksi Progesteron menurun sehingga kadar Estrogen relatif tinggi dibandingkan
Progesteron dan menyebabkan perdarahan tidak teratur serta meningkatkan risiko terjadinya kanker Endometrium pada jangka waktu yang lama.
Resistensi Insulin Dan PCOS
Selain kelainan Endokrin, beberapa peneliti menyatakan bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama PCOS. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh kelenjar pankreas yang berfungsi mengolah dan memindahkan nutrisi dari sirkulasi (peredaran darah) ke dalam jaringan. Pada resistensi insulin, kadar insulin di dalam darah tinggi tetapi aktivitas atau kerjanya menurun. Peningkatan kadar insulin ini, dapat merangsang peningkatan produksi hormon Androgen oleh ovarium. Kadar hormon Androgen yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan ovum sehingga ovulasi terganggu sehingga terjadi gangguan siklus menstruasi. Selain itu, kadar hormon Androgen yang tinggi dapat menimbulkan gejala klinis seperti hirsutisme dan jerawat.
Perubahan Metabolisme Endokrin
Hal mendasar yang berperan dalam patogenesis SOP adalah resistensi insulin dan gangguan sekresi luteinizing hormone (LH). Peningkatan kadar insulin yang terjadi akibat adanya resistensi insulin di jaringan perifer akan merangsang produksi androgen ovarium. Insulin juga menekan sex hormone binding globulin (SHBG) sehingga androgen bebas meningkat. Didapatkan juga metabolisme androgen dan estrogen yang abnormal. Keadaan tersebut mengakibatkan tingginya konsentrasi hormon androgen dalam serum seperti testosteron, androstenedion, dan dehidroepiandrosteron. Peningkatan androgen ini akan mempengaruhi lingkungan ovarium menjadi androgenik, menekan aromatisasi androgen menjadi estrogen sehingga memicu terjadinya atresia folikel lebih dini. Namun pada beberapa kasus, kadar hormon androgen tersebut dapat pula ditemukan normal.
Anovulasi pada SOP terjadi karena terjadi peningkatan rangsangan pada sel teka ovarium. Sel teka memproduksi androgen (testosteron dan androstenedion). Oleh karena pada SOP, kadar follicle stimulating hormone (FSH) yang dihasilkan relatif lebih sedikit dibandingkan LH, maka sel granulosa ovarium tidak mampu mengaromatisasi androgen menjadi estrogen. Akibatnya, kadar estrogen menurun dan terjadilah anovulasi.
Di samping itu, ada pula pendapat lain mengenai anovulasi. LH mempunyai dua fungsi yang saling bertolakbelakang pada folikel preovulasi. Pada awal preovulasi, LH meningkatkan proses steroidogenesis. Folikel mulai berkembang menuju kematangan. Kemudian, pada fase ovulasi dimana kadar LH meningkat (LH surge), LH berfungsi sebaliknya yaitu menekan proses mitosis dari folikel dan mengakhiri proses differensiasi sel granulosa. Pada SOP, kadar LH sudah tinggi sejak awal. Diduga tingginya kadar LH “tidak mengijinkan” berlangsungnya proses mitosis folikel. Akibatnya, tidak ada folikel matang yang siap diovulasi.
Hiperinsulinemia dikaitkan dengan dislipidemia dan peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Peningkatan kadar PAI-1 menjadi faktor risiko trombosis intravaskular.


OBSTETRI

1. Perubahan-Perubahan Fisiologis Maternal (Ibu Hamil)
Faktor-Faktor Hormonal Pada Kehamilan
Pada kehamilan, plasenta membentuk hormon-hormon penting sebagai berikut :
Gonadotropin korionik manusia
Fungsi : mencegah involusi normal corpus luteum pada akhir siklus sexual wanita. Sebagai gantinya ia menyebabkan corpus luteum menyekresi jauh lebih banyak hormon yang biasa disekresinya yaitu progesteron dan estrogen. Berlebihnya hormon ini menyebabkan endometrium terus tumbuh dan menyimpan zat-zat gizi dalam jumlah besar.
Efek lain dari hormon ini adalah merangsang sel-sel interstisial testis sehingga mengakibatkan pembentukan testosteron pada fetus pria yang akhirnya berdampak tumbuhnya organ sex pria dan mempengaruhi desensus testis ke scrotum.
Estrogen
Sekresi estrogen oleh plasenta sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium, dimana sekresi oleh plasenta tersebut hampir semuanya adalah estriol (suatu estrogen yang relatif lemah), sedangkan yang disekresi oleh overium adalah estradiol.
Fungsi estrogen selama kehamilan yaitu : pengaruhi pembesaran uterus, pembesaran kelenjar mammae, pertumbuhan jaringan kelenjar mammae, pembesaran genitalia eksterna wanita, relaksasi berbagai ligamentum pelvis sehingga sacroilliaca relative lentur dan simfisis pubis menjadi elastis untuk mempermudah jalan lahir.

Progesteron
Fungsi progesteron selama kehamilan :
a. Progesteron menyebabkan sel-sel desidua berkembang dalam endometrium uterus dan kemudian sel-sel desidua ini memainkan peranan penting untuk memberi makanan pada embrio muda.
b. Progesteron mempunyai pengaruh khusus dalam menurunkan kontraktilitas uterus gravid jadi mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan.
c. Progesteron juga menyokong perkembangan ovum sebelum implantasi karena secara khusus ia meningkatkan sekresi tuba falopii dan uterus untuk memberikan zat-zat gizi yang sesuai bagi morula dan blastokista yang sedang berkembang.
d. Membantu menyiapkan kelenjar mammae untuk laktasi.
Somatomammotropin korionik manusia.
Efek hormon ini dalam kehamilan yaitu : menyebabkan perkembangan sebagian payudara, menyebabkan pengendapan protein jaringan dengan cara serupa seperti yang dilakukan hormon pertumbuhan, pengaruhi metabolisme glukosa dan lemak (menurunkan penggunaan glukosa oleh ibu sehingga dapat digunakan oleh fetus, serta merangsang pelepasan asam lemak bebas dari ibu sehingga dapat digunakan fetus)
2. RESPON IBU TERHADAP KEHAMILAN
Volume darah ibu segera sebelum genap bulan naik 30% di atas normal. Peningkatan ini terutama terjadi karena peningkatan aldosteron dan estrogen selama kehamilan, keduanya yang menyebabkan retensi cairan oleh ginjal. Hal ini penting untuk persiapan ibu melahirkan, karena pada saat melahirkan ibu akan kehilangan darah sekitar ¼ dari jumlah darah ibu, bila volume darah ibu sedikit naik sepserti keterangan tersebut maka hal ini akan memberi faktor keamanan bagi ibu selama persalinan.
Respon fisiologis ibu yang lain selama kehamilan yaitu pada awal permulaan kehamilan, ibu menyimpan zat-zat sepserti kalsium, protein, fosfat, dan besi untuk persediaan pada bulan-bulan terakhir kehamilan karena biasanya pada bulan-bulan terakhir kehamilan dimana terjadi pertumbuhan fetus terbesar justru ibu mengalami penurunan absorbsi kalsium, protein, fosfat, dan besi tersebut. Bila tanpa persediaan di awal kehamilan maka kebutuhan fetus akan zat-zat tersebut otomatis akan berkurang.
Seringkali ahli kandungan meberikan nutrisi tambahan bagi ibu hamil, alasannya yaitu :
Zat besi
Sekitar 375 mg besi dibutuhkan fetus dan 600 mg dibutuhkan ibu. Besi non-Hb yang normal disimpan pada ibu di awal kehamilan sering hanya 100 mg. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan zat besi diberikan asupan zat besi dari luar.
Vitamin D
Dalam keadaan normal memang jumlah kalsium yang dibutuhkan fetus relatif sedikit, namun jumlah ini diimbangi dengan penyerapan kalsium sendiri yang sukar di saluran cerna. Untuk dapat membantu penyerapan kalsium lebih baik di saluran cerna maka diperlukan vitamin D.
Vitamin K
Vitamin K sering ditambahkan segera sebelum kelahiran bayi agar bayi mempunyai cukup protrombin untuk mencegah perdarahan pasca kelahiran (lebih jelasnya akan dibahas pada pembahasan tentang neonatologi).
3. RESPON-RESPON ABNORMAL IBU TERHADAP KEHAMILAN
1. Hiperemesis Gravidarum
Sering dikenal sebagai morning sickness (mual, muntah pada kehamilan). Penyebab pastinya belum diketahui, namun kemungkinan berhubungan dengan implantasi zygote. Pada proses implantasi tersebut terjadi pencernaan endometrium oleh trofoblas, diduga akibat proses tersebut maka hasil degenerasinya bertanggung jawab akan timbulnya mual dan muntah ibu hamil. Penyebab lain yang diduga adalah estrogen yang disekresi dalam jumlah besar oleh plasenta.
2. Preeklamsia
Preeklamsia : peningkatan tekanan arteri yang cepat disertai dengan kehilangan sejumlah besar protein ke dalam urin pada satu waktu selama empat bulan terakhir kehamilan, ditandai dengan retensi garam dan air oleh ginjal, penambahan berat badan dan timbulnya edema. Tambahan lagi, timbulnya spasme arteri pada banyak bagian tubuh (yang paling bermakna pada ginjal, otak, dan hati).
Diduga preeklamsia terjadi tidak disebabkan oleh keseimbangan hormonal yang abnormal, melainkan oleh karena beberapa jenis autoimunitas atau alergi akibat adanya fetus. Keparahan preeklamsia ini berhubungan dengan tingkat retensi garam dan air serta derajat peningkatan tekanan arteri.
Untuk mengatasi kasus ini dengan pembatasan masukan garam yang drastis dan istirahat di ranjang yang ketat selama bulan-bulan terakhir kehamilan.
3. Eklamsia
Eklamsia : preeklamsia tingkat berat yang ditandai oleh spastisitas vascular yang berlebihan di seluruh tubuh, kejang klonik, diikuti oleh koma, pengurangan pengeluaran ginjal yang hebat, malfungsi hati, sering hipertensi berat, dan keadaan toksik umum pada tubuh. Biasanya eklamsia terjadi segera sebelum persalinan.
Penanganannya yaitu dengan penggunaan segera obat vasodilator yang bekerja cepat secara optimum untuk menurunkan tekanan arteri ke normal, diikuti oleh penghentian kehamilan segera (jika perlu dengan section sesaria).
4. PENYAKIT PADA KEHAMILAN TRIMESTER I
1. ABORTUS
Merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus dapat terjadi karena : kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (oleh faktor kelainan kromosom, lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna, pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, alkohol), kelainan pada plasenta, faktor maternal (misalnya anemia berat, tifus, keracunan, toxoplasmosis, pneumonia), kelainan traktus genitalia (kelainan bawaan uterus, mioma uteri, inkompetensi serviks).
Patogenesis :
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus sehingga uterus berkontrakasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
· Kehamilan < 8 minggu à vili korialis belum menembus desidua secara dalam à hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
· Kehamilan 8-14 minggu à vili korialis menembus desidua sudah lebih dalam hingga plasenta à hasil konsepsi tidak dapat dikeluarkan sempurna sehingga timbulkan banyak perdarahan.
· Kehamilan > 14 minggu à janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta.
Manifestasi klinis :
· Terlambat haid atau amenore < 20 minggu
· Pada px.fisik keadaan umum tampak lemah/kesadaran menurun, tekanan darah normal/menurun, denyut nadi normal/cepat dan kecil, suhu badan normal/meningkat.
· Perdarahan pervaginam (mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi)
· Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.

Pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka/ sudah tertutup, teraba/tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum Douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan penunjang :
· Tes kehamilan positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
· Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
· Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Diagnosis
· Abortus iminens : perdarahan pervaginam pada kehamilan < 20 minggu tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
· Abortus insipiens : bila perdarahan diikuti dengan dilatasi serviks
· Abortus inkomplit : bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus
· Abortus komplit : bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus
· Missed abortion : kematian janin sebelum 20 minggu tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Diagnosis banding
· Kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan serviks.
· Abortus iminens perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules.

2. KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium cavum uteri.
Etiologi :
· Faktor tuba yaitu salpingitis (salah satunya mengingat infeksi menurunkan fungsi silia di tuba untuk menyapu ovum yang diovulasikan sehingga kemungkinan implantasi di tuba lebih besar, dll), perlekatan tuba, kelainan congenital tuba, pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah bentuk tuba, dan kehamilan ektopik sebelumnya.
· Kelainan zygote yaitu kelainan kromosom dan malformasi
· Faktor ovarium yaitu migrasi luar ovum, pembasaran ovarium, dan unextruded ovum
· Penggunaan hormon eksogen/estrogen seperti pada kontrasepsi oral (salah satunya akan pengaruhi penurunan fungsi tuba sehingga perjalanan ovum ke uterus tidak lancar/terhambat)
· Faktor lain antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD
Manifestasi klinis
· Amenore
· Gejala kehamilan muda
· Nyeri perut bagian bawah
· Perdarahan per vaginam berwarna coklat tua
· Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila servix digerakkan, nyeri pada perabaan, dan cavum Douglas menonjol karena ada bekuan darah


Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan laboratorium : kadar Hb, leukosit, tes kehamilan bila baru terganggu.
· Dilatasi kuretase
· Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di dalam cavum Douglas terdapat darah
· USG bila didapatkan kantong gestasi di luar uterus
· Laparoskopi/laparotomi sebagai pendekatan diagnosis terakhir
Penatalaksanaan : dengan pembedahan
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi lain.ss
3. MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Kelainan histologinya ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edem stroma vilus.
Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif lebih tinggi, namun efeknya lebih besar pada usia 45-50 tahun (akhir usia subur). Etiologinya belum diketahui pasti, namun teori yang paling cocok adalah defisiensi protein.
Mola hidatidosa berkembang dari trofoblas ekstraembrionik. Mola hidatidosa terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik) : bila tidak ditemukan janin
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial) : bila disertai janin atau bagian janin


Manifestasi klinis :
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2. Hiperemesis yang cukup berat : dapat karena pengaruh kadar hCG yang meningkat
3. Perdarahan per vaginam berulang, darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
4. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
5. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih
6. Preeklamsia atau eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan sonde uterus
2. Tes Acosta Sison. Dengan tang abortus gelembung mola dapat dikeluarkan
3. Peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
4. USG menunjukkan gambaran badai salju
5. Foto thorax ada gambaran emboli udara
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
Terapi
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 2 fase : evakuasi mola segera, dan tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis. Sementara itu prosedur tindak lanjut adalah untuk deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan keganasan. Metode umum tindak lanjut adalah sebagai berikut :
Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya setahun
Ukur kadar hCG setiap 2 minggu
Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi
Setelah kadar normal, pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah satu tahun
Prognosis :
Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan, sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola hidatidosa yang berulang disertai tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.

5. NEONATOLOGI
Penyesuaian bayi terhadap kehidupan ekstrauteri
Setelah kelahiran normal lengkap dari ibu yang tidak didepresi oleh zat anestesi biasanya anak mulai bernafas segera dengan irama pernafasan normal. Kecepatan fetus mulai bernafas menunjukkan bahwa bernafas dimulai oleh terpaparnya mendadak ke dunia luar, mungkin akibat dari keadaan asfiksia ringan karena proses kelahiran tetapi juga akibat impuls sensoris yang berasal dari kulit yang mendadak dingin.
Bila ibu didepresi oleh zat anestesi selama persalinan, yang paling sedikit secara parsial juga menganestesi anak, pernafasan biasanya terlambat selama beberapa menit (perlu diperhatikan menggunakan sesedikit mungkin anestesi obstetric).
Bayi yang mengalami trauma kapitis selama kelahiran juga bernafas lambat atau kadang tidak bernafas sama sekali oleh karena adanya perdarahan intracranial atau kontusio otak menyebabkan sindroma gegar otak yang sangat menekan pusat pernafasan.
Selain itu hipoksia fetus yang lama selama persalinan juga menyebabkan penekanan pusat pernafasan yang berat, dimana hipoksia itu sendiri disebabkan oleh adanya penekanan tali pusat, pelepasan plasenta yang premature, kontraksi berlebihan pada plasenta, atau anestesi berlebihan pada ibu seperti yang telah dijelaskan di atas.
Bayi memiliki derajat hipoksia yang masih dapat ditoleransi daripada orang dewasa. Bayi yang baru lahir dapat terus hidup meskipun selama 15 menit mengalami kegagalan bernafas setelah lahir, sementara itu pada orang dewasa bila terjadi kegagalan bernafas selama 4 menit sudah dapat timbulkan kematian. Namun perlu diperhatikan juga, bila dijumpai kasus bayi baru lahir terlambat bernafas lebih dari 8-10 menit seperti tersebut sering menimbulkan gangguan otak permanen yang sering disebut dengan ”cerebral palsy” (timbul lesi pada inti batang otak yang mempengaruhi penurunan banyak fungsi motorik stereotipe tubuh).
Sindroma gawat pernafasan
Penyebab sindrom gawat pernafasan ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, satu gambaran yang pasti adalah kegagalan menyekresi surfaktan dalam jumlah yang adekuat. Sel-sel yang menyekresi surfaktan (sel epitel alveolar tipe II) tidak mulai menyekresi surfaktan sampai 1-3 bulan terakhir kehamilan. Oleh karena itu mengakibatkan kecenderungan paru kolaps dan timbulnya edem paru.





KELAINAN PERKEMBANGAN FETUS DAN MATERNAL SELAMA MASA KEHAMILAN DAN PERSALINAN.

1.GEMELLI/KEHAMILAN GANDA
Definisi : proses fertilisasi yang menghasilkan lebih dari satu janin.
Kehamilan ganda atau gemelli dibagi 2 yaitu:
hamil ganda monozigotik (satu telur, identik): 1/3 dari seluruh kehamilan ganda.
hamil ganda dizigotik (dua telur,fraternal):2/3 dari seluruh kehamilan ganda.
Masalah pada kehamilan ganda :
partus prematurus, preeklamsia/eklamsia, anemia, malpresentasi, perdarahan pasca persalinan.
bila janin kedua tidak lahir spontan setelah 30 menit janin yang perama maka harus dilahirkan dengan tindakan obstetrik karena resikokehidupannya meningkat sejalan dengan waktu.

Penanganan umum
-konfirmasi diagnosis
-beri diet sesuai kebuuhan : kalori, protein, mineral, vitamin, zat besi dan asam lemak esensial.
Penegakan diagnosis
anamnesis
gejala dan tanda : riwayat turunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas, uterus cepat membesar(fundus uteri>4cm dari amenore), dan gerakan anak yang terlalu ramai.

pemeriksaan klinis : gejala2 dan tanda2.
Gejala dan tanda : besar uterus melebihi lamanya amenore
- uterus cepat membesar pada pemeriksaan ulangan
- px BB bertambah cepat tanpa oedem atau obesitas
- teraba 2 atau lebih balotemen
- teraba 3 bagian besar janin.
Pemeriksaan USG
- Kelihatan 2 bayangan janin dengan 1 atau lebih kantong amnion, diagnosis dengan USG bisa ditegakan mulai usia 10 minggu.
Pemeriksaan radiologi
- jarang dilakukan karena bahaya bagi janin
Diagnosis pasti
- teraba 2 kepala, 2 bokong, 1atau 2 punggung
- terdengar DJJ diempa yang berauhan dengan perbedaan 10 denyut permenit atau lebih
-
Diagnosis deferensial
- kehamilan tunggal dengan janin besar
- hidramnion
- mola hidatidosa
- kehamilan dengan tumor
PRINSIP PENANGANAN PERSALINAN GANDA
1. bayi 1
-cek presentasi :
- verteks à pertolongan spt persalinan normal dan monitoring dengan partograf
- presentasi bokong à sama spt bayi tunggal presentasi bokong
- pada kala II beri oksitosin 2,5IU dalam 500mldekstrose 5% atau ringer laktat/10 tetes/menit)
2. bayi II
- segera setalh bayi I : palpasi abdomen untuk liat bayi selanjutnya, bila letak lintang àversi luar, periksa DJJ
- pemeriksaan vaginal à prolaps funikuli, ketuban pecah atau intake, presentasi bayi.
- bila presentasi bayi verteks :
-kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual.
-Ketuban di pecah
- periksa DJJ
- bila tidak kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai his adekuat. 30 menit bayi belum lahir lakukan à vakum, forsep, seksio.
- bila presentasi bokong :
- pembukaan lengkap lakukan dengan pervaginam dengan syarat bayinya tidak lebih besar dari bayi pertama.
- tidak ada kontraksi sampai 10 menit, tetesan oksitosin diperkuat sampai his adekuat
- pecahkan ketuban
- periksa DJJ
-gawat janin àlakukan ekstraksi
- bila idak mungkin pervaginam à seksio



bila letak lintang :
- bila ketuban intak à versi luar
- versi luar gagal dan pembukaan lengkap à lakukan versi ekstraksi
- gagal à seksio
-
pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60tetes/menit atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak terakhir dan managemn kala 3.
KOMPLIKASI
Pada Ibu : anemia, abortu, PIH dan preeklamsia, hidramnion, kontraksi hipotonik, retensio plasnta, perdarahan pasca persalinan.
pada janin : plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta, partus prematurus, bayi kecil, mal presentasi, proaps tali pusat dan kelainan kongenital.


2. KEHAMILAN POST TERM
Definisi
Kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap.
Etiologi
Tidak timbulnya his akibat kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan kerentanan akan stress.
Manifestasi klinis
Janin jarang bergerak yaitu secara subjekif kurang dari 7 kali/20menit atau secara objektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
Tanda-tanda pada bayi :
- stadium I, kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh, dan mengelupas.
- Stadium II, seperti stadium I tapi disertai pewarnaan mekonium (kehijauan di kulit)
- Stadium III, stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan ali pusat.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
USG digunakan untuk menilai usia kehamilan, oligohiramnion, derajat maturitas plasenta.
KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi ( tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitoksin)
Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik>20%.

Penatalaksaan
Bila keadaan janin baik :
tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, bila hasilnya positif segera lakukan seksio sesarea.
induksi persalinan.

3. LETAK SUNGSANG
Definisi
Janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bawah cavum uteri. Urutan lahir bokong, bahu, kemudian kepala.
Etiologi
Multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidrmnion, hidrosefalus, anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri.

Diagnosis
Anamnesis : kehamilan terasa penuh dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibagian bawah.
Pemeriksaan luar : dibagian bawah uterus tidak teraba kepala, balotemen negatif, teraba kepala difundus uteri, denyut jantung janin ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.
Pemeriksaan dalam : setelah ketuban pecah teraba sakrum, kedua tuberositas iskii, dan anus. Bila teraba kecil bedakan antara kaki dan tangan.
Penatalaksaan
Versi luar dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu bila syaratnya terpenuhi
Bila persalinan masih letak sungsang, singkirkan indikasi untuk seksio sesarea, lahirkan janin dengan pearasat Bracht.
Bila bahu dan kepala tidak dapat dilahirkan dengan perasat Bracht lakukan manual aid atau di bantu cunam.

4. KETUBAN PECAH DINI
Definisi
Pecahnya selaput keuban sebelum ada tanda-tanda persalinan.
Etiologi
Belum di ketahui
Faktor predisposisi : infeksi genitalia, serviks inkompeten, gemeli, hidramnion,, kehamilan preterm, disproposi sefalopelvik.


Manifestasi klinis
1. keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3. janin mudah diraba
4. pada periksa dalam: selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
5. inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air keuban sudah kering.

Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan leukosit darah: > 15.000/ul bila terjadi infeksi.
· Tes lakmus merah berubah menadi biru
· Amniosentesis
· USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion kurang.

Komplikasi
Infeksi, partus preterm, prolaps tali pusat, distosia (partus kering).

Penatalaksanaan
Harus dirujuk ke rumah sakit, baik aterm, preterm dengan atau tanpa komplikasi.
Ketentuan dalam merujuk :
Janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat à diruuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya atau dengan posisi bersujud, bila perlu kepala janin di dorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin, tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik.
Bila ada demam aau keuban pecah lebih dari 6 am berikan antibiotik penisilin prokain 1,2juta IU intramuskular dan ampisilin 1 gr peroral, bila alergi di ganti eritromisin.

5. RUPTUR UTERINA
Definisi
Robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium.
Penyebab ruptur uterina :
Disproporsi janin dan panggul, partus macet atau raumatik.
Masalah yang muncul pada kasus ruptur uterina :
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus ini.
konservasi pada fungsi reproduksi.
resiko ruptura uterina ulangan.
Penilaian klinik
ruptura uterina pada uterus normal
partus macet merupakan penyebab utama.
Diawali oleh lingkaran konstriksi (bald”s ring) hingga umbilikus aau diatasnya kemudian diikuti dengan nyeri perut bawah hebat, hilangnya kontraksinya bentuk normal uterus gravidus, perdarahan pervaginam dan syok.
ruptura pada uterus bekas seksio cesárea.
pada cara klasik : rupture terjadi sebelum atau pada fase laten persalinan.
Pada insisi transversal SBR, umumnya terjadi pada fase eaktif atau kala II
Gejala nyeri yang khas, sering kali sulit dikenali terutama apabila terjadi ruptura uteri inkomplit. Perdarahan hanya sedikit bertambah dari normal dan anin menunjukan bradikardi.

PENANGANAN
berikan segera cairan isotonik (ringer laktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi.
lakukan laparotomi untuk melahirkan anak dan plasenta. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit ruukan.
bila konservasi uterus masih di perlukan dan kondisi aringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus.
bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan, lakukan histerektomi.
lakukan bilasan peritoneal dan pasang drainage dari kavum abdomen.
antibiotika dan serum anti tetanus. Bila ada tanda2 infeksi (demam, menggigil, darah bercampur cairan ketuban berbau, hasil apusan taua biakan darah) segera berikan anti biotika spektrum luas.


6. Kategori dan Gambaran Klinis Abortus
1. Abortus Iminen
Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak
Uterus sesuai dengan umur kehamilan
Servile belum membuka
Test hamil : positif
USG : Produk kehamilan dalam betas normal

2. Abortus Insipien
­Perdarahan dengan gumpalan darah
Nyeri lebih kuat
Servile terbuka den teraba ketuban
Hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri

3. Abortus Inkomplit
­ Perdarahan hebat sering menyebabkan syok
Perdarahan disease gumpalan darah den jaringan konsepsi
Servile terbuka
Sebagian basil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri

4. Abortus Kompiit
­ Perdarahan den nyeri minimal
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan
Ukuran uterus dalam bates normal
Servik tertutup

5. Missed Abortion
­ Perdarahan minimal
Sering didahului oleh tanda abortus iminen yang kemudian menghilang spontan/setelah tempi
Tanda den gejala laumil menghilang
USG : Hasil konsepsi masih dalam uterus namun tak ada tanda kelangsungan hidupnya

6. Abortus Inteksi/septik
­ Abortus yang disertai infeksi den dapat berlanjut dengan abortus septik


Diagnosis Banding Perdarahan trimester I
1. Abortus
2. Mola hidatidosa
3. Kelainan lokal pada vagina/servik :
­ Varises
Perlukaan
Karsinoma
Erosi
Polip
4. Kehamilan ektopik terganggu
5. Menstruasi & hamil normal kelangsungan hidup hasil konsepsi

7. KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini (KPD), yaitu suatu keadaan saat kehamilan dimana terjadi keluarnya cairan ketuban sebelum memasuki masa persalinan. Keadaan ini dapat beresiko menimbulkan infeksi pada janin maupun terjadi kelahiran yang prematur. Resiko ini dapat dikurangi bila ibu mengkonsumsi suplemen vitamin C pada saat memasuki usia separuh masa kehamilan.
Kesimpulan ini merupakan hasil penelitian dari National Institute of Perinatology di Meksiko City, pada 120 wanita hamil yang secara acak diberikan 100 mg vitamin C, pada saat kehamilan memasuki usia 20 minggu.
Vitamin C telah diketahui berperan penting dalam mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang menyelimuti janin dan cairan ketuban. Walaupun penelitian sebelumnya telah menghubungkan kadar yang rendah dari vitamin C pada ibu dengan meningkatnya resiko terjadinya pecahnya membran secara dini atau yang disebut dengan ketuban pecah dini ("premature rupture of membranes", PROM), tapi penelitian itu tidak menjelaskan tentang penggunaan suplemen vitamin C dalam menurunkan risiko terjadinya KPD.
Untuk itu, penelitian di Meksiko ini dilakukan. Dari hasil pemberian suplemen vitamin C yang dimulai pada saat usia kehamilan 20 minggu, menunjukkan peningkatan dari kadar vitamin C dalam darah dibanding dengan kelompok kontrol (tidak diberikan suplemen vitamin C).
Dan peningkatan ini berhubungan juga dengan menurunnya resiko untuk mengalami KPD. Pada kelompok kontrol, terjadi KPD pada 14 dari 57 kehamilan (25%), sedang pada kelompok ibu yang diberikan vitamin C, terjadi penurunan KPD, yaitu hanya terjadi pada 4 dari 52 kehamilan (8%).
Pada kasus seluruh kelahiran prematur, 40% lebih disebabkan karena KPD. Mungkin dengan pemberian suplemen Vitamin C dapat membantu para ibu mencegah terjadinya ketuban pecah dini, sehingga kehamilan dapat dipertahankan hingga tiba masa persalinan.

8. KEHAMILAN SUNGSANG
Kehamilan sungsang atau posisi sungsang adalah posisi dimana bayi di dalam rahim berada dengan kepala di atas sehingga pada saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi yang akan keluar terlebih dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal. Kehamilan sungsang didiagnosis melalui bantuan ultrasonografi (USG).
Kehamilan sungsang dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain kelahiran kembar, cairan amniotik yang berlebihan, hidrosefalus, anencefaly, ari-ari yang pendek dan kelainan rahim.
Sekitar 3-4% bayi berada dalam posisi ini ketika lahir. Dalam persalinan prematur, kemungkinan bayi berada dalam posisi sungsang lebih tinggi. Pada umur kehamilan 28 minggu, kemungkinan bayi berada dalam posisi sungsang adalah 25%. Angka tersebut akan turun seiring dengan umur kehamilan mendekati 40 minggu.
Karena resiko persalinan normal pada bayi dengan posisi sungsang lebih tinggi dibandingkan bayi dengan posisi normal, maka umumnya persalinan akan dilakukan dengan bedah caesar.
Sungsang karena…
Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak. Ketika menginjak usia 28-34 minggu kehamilan, berat janin makin membesar, sehingga tidak bebas lagi bergerak. Pada usia tersebut, umumnya janin sudah menetap pada satu posisi. Kalau posisinya salah, maka disebut sungsang.
Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan beberapa anak sebelumnya, sehingga rahim sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya.
Hamil kembar. Adanya lebih dari satu janin dalam rahim menyebabkan terjadinya perebutan tempat. Setiap janin berusaha mencari tempat yang nyaman, sehingga ada kemungkinan bagian tubuh yang lebih besar (yakni bokong janin) berada di bagian bawah rahim.
Hidramnion (kembar air). Volume air ketuban yang melebihi normal menyebabkan janin lebih leluasa bergerak walau sudah memasuki trimester ketiga.
Hidrosefalus. Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairan (hidrosefalus) membuat janin mencari tempat yang lebih luas, yakni di bagian atas rahim.
Plasenta previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan dalam rahim. Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang lebih luas yakni di bagian atas rahim.
Panggul sempit. Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya menjadi sungsang.
Kelainan bawaan. Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya, maka janin cenderung mengubah posisinya menjadi sungsang.

Cara Mendeteksi Sungsang,,,
Melakukan perabaan perut bagian luar. Cara ini dilakukan oleh dokter atau bidan. Janin akan diduga sungsang bila bagian yang paling keras dan besar berada di kutub atas perut. Perlu diketahui bahwa kepala merupakan bagian terbesar dan terkeras dari janin.
Melalui pemeriksaan bagian dalam menggunakan jari. Cara ini pun hanya bisa dilakukan oleh dokter atau bidan. Bila di bagian panggul ibu lunak dan bagian atas keras, berarti bayinya sungsang.
Cara lain adalah dengan ultrasonografi (USG).

Tindakan apa yang harus dilakukan?
Selain upaya yang dilakukan dokter, maka Andapun bisa mengupayakan sendiri agar janin kembali ke posisi semula.
Anda dianjurkan untuk melakukan posisi bersujud (knee chest position), dengan posisi perut seakan-akan menggantung ke bawah. Cara ini harus rutin dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali, misalnya pagi dan sore. Masing-masing selama 10 menit. Bila posisi ini dilakukan dengan baik dan teratur, kemungkinan besar bayi yang sungsang dapat kembali ke posisi normal. Kemungkinan janin akan kembali ke posisi normal, berkisar sekitar 92 persen. Dan posisi bersujud ini tidak berbahaya karena secara alamiah memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi normal.
2. Usaha lain yang dapat dilakukan oleh dokter adalah mengubah letak janin sungsang menjadi normal dengan cara externalcephalic versin/ECV. Metode ini adalah mengubah posisi janin dari luar tubuh sang ibu. Cara ini dilakukan saat kandungan mulai memasuki usia 34 minggu. Sayangnya, cara ini menimbulkan rasa sakit bahkan kematian janin, akibat kekurangan suplai oksigen ke otaknya.

Yang terjadi pada saat persalinan,,
Posisi janin sungsang tentunya dapat memengaruhi proses persalinan. Proses persalinan yang salah, jelas menimbulkan risiko, seperti janin mengalami pundak patah atau saraf di bagian pundak tertarik (akibat salah posisi saat menarik bagian tangannya ke luar), perdarahan otak (akibat kepalanya terjepit dalam waktu yang lama), patah paha (akibat salah saat menarik paha ke luar), dan lain-lain. Untuk itu biasanya dokter menggunakan partograf, alat untuk memantau kemajuan persalinan. Jika persalinan dinilai berjalan lambat, maka harus segera dilakukan operasi bedah sesar.
Saat mendekati masa kelahiran, sekitar minggu ke-37, janin biasanya berputar hingga posisi kepala berada di bawah dan siap memasuki jalan lahir. Namun, adakalanya janin mengalami sungsang. Kepalanya di atas atau satu kakinya berada di liang vagina.
Bayi makin tumbuh dan bertambah besar hingga beberapa minggu menjelang kelahiran. Biasanya antara kehamilan minggu ke-32 dan 34, kepala bayi bisa diraba pada bagian bawah perut di bawah pusar. Beberapa bagian tubuh bayi dapat dirasakan sebelum saat ini. Tetapi kepala bayi mungkin belum cukup keras sehingga tidak teraba. Secara bertahap, kepala bayi menjadi lebih keras bersamaan dengan terkumpulnya kalsium pada tengkorak janin.
Posisi janin dapat berubah-ubah beberapa kali selama kehamilan. Pada kehamilan minggu ke-34 sampai 36, bayi biasanya masuk ke dalam posisi tetap, yaitu kepala berada di bawah dan siap masuk ke panggul. Namun ada kondisi lain, bukan kepalanya yang masuk ke panggul; tapi pantat atau tungkai bayi yang lebih dahulu masuk ke dalam panggul. Kondisi ini disebut posisi sungsang.
Jika kehamilan masuk pada usia minggu ke-37, dan bayi belum juga mau beiputar dengan kepala ke bawah, maka perlu segera dilakukan tindakan. Apalagi jika tanda-tanda kelahiran sudah mulai tampak. Posisi sungsang masih dianggap normal, jika terjadi pada kehamilan awal. Namun, jika masa akhir kehamilan posisi bayi tetap tidak mau berubah, maka dokter akan segera melakukan tindakan, apalagi jika ketuban sudah pecah.
Mengapa Sungsang?
Posisi sungsang termasuk posisi yang tidak lazim. Ada faktor-faktor tertentu yang dapat menyebabkan bayi sungsang. Salah satunya adalah prematuritas bayi. Mendekati trimester kedua, bayi memang lazim berada pada posisi sungsang. Biasanya dokter akan menganjurkan agar Anda merawat diri, dengan olahraga teratur dan lain sebagainya, agar bayi mengalami kesempatan untuk mengubah posisinya.
Faktor lain penyebab sungsang adalah mengendurnya rahim karena kehamilan-kehamilan sebelumnya. Janin multipel, poilihidramnios, hidrosefalus dan ketidaknormalan rahim atau tumor dapat meningkatkan kemungkinan posisi sungsang.
Posisi sungsang pun ada beberapa macam, di antaranya adalah sungsang nyata. Ini terjadi jika tungkai bagian bawah terlipat ke arah pinggul sedangkan lutut lurus. Ini merupakan jenis sungsang yang umum dijumpai pada saat kelahiran atau menjelang akhir kehamilan. Kaki bayi ke atas di samping wajah atau kepala. Sedangkan sungsang lengkap adalah salah satu atau kedua lutut terlipat tidak lurus. Pada sungsang tidak lengkap, salah satu kaki atau lutut masuk ke dalam jalan lahir mendahului bagian tubuh lainnya.
Kedua macam posisi sungsang ini akan jelas terlihat dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Dengan pemeriksaan USG ini pula, dokter akan dapat memastikan upaya dalam membantu persalinan. Sebab bayi dengan posisi sungsang lebih berbahaya dibanding dengan bayi yang lahir dalam posisi yang semestinya. Karena kepala belum tertekan melalui saluran kehamilan, maka bagian atas kepala yang lebih besar dari bagian bawahnya akan lebih sukar untuk dikeluarkan. Kecuali jika daya tampung pelvis memungkinkan.
Karena bagian kaki bayi lebih dekat dengan tali pusat, bila dibandingkan dengan kepalanya, maka ada kemungkinan besar tall pusat itu akan melingkari sang bayi secara tak langsung dan menuju vagina. Bila ini terjadi mungkin kebutuhan oksigen bayi akan tersendat-sendat. Waktu bersalinnya sendiri tidak akan jadi rumit kalau ukuran pelvis sudah memadai.
Memang menurut tradisi kehamilan, sungsang dapat diperbaiki dengan cara sering nungging atau sujud dan lain sebagainya. Namun, adakalanya upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Sungsang masih dapat kembali normal jika usia kehamilan masih tergolong muda. Kemungkinan untuk terjadi sungsang kembali juga masih ada, karena secara proposional jumlah cairan dengan tubuh janin masih lebih besar.
Jika sungsang terjadi hingga akhir kehamilan, apalagi hingga menimbulkan keluhan pada si ibu, maka sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter yang biasa merawat Anda: Kehamilan tetap dapat dipertahankan apabila reposisi tidak menimbulkan keluhan atau beban bagi si ibu. Tetapi bila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka kehamilan harus segera diakhiri de-ngari jalan operasi. Pada kasus sungsang yang . menetap, maka kelahiran tidak bisa secara alamiah karena sulit untuk mengeluarkan bayi dan pilihannya adalah operasi caesar.
Bedah cesar dilakukan bila posisi kaki atau pantat si bayi muncul terlebih dahulu. Mengeluarkan bahu dan kepala setelah badan bayi, dapat menyebabkan kerusakan pada kepala atau leher si bayi. Bedah cesar merupakan metode paling aman untuk mengeluarkan janin dengan posisi sungsang ini.



Agar Bayi Tidak Sungsang
Pastikan bahwa saat hamil, Anda dalam kondisi tubuh yang sehat.
Periksalah kehamilan nda secara rutin ke dokter kandungan, termasuk melakukan USG setiap masa kehamilan.
Upayakan agar nutrisi Anda selama hamil terpenuhi dengan baik. Makanlah makanan dengan gizi yang seimbang. Jika perlu konsumsi susu, vitamin atau suplemen bagi kehamilan.
Ada baiknya melakukan senam kehamilan, karena gerakan-gerakan tubuh tertetu dapat membantu berputarnya letak posisi janin.
Berdoalah, karena dengan berdoa Anda akan melewati kehamilan dengan sehat dan senang hati.
Jika Bayi Sungsang
Jika waktu melahirkan Anda anggap lama, maka upayakan dengan gerakan-gerakan tertentu agar bayi Anda berubah posisi.
Jika waktu melahirkan Anda telah dekat, segera setelah mengetahui bayi Anda dalam posisi sungsang, maka bicarakanlah hal itu pada dokter Anda. Ketika masuk rumah sakit beritahu petugas paramedis atau perawat bahwa kondisi bayi Anda dalam posisi sungsang.
Jika dalam kondisi ini dokter menyarankan untuk bedah cesar, jangan menunda lagi dan berharap untuk melahirkan secara normal. Menunda waktu persalinan, bukan saja berbahaya bagi janin, tapi juga berbahaya bagi Anda sendiri.

9. PERDARAHAN ANTE PARTUM
Selama fase aktif persalinan sering timbul sedikit perdarahan, yang dikenal dengan 'bloody show'. Hal ini disebabkan oleh pendataran dan dilatasi serviks yang menyebabkan robeknya vena-vena kecil. Perdarahan dari tempat di atas servik sebelum melahirkan merupakan hal yang mengkhawatirkan. Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya sebagian plasenta yang melekat dekat kanalis servikalis – Plasenta previa. Perdarahan juga dapat berasal dari robeknya plasenta dari tempat lain dalam rongga uterus – Solusio plasenta. Walaupun jarang perdarahan dapat juga terjadi akibat insersi velamentosa tali pusat disertai rupture dan perdarahan dari pembuluh darah janin.

10. PLASENTA PREVIA
Definisi. Pada plasenta previa, plasenta terletak menutupi atau sangat dekat dengan os interna.
Klasifikasi
Diketahui terdapat empat derajat kelainan ini :
1. Plasenta previa totalis. Os interna servik seluruhnya tertutup oleh plasenta
2. Plasenta previa parsialis. Sebagian os interna tertutup oleh plasenta
3. Plasenta previa marginalis
4. Plasenta letak rendah. Plasenta tertanam di segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi plasenta tidak mencapai os interna tetapi sangat dekat dengannya.
Keadaan lain adalah vasa previa, suatu keadaan dimana pembuluh-pembuluh janin berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di os interna.
Insiden
Plasenta previa terjadi kira-kira pada 1 dari 200 persalinan (0,5 %). Suatu analisis dari National Hospital Discharge Survey dari tahun 1979 sampai 1987 menemukan bahwa plasenta previa menjadi penyulit pada 0,5 %.Di Prentice's Women Hospital, Frederiksen melporkan angka 0,55 % . Di Indonesia sendiri, di RSCM antara tahun 1971-1975 terdapat kira-kira 1 diantara 125 persalinan.

Etiologi
1. Usia ibu. Usia ibu yang lanjut meningkatkan resiko plasenta previa. Insiden meningkat secara bermakna di setiap kelompok usia
2. Multiparitas
Babinski dkk (1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa adalah 2,2 % dan meningkat drastis dibandingkan wanita dengan para yang rendah
3. Riwayat seksio sesaria
4. Kebiasaan merokok
5. Defek vaskularisasi desidua
Gambaran klinis
Perdarahan pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua. Perdarahan awal jarang berat, biasanya berhenti spontan kemudian bisa kambuh. Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak diatas os interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembentukan os interna akan menyebabkan robeknya plasenta pada tempat perlekatannya
Perdarahan diperparah oleh ketidak mampuan serat miometrium disegmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh yang robek. Pada plasenta previa tidak terdapat bukti koagulopati, mungkin tromboplastin yaitu pemicu koagulasi intravascular yang sering terjadi pada solusio plasenta segera keluar melalui kanalis services dan tidak dipaksa masuk ke dalam sirkulasi ibu.
Diagnosis
1. Perdarahan pada paruh terakhir kehamilan
2. Jarang dapat dipastikan dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan dalam (VT) hanya boleh dilakukan diatas meja operasi (double set up) untuk meraba plasenta, sehingga bila terjadi perdarahan karena maneuver ini operator sudah siap dengan tindakan
3. Pemeriksaan dalam (VT) sekarang sudah tergantikan oleh USG.
Penatalaksanaan
Wanita dengan plasenta previa dapat dibagi sebagai berikut :
1. Mereka yang janinnya preterm tetapi belum ada indikasi untuk pelahiran
2. Mereka yang janinnya sudah cukup matur
3. Mereka yang sudah in partu
4. Mereka yang perdarahannya sedemikian parah sehingga janinnya harus dilahirkan walaupun masih imatur
Penatalaksanaan pada janin premature tetapi tanpa perdarahan aktif adalah pengawasan ketat. Seksio sesaria diperlukan pada hampir semua kasus plasenta previa. Apabila plasenta previa dipersulit oleh adanya plasenta akreta sehingga cara-cara konservatif untuk mengendalikan perdarahan dari tempat perlekatan plsenta tidak berhasil, diperlukan metode hemostasis yang lain. Penjahitan tempat implantasi dengan benang kromik 0 mungkin dapat menghentikan perdarahan. Pada sebagian kasus diperlukan ligasi bilateral arteri uterine. Bagi wanita yang palsentanya tertanam dianterior di bekas incise seksio sesaria, maka kemungkinan plasenta akreta dan perlunya histerektomi meningkat.
Prognosis
Telah terjadi penurunan yang mencolok angka kematian ibu akibat plasenta previa, suatu kecenderungan yang dimulai pada tahun 1927 saat Bill menyarankan transfuse yang memadai dan seksio sesaria. Walaupun separuh wanita memiliki kehamilan mendekati aterm saat perdarahan pertama kali terjadi, persalinan premature masih menimbulkan masalah besar bagi sisanya, karena tidak semua wanita dengan plasenta previa dan janin premature dapat menjalani penatalaksanaan menunggu
11. SOLUSIO PLASENTA
Definisi. Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.
Frekuensi dan Kemaknaan
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan. Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Etiologi
Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa kondisi terkait
Ris Relatif
Faktor Risiko (%)

Bertambahnya usia dan paritas NA
Preeklamsia 2.1-4.0
Hipertensi kronik 1.8-3.0
Ketuban pecah dini 2.4-3.0
Merokok 1.4-1.9
Trombofilia NA
Pemakaian kokain NA
Riwayat solusio 10-25
Leiomioma uterus NA
NA = tid ak tersedia
Dikutip dari Cunningham dan Hollier (1997); data risiko dari Ananth dkk. (1999a, 1999b) dan Kramer dkk. (1997).

Patologi
Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala klinis.
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.
Gambaran Klinis
Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam warna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Tetapi bagian-bagian janin masih teraba

Solutio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah atau ginjal.
Solutio plasenta berat
Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba, ibu syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal.

Diagnosa
Kehamilan yang lebih dari 22 minggu yang disertai dengan gejala-gejala
▪ Sakit perut terus menerus
▪ Nyeri tekan pada uterus
▪ Uterus tegang terus menerus
▪ Perdarahan pervaginam
▪ Syok
▪ BJA tidak terdengar
▪ Palpasi janin sukar karena rahin keras
▪ Fundus uteri makin lama makin naik
▪ VT ketuban tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)

Komplikasi
 Perdarahan
Tipe perdarahan :
- Perdarahan keluar
- Perdarahan tersembunyi
- Perdarahan keluar dan tersembunyi
 Kelainan pembekuan darah
Terjadi 10 % pada solusio plasenta dengan hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen normal wanita hamil adalah berkisar antara 300 – 700 mg %. Apabila kadar fibrinogen < 100 mg % maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
 Koagulopati konsumtif
Mekanisme utama yang hampir pasti berperan adalah induksi koagulasi intravaskular.
 Gagal ginjal
Ganguan serius pada perfusi ginjal adalah konsekuensi perdarahan massif. Terapi perdarahan secara dini dan agresif dengan darah dan kristaloid sering dapat mencegah disfungsi ginjal secara klinis.
 Uterus Couvelair
Mungkin terjadi ektravasasi luas darah kedalam otot uterus dn dibawah lapisan serosa otot uterus. Efusi darah semacam ini kadang juga ditemukan di bawah serosa tuba, jaringan ikat ligamentum latum serta bebas di rongga peritoneum. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu kontraksi uterus dan bukan merupakan indikasi histerektomi.

 Syok
Syok pada solusio plasenta tidak sebanding dengan jumlah perdarahannya. Diperkirakan bahwa tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk ke sirkulasi ibu dan memicu koagulasi intravascular serta gambaran lain sindrom emboli cairan amnion termasuk hipotensi.

Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

12. ATONIA UTERI
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normalpun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

13. PERDARAHAN POST PARTUM
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Pembagian perdarahan post partum :
1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
selama 24 jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
Etiologi perdarahan post partum :
1. Atoni uteri.
2. Sisa plasenta dan selaput ketuban.
3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.

Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :
- Umur
- Paritas
- Partus lama dan partus terlantar.
- Obstetri operatif dan narkosa.
- Uterus terlalu regang dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin
besar.
- Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta.
- Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Cara membuat diagnosis perdarahan post partum :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
- Sisa plasenta dan ketuban.
- Robekan rahim.
- Plasenta suksenturiata.
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test
(COT), dan lain-lain.

Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).
Penanganan Perdarahan Post Partum
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum, mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
Cara mengobati perdarahan kala uri :
- Memberikan oksitosin.
- Mengeluarkan plasenta menurut cara Credee (1-2 kali).
- Mengeluarkan plasenta dengan tangan.
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan bila :
- Menyangka akan terjadi perdarahan post ppartum.
- Perdarahan banyak (lebih 500 cc).
- Retensio plasenta.
- Melakukan tindakan obstetri dalam narkossa.
- Riwayat perdarahan post partum pada perssalinan yang lalu.

Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya perdarahan dan derajat atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan
uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
2. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
- Perasat (manuver) Zangemeister.
- Perasat (manuver) Fritch.
- Kompresi bimanual.
- Kompresi aorta.
- Tamponade utero-vaginal.
- Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
3. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.

Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.

Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.

Manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan
lahir (uterus) dan membawa infeksi.

Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang
dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
3. Patulous kanalis servikalis.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Diagnosis dan gejala klinis inversio uteri :
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan
sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
- Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
tumor lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan inversio uteri :
1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong
rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam
menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
2. Bila telah terjadi maka terapinya :
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki
keadaan umum.
- Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.
- Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal
(operasi Haultein) atau per vaginam (operasi menurut Spinelli).
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu
dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

15. OBSTETRI DENGAN KOMPLIKASI
I. Penyakit Jantung
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik dan anatomic pada berbagai system organ yang berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perobahan hormonal didalam tubuhnya, Perobahan yang terjadi dapat mencakup system gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan saraf Perobahan yang terjadi pada satu system dapat saling memberi pengaruh pada system lainnya dan dalam menanggulangi kelainan yang terjadi harus mempertimbangkan perobahan yang terjadi pada masing-masing system, Perobahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolic yang disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan rahim.
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.
Dahulu penyakit jantung pada wanita dengan kehamilan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas. Dengan kemajuan diagnostik, pengobatan medik dan surgical dalam penatalaksanaan penyakit jantung, secara nyata telah menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita penyakit jantung. Tindakan surgical pada penderita penyakit jantung semasa kanak-kanak menyebabkan sebagian besar wanita berpenyakit jantung dapat mengalami kehamilan dan melahirkan. Meskipun demikian beberapa hal yang dihadapi wanita berpenyakit jantung yang mengalami kehamilan masih menjadi masalah, karena dapat mengancam jiwa si ibu dan mempengaruhi keadaan janin. Pada tabel dibawah ini ditunjukkan beberapa masalah pada wanita hamil dengan penyakit jantung.
Sindroma Cardiac output Rendah
Cardiac output yang rendah merupakan suatu tanda yang tidak menyenangkan pada setiap penderita, terutama pada wanita hamil. Keadaan ini akan menimbulkan tanda-tanda perfusi yang jelek seperti gangguan mental, konstriksi vaskuler perifer, urine output yang berkurang dan tekanan darah yang rendah. Walaupun keadaan ini dapat diobati tetapi penyakit lain seperti tamponade jantung, atau stenosis katup yang berat mesti dipertimbangkan, karena akan menimbulkan berkurangnya volume intravaskuler. Bila memungkin sindroma cardiac output yang rendah mesti dicegah dan harus dikoreksi bila diketahui. Pada setiap wanita hamil berkurangnya volume intravaskuler merupakan hal yang sangat berbahaya pada lesi jantung yang membatasi aliran darah seperti hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal atau aorta, kardiomiopati hipertropik, atau stenosis mitral. Tindakan atau sikap yang perlu dilakukan untuk mencegah atau mengobati penurunan volume darah sentral dapat dilihat pada tabel 4 dibawah.
Gagal Jantung kongestif
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada masa kehamilan tidak banyak berbeda dengan keadaan gagal jantung lainnya. Masukan garam mesti dikurangi dan aktifitas fisik dibatasi sampai dibawah tingkatan yang menimbulkan gejala gagal jantung. Pada wanita dengan gejala gagal jantung yang signifikan atau edema paru, terapi standard dapat digunakan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat digunakan pada wanita dengan kehamilan . Penggunaan obat ACE inhibitor mesti dihindarkan. Gagal jantung kongestif pads kehamilan adalah suatu keadaan dimana posisi supinasi sangat bermanfaat karena akan mengurangi beban preload dengan obstruksi aliran darah dari vena cava inferior.
Komplikasi tromboemboli
Resiko untuk mendapat tromboemboli vena meningkat lima kali lipat semasa dan segera setelah kehamilan dan juga terdapat perdebatan peningkatan dalam tromboemboli arteri. Kedua hal diatas bisa akibat status hiperkoagulasi wanita yang meningkat semasa kehamilan, dan kemungkinan untuk terjadinya trombosis vena meningkat karena stasis vena. Pencegahan merupakan hal yang paling baik dan dapat dilakukan dengan pemberian heparin dosis penuh atau heparin berat molekul rendah, terutama pada wanita dengan resiko tinggi komplikasi tromboemboli, termasuk wanita dengan riwayat tromboemboli semasa kehamilan sebelumnya (resiko 4-15 persen), defisiensi antitrombin III (resiko 70 persen), defisiensi protein C (resiko 33 persen), defisiensi protein S dan sindroma anti cardiolipin antibodi. Mutasi gen protrombin dan mutasi factor V mengakibatkan resistensi mengaktifasi protein C (didapati 3 - 5 persen pada populasi) yang akhirnya bisa menjadi alasan untuk terapi profilaksis. Jika trombus stall emboli diketahui, dianjurkan untuk memberikan terapi heparin intravena selama 5-10 hari dan diikuti heparin subkutan dosis penuh. Jika tromboemboli mengancam kehidupan (seperti pada emboli paru yang massif atau trombosis pada katup protese) terapi trombolitik dapat digunakan.
Hipertensi
Hipertensi bisa didapati sebelum kehamilan (1-5 persen) dan menetap semasa kehamilan atau dapat terjadi dengan kehamilan. Bila wanita normotensi mengalami kehamilan, maka hipertensi dapat terjadi sebesar 5-7 persen. Karena sistemik vascular resisted yang menurun pada awal kehamilan, maka hipertensi ini sering tidak didapati hingga pertengahan kedua kehamilan. Keadaan ini disebut dengan pregnancy-induced atau gestational hypertension atau toxemia. Bila disertai dengan proteinuria, edema kaki, iritabilitas SSP, peningkatan enzim hati, gangguan koagulasi, maka sindroma hipertensi ini disebut preeklamsi. Jika disertai konvulsi maka disebut eklamsi. Tidak jelas apakah hipertensi sendiri menempatkan ibu atau janin mempunyai resiko selama kehamilan, tetapi preklamsi jelas akan meningkatkan resiko pada ibu (kira-kira 1-2 persen perobahan perdarahan SSP, konvulsi atau penyakit sistemik berat lainnya) dan retardasi perkembangan janin (10-15 persen). Morbiditas dan mortalitas ibu dan janin meningkat dengan berlanjutnya eklampsi.
Panduan untuk mengatur tekanan darah pada wanita dengan kehamilan belum ditetapkan dengan sempurna. Hingga saat ini masih didapati perbedaan pendapat dalam memelihara tekanan darah pada wanita dengan kehamilan dan dianjurkan tekanan darah sistolik dibawah 160 mm Hg dan tekanan darah diastolic dibawah 100 mm Hg. Angka ini merupakan batas keselamatan dalam menghadapi episode hipertensi berat dan untuk meningkatkan survival janin. Terapi non farmakologi bila memungkinkan lebih disukai, walaupun tidak jelas hasilnya. Meskipun bed rest yang ketat dapat menurunkan tekanan darah, tetapi umumnya keadaan ini tidak direkomendasikan. Membatasi aktifitas fisik dan mengurangi stress selalu dianjurkan. Membatasi masukan garam tidak dianjurkan, kecuali pada penderita yang jelas diketahui sebelumnya mempunyai hipertensi sensitive terhadap garam (salt-sensitive hypertension), karena wanita hamil dengan hipertensi mempunyai volume plasma yang lebih rendah dibanding wanita dengan normotensi. Jika diperlukan pengobatan farmakologik, methyldopa menjadi menjadi pilihan. Sebaliknya penggunaan antihipertensi tidak selalu menunjukkan meningkatkan survival pada janin dan menghasilkan anak dengan mental dan perkembangan fisik yang normal. Penggunaan obat-obat anti hipertensi lain akan mempunyai hasil yang sama, tetapi belum diteliti dengan sempurna. Termasuk terapi awal dengan beta bloker β1 selektif atau diuretic. Calcium channel blocker terbukti telah efektif dan penggunaan ACE inhibitor tidak boleh digunakan dan keamanan penggunaan angiotensin II blocking agent belum diketahui.
Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal baik itu primer atau sekunder karena pirau kiri-kanan yang berlangsung lama (Sindroma Eisenmenger), salah-guna obat, sindroma penyakit vascular primer (primary vascular disease) atau emboli paru berulang- akan menyebabkan mortalitas sekitar 30 - 70 persen. Bila ibu selamat, angka kematian janin lebih dari 40%. Kematian ibu dapat terjadi setiap saat semasa kehamilan, saat melahirkan dan dalam minggu pertama post pactum merupakan masa yang sangat rawan. Jika hipertensi pulmonal diketahui pada awal kehamilan, penghentian kehamilan sangat dianjurkan. Bila ibu menolak untuk hal tersebut, atau hipertensi pulmonal diketahui pada kehamilan yang lanjut maka diperlukan follow up yang ketal. Deplesi volume intravaskular akan menempatkan pasien pada resiko yang tinggi. Resistensi vascular sistemik dan tekanan darah mesti dijaga pada penderita hipertensi pulmonal dengan pirau kanan-kiri. Perhatian yang ketat harus dilakukan untuk menghindarkan trombus atau emboli udara yang berasal dari kateter intravena yang dapat menimbulkan emboli sistemik. Pada saat melahirkan, vena sentral pertu dipasang untuk memantau pemberian cairan yang adekuat, dan kateter arteri pertu dipasang untuk memantau tekanan darah dan saturasi oksigen.
Aritmia
Pada wanita dengan kehamilan yang disertai rasa pusing, palpitasi dan sakit kepala ringan, aritmia mesti dipertimbangkan sebagai penyebabnya. Tata cara pengobatan aritmia pada wanita dengan kehamilan sama dengan wanita yang tidak hamil dengan kemungkinan pengecualian bahwa aritmia dapat menyebabkan ketidak stabilan hemodinamik dan mesti segera mendapat pengobatan dan agresif karena pengalihan aliran darah pada aritmia dapat menjauhi rahim. Jika kemungkinan penyebab reversible diketahui maka mesti segera dikoreksi. Jika diperlukan pengobatan maka diperlukan pemeriksaan elektrokardiografi untuk mencatat irama jantung.
Takiaritmia sering didapati semasa kehamilan dan juga pada keadaan lainnya. Didapatinya atrial atau ventricular premature beat, atau sinus takikardia, mesti dicari dan dikoreksi penyebabnya, dan bukan alasan untuk memulai pengobatan spesifik.
Paroksismal supraventrikular takikardia agak sering terjadi semasa kehamilan dibanding tanpa masa kehamilan, dapat disebabkan mekanisme AV node reentry ("dual AV node mechanism") atau atrial ventricular reentry ("accessory pathway mechanism"). Paroksismal supraventricular tachycardia merupakan irama abnormal yang paling sering didapati pada masa kehamilan dan pengobatan awal dengan vagal maneuvers cukup tepat pada waktu lain. Jika diperlukan terapi medik pemberian adenosine intravena atau verapamil cukup efektif. Kardioversi dapat dilakukan jika diperlukan, tetapi harus diingat "kardioversi tidak pernah dilakukan pada penderita sadar" dan hanya dilakukan semasa kehamilan pada keadaan lainnya. Jika episode tersebut berulang dipertukan pengobatan hari demi hari dan verapamil atau obat penyekat beta adalah pilihan optimal. Digoksin juga efektif, walaupun mesti dihindarkan jika pasien mempunyai preeksitasi. Penatalaksanaan atrial fibrilasi dan atrial fluter juga seperti pada wanita tanpa kehamilan. Jika kelainan irama ini terdapat pada wanita dengan stenosis mitral, disfungsi ventrikel kiri yang berat atau riwayat tromboemboli sebelumnya, maka terapi anti trombotik dengan heparin diindikasikan.
Ventrikular takikardi dapat terjadi semasa kehamilan. Jika menyokong suatu takikardia right ventricular outflow tract (left bundle branch block dengan morfologi aksis vertical) obat penyekat beta barangkali efektif. Jika takikardia fasikularventrikular (selalu dengan right bundle branch block dan left axis deviasi), verapamil atau diltiazem barangkali efektif. Penatalaksanaan emergensi rapid ventricular tachycardia atau ventricular fibrillasi direkomendasikan seperti juga pada wanita tanpa kehamilan. Jika memungkinkan pinggul dimiringkan kekiri untuk meningkatkan aliran darah balik dari ekstremitas bawah. Jika umur kehamilan lebih dari 24 minggu dan keselamatan ibu dalam pertimbangan, tindakan seksio sesaria emergensi dapat dipertimbangkan. Sindroma Interval QT memanjang dapat diagnosis pertama kali saat kehamilan. Jika keadaan ini ditemui dan merupakan bentuk yang didapat (sering disebabkan obat-obatan) maka penyebabnya mesti dieliminasi. Jika sindroma ini merupakan bentuk congenital obat penyekat beta semasa kehamilan diperlukan. Defibrilator implantable telah digunakan pada aritmia ventrikel berulang, tetapi hasilnya tidak terbukti pada sindroma ini, walaupun tidak berhubungan dengan kehamilan. Pada penderita dengan sindroma congenital, transmisi dengan autosomal dominan dapat mempengaruhi anak.
Bradiaritmia juga dapat terjadi semasa kehamilan, dan mesti dicari penyebabnya yang reversible. Pengobatan umumnya tidak diperlukan kecuali mengakibatkan gangguan hemodinamik. Komplit heart blok yang sering bersifat bawaan pacta kelompok ini, dapat menyelesaikan kehamilan dengan sempurna. Jika diperlukan dapat dilakukan pemasangan pace maker permanen.

Serangan kehilangan kesadaran ( Loss of consciouness spells)
Melakukan pemeriksaan kehilangan kesadaran pada kehamilan lebih sulit daripada keadaan yang biasa ditemui. Sindroma supinasi hipotensi dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Menghindarkan supinasi merupakan salah satu usaha pengobatan. Diperlukan evaluasi pemeriksaan elektroenselografi untuk menyingkirkan kejang sebagai penyebab. Jika kejang tidak memungkinkan sebagai penyebab atau telah disingkirkan, maka sinkope sebagai perlu dipertimbangkan.
Endokarditis
Endokarditis bisa didapati wanita semasa kehamilan tanpa diketahui adanya kelainan jantung, dan kelainan struktur jantung merupakan resiko yang terbesar untuk mengalami infektif endokarditis. Penampilan klinis infektif endokarditis semasa kehamilan sama dengan kasus infektif endokarditis lainnya. Streptokokus merupakan penyebab tersering. Stafilokokus sering didapati pada pemakai salah guna obat intravena dan infeksi gram negatif -terutama Escheria coli- sering didapati sebagai penyebab pada wanita dengan infeksi traktus urogenital. Pencegahan untuk terjadinya infektif endokarditis diperlukan dalam penatalaksanaan infektis endokarditis. Dianjurkan pemberian antibiotika profilaksis pada saat akan dilakukan pencabutan gigi, tindakan pembedahan atau saat melahirkan. Jika endokarditis telah terjadi diperlukan terapi medik yang agresif dan optimal dan tindakan pembedahan dapat dilakukan semasa kehamilan. Jika tindakan bedah jantung terbuka diperlukan pacta kehamilan lanjut, tindakan seksio sesaria yang bersamaan dapat dipertimbangkan.
Pembedahan
Kira-kira 0,5 sampai 2 persen wanita hamil mempunyai kesempatan untuk menjalani pembedahan -meskipun bukan sebagai komplikasi kehamilan- seperti juga pada wanita tanpa kehamilan. Beberapa persyaratan dan pertimbangan perlu dipikirkan sebelum melakukan tindakan pembedahan. Venous return mesti dijaga dan bila memungkinkan pembedahan dilakukail dalam posisi lateral kiri. Bila tidak didapati gagal jantung kongestif, pemberian cairan 1500 ml cairan NaCl 0,9% sebelum pembedahan atau proses kelahiran diperlukan untuk memenuhi beban volume. Cairan ini tidak termasuk glucose pada saat proses kelahiran, karena dapat terjadi hipoglikemia pada janin setelah proses kelahiran. Jika diperlukan bantuan ventilasi, hiperventilasi mesti dihindarkan karena dapat menyebabkan penurunan venous return. Menghilangkan rasa sakit mesti dilakukan untuk meminimalisir peningkatan kadar katekolamin yang dapat menurunkan aliran darah kerahim. Monitoring fetus mesti dilakukan. Tindakan bedah jantung saat kehamilan mempunyai resiko yang sangat tinggi dibanding wanita tanpa kehamilan dan juga pada janin yang dikandung.
Stenosis mitral
Stenosis mitral rematik merupakan kelainan katup yang paling sering ditemui secara klinis pada wanita dengan kehamilan. Kelainan ini sering berhubungan dengan kongesti paru, edema, dan aritmia atrium semasa kehamilan dan segera setelah melahirkan. Meningkatnya volume darah dan cardiac output semasa kehamilan akan meningkatkan volume dan tekanan darah di atrium kiri, meningkatnya tekanan vena pulmonal, dispnea dan menurunkan toleransi exercise. Meningkatnya denyut jantung ibu akan menurunkan diastolic filling period dan selanjutnya akan meningkatkan tekanan di atrium kiri. Gejala klinis berhubungan dengan kongesti vaskular paru yang didapati pada 25 persen pasien dengan mitral stenosis semasa kehamilan. Gejala ini semakin jelas pada kehamilan 20 minggu dan dapat bertambah jelek pada saat melahirkan. Wanita dengan simptom stenosis mitral yang jelas dan akan hamil mesti diterapi sebelumnya dengan balon dilatasi atau operasi katup sebelum konsepsi. Jika stenosis mitral diketahui saat kehamilan dan gejalanya bertambah jelas, terapi medik standard mesti diberikan. Untuk penderita dengan symptom ringan sampai sedang semasa kehamilan, terapi medik ditujukan untuk mengatasi beban volume dengan pemberian diuretika, mengurangi masukan garam yang banyak dan mengurangi aktifitas fisik. Obat penyekat beta akan mengurangi denyut jantung dan memperpanjang diastolic filling periode dan akan mengurangi symptom. Jika didapati fibrilasi atrium, diperlukan pengobatan yang segera termasuk dengan kardioversi. Obat penyekat beta dan digoksin digunakan untuk mengkontrol denyut jantung. Jika diperlukan terapi supresif antiaritmia pemberian prokainamid dan kuinidin sering digunakan. Resiko emboli sistemik pada penderita stenosis mitral dan fibrilasi atrium semakin meningkatnya karena itu diperlukan pemberian terapi antikoagulan.
Pada penderita dimana terapi medik tidak dapat mengontrol simptom, atau pada penderita dengan simptom yang berat (NYHA kelas III atau IV) atau stenosis mitral yang ketat (area mitral valve < 1 cm2), dapat dilakukan tindakan ballon mitral valvuloplasty pada trimester kedua dengan hasil yang cukup baik (dengan perlindungan radiasi yang cukup terhadap janin dan sebelumnya perlu diberitahu pada ibu mengenai resiko yang akan terjadi). Untuk mengurangi resiko dapat dilakukan dibawah panduan ekokardiografi transesofageal. Tindakan bedah komisurotomi katup mitral atau penggantian katup mitral pada kehamilan telah dilakukan dengan hasil yang sama dengan penderita yang tidak hamil, tetapi angka kematian pada janin lebih dari 30 persen. Partus pervaginam dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural untuk mengontrol rasa sakit dan penggunaan alat bantu kelahiran pada kala dua kelahiran (untuk menyingkirkan tekanan). Seksio sesaria mesti dilakukan bila ada indikasi. Proses kelahiran akan meningkatnya tekanan di atrium kiri atau tekanan baji pulmonal sebesar 8-10 mm Hg dan oleh karena itu sebaiknya dipasang kateter arteri pulmonal sebelum atau saat proses kelahiran untuk mematau perobahan hemodinamik dan penatalaksanaan perobahan hemodinamik yang terjadi.
Regurgitasi mitral
Regurgitasi mitral pada wanita muda disamping disebabkan oleh demam rematik juga sering disebabkan prolaps katup mitral. Dan biasanya dapat ditoleransi semasa kehamilan karena berkurangnya resistensi vaskular sistemik. Gejala yang timbul sering dimanifestasikan dengan mudah capek dan dispnea. Pengobatan terhadap gagal jantung harus diberikan dan salah satu komponen terapi yang diperlukan adalah mengurangi beban afterload. Tetapi pemberian ACE inhibitors tidak boleh digunakan karena mempunyai pengaruh tehadap kelainan perkembangan ginjal janin. Pada penderita dengan prolaps katup mitral, kehamilan akan menyebabkan perobahan tekanan dan volume darah sehingga akan merobah gambaran yang terjadi pada pemeriksaan fisik. Komplikasi seperti aritmia, endokarditis, emboli serebral dan regurgitasi hemodinamik yang signifikan biasanya jarang terjadi dan jarang terjadi semasa kehamilan. Pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis, dan pemeriksaan diagnostik lain seperti ekokardiogram sedikit membantu penderita. Pemberian antibiotika profilaksis pada saat melahirkan direkomendasikan pada penderita dengan bising jantung.
Stenosis aorta
Valvular stenosis aorta kongenital sering merupakan penyebab stenosis aorta pada wanita muda. Kriteria diagnostik pada masa kehamilan sama dengan stenosis aorta lainnya. Penoerita yang simtomatik atau mempunyai peak outflow gradient lebih dari 50 mm Hg atau stenosis yang berat dianjurkan untuk menunda konsepsi sampai selesai koreksi bedah atau ballon valvulotomy. Terminasi kehamilan harus dipertimbangkan jika penderita simtomatik sebelum akhir trimester pertama kehamilan. Jika kehamilan telah terjadi dan disertai dengan stenosis aorta berat, tindakan pencegahan hipovolemia sangat penting dilakukan. Jika gagal jantung terjadi, maka dapat diobati sebagaimana pengobatan gagal jantung yang sebelumnya dengan penekanan menghindarkan diuresis yang berlebihan. Jika stenosis berat menetap, ballon valvuloplasty atau bedah katup aorta dapat dilakukan semasa kehamilan dan berhubungan dengan kematian ibu dan janin yang tinggi.
Regurgitasi aorta
Tidak seperti stenosis aorta yang penyebabnya sering kongenital, regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh demam rematik, endokarditis, dilatasi annulus aorta, katup aorta bicuspid dan diseksi aorta. Oilatasi aorta atau diseksi aorta dapat disebabkan oleh Sindroma Marfan. Regurgitasi aorta umumnya dapat ditoleransi semasa kehamilan. Gagal jantung dapat terjadi dan respons terhadap pengobatan dengan penekanan mengurangi afterload. Pemberian diuretika dan vasodilator sangat dianjurkan dan hindari pemakaian ACE inhibitor semasa kehamilan dan dapat digantikan dengan hidralazin atau nifedipin. Jika terjadi infektif endokarditis dan infeksi tidak cepat diatasi, angka mortalitas dengan terapi medik tinggi dan diperlukan terapi surgikal.
Penyakit katup pulmonal
Pada beberapa wanita yang sebelumnya mempunyai kelainan katup pulmonal dan telah mengalami komisurotomi katup atau ballon valvuloplasty untuk mengatasi stenosis katupnya atau sebagai sisa koreksi Tetralogy fallot, bisa didapati stenosis atau regurgitasi katup pulmonal. Stenosis residual dan regurgitasi pulmonal mungkin mengganggu, tetapi tidak mempengaruhi kehamilan. Adakalanya penderita dengan stenosis katup pulmonal yang tidak mendapat pengobatan dapat toleransi semasa kehamilan. Kekurangan volume intravaskular mesti dihindarkan. Jika symptom berat (sinkope berulang, dispnea yang tidak terkontrol dan nyeri dada) terjadi, ballon valvuloplasty dapat dilakukan.

Penyakit katup trikuspid
Penyakit katup tricuspid jarang didapati semasa kehamilan. lnsidens regurgitasi meningkat karena penggunaan obat intra vena dengan akibat endokarditis. Tidak diperlukan pengobatan semasa kehamilan terhadap regurgitasi. Stenosis tricuspid jarang didapati dan bila didapati hindari deplesi volume intravaskular.
Katup protese
Katup bioprotese tidak memerlukan penggunaan antikoagulan, tetapi tidak bertahan lama seperti katup mekanik. Penggunaan katup protege mempunyai hubungan dengan komplikasi -berupa tromboemboli, perdarahan (akibat pemakaian antikoagulan), endokarditis, disfungsi katup, reoperasi atau kematian- yang akan mempengaruhi penderita. Kehamilan akan menambah resiko setiap komplikasi dan katup protege itu sendiri dan obat-obatan yang digunakan untuknya akan mempengaruhi janin. Semua alasan tersebut menyebabkan katup protege merupakan kontra indikasi relatif terhadap kehamilan. Tetapi wanita dengan katup protege sering mengalami kehamilan. Kehamilan tidak akan menambah angka kegagalan katup mekanik maupun katup bioprotese dan perobahal pada katup bioprotese tidak dipacu oleh kehamilan. Kehamilan pada wanita dengan katup mekanik diperkirakan mempunyai mortalitas ibu sebesar 1 - 4 persen sebagai akibat komplikasi trombosis.
Antikoagulan diperlukan pada pemakai katup mekanik. Warfarin dapat digunakan sebagai antikoagulan, tetapi sebagian menganjurkan untuk menghindari pemakaian obat tersebut (effek pada janin berupa hipoplasia nasal dan bone stippling), terutama pada trimester pertama dan trimester kedua, karena derajat kehilangan janin dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan heparin unfractionated pada periode tersebut. Penggunaan warfarin sampai akhir kehamilan mempunyai proteksi yang cukup baik bagi ibu tetapi mempunyai resiko pada janin -sebesar 30 persen berupa abortus spontan, still birth dan kematian neonatus-. Pemberian heparin subkutan dosis penuh merupakan terapi pihhan untuk memelihara antikoagulan pada "derajat terapi tinggi" (high therapeutic level) dengan menjaga partial thromboplastin time diantara 1,5 - 2 kali nilai normal. Penggunaan Low molecular weight heparin sekali sehari merupakan alternatif lain yang disukai tetapi hasilnya belum dievaluasi pada penderita dengan katup protege dan karena itu belum direkomendasikan. Bila penggunaan heparin dibandingkan warfarin pada trimester pertama, resiko tromboemboli dan kematian maternal lebih dari dua kali lipat. Penggunaan heparin dengan dosis yang disesuaikan (dengan titrasi dan pemantauan APTT) sampai akhir kehamilan mempunyai hubungan dengan tromboemboli dan kematian maternal. Protege heterograft atau homograft merupakan pilihan lain selain protege mekanik, karena resiko tromboembolinya lebih rendah sehubungan dengan jaringan protege dan tidak memerlukan antikoagulan. Menghindari pemakaian terapi antikoagulan merupakan alasan bagi wanita yang menginginkan kehamilan untuk memilih protege tersebut. Tetapi protege ini tidak menyingkirkan untuk terjadinya tromboemboli yang sempurna dan derajat degenerasi katup ini tinggi pada wanita sehingga memerlukan penggantian katup. Pilihan untuk penggunaan katup mekanik atau jaringan pada wanita usia subur merupakan hal yang sulit.

Penyakit Jantung Bawaan Pada Wanita Dengan Kehamilan

Pirau kiri ke kanan
Penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan, pada sebagian wanita, sering tidak diketahui sampai usia dewasa dan sampai mereka mengalami kehamilan. Pirau kiri ke kanan akan meningkatkan kejadian untuk terjadinya hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan, aritmia dan emboli, walaupun komplikasi ini tidak jelas disebabkan oleh kehamilan. Derajat pirau dipengaruhi oleh resitensi relatif sirkuit sistemik dan pulmonal yang biasanya akan menurun semasa kehamilan. Beban volume ventrikel kanan yang meningkat pada pirau kiri ke kanan umumnya dapat ditoleransi selama kehamilan. Sebaiknya penderita dengan pirau kiri ke kanan harus menjalani bedah koreksi sebelum menjalani kehamilan. Tindakan bedah koreksi ini tidak mempengaruhi insidens penyakit jantung bawaan pada keturunannya.
Defek Septum Atrium
Defek septum atrium bisa tidak diketahui sebelum kehamilan, karena gejala dan tandanya sering sering tidak jelas. Pada wanita dengan defek tipe ostium sekundum, kehamilan dapat ditoleransi oleh ibu dan janin. Bila salah satu orang tua mengalami defek septum atrium, kemungkinan anaknya mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya. Defek tipe primum juga dapat ditoleransi selama kehamilan, kecuali jika disertai kelainan kongenital lain yang signifikan.
Defek Septum Ventrikel
Lebih dari setengah defek septum ventrikel akan menutup pada masa kanak-kanak. Dan bising jantung biasanya dapat dideteksi bila lesi masih menetap dan dapat dikenali semasa kehamilan. Pada penderita defek septum ventrikel, kehamilan umumnya masih dapat ditoleransi. Kadang-kadang dapat disertai gagal jantung kongestif atau aritmia semasa kehamilan dan mesti diterapi. Jika tidak disertai hipertensi pulmonal, tidak akan mempengaruhi mortalitas maternal. Mortalitas janin dapat mencapai 20 persen jika ibu yang lesinya tidak dikoreksi. Kemungkinan janin mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya.
Duktus arteriosus persisten
Duktus arteriosus persisten umumnya dapat ditoleransi semasa kehamilan. Bila terjadi gagal jantung kongestif, pengobatan dengan terapi standard umumnya cukup efektif Pemberian antibiotika profilaksis untuk pencegahan infektif endokarditis sangat dianjurkan. Angka mortalitas janin tidak lebih besar dari angka yang didapati pada wanita tanpa penyakit jantung.
Pirau kanan ke kiri (Penyakit jantung sianotik)
Pirau kanan ke kiri dapat terjadi melalui defek ditingkat atrium, ventrikel atau duktus arteriosus persisten, dimana resistensi vascular paru melebihi resistensi vascular sistemik atau bila didapati obstruksi pada right ventricular outflow sedangkan resistensi vascular paru dalam keadaan normal. Semuanya akan menimbulkan penyakit jantung sianotik. Sianosis sendiri akan menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin dan akan menyebabkan kematian janin yang tinggi, prematuritas dan berat badan lahir rendah. Keadaan resistensi vascular paru yang tinggi atau sindroma Eisenmenger ini disebut juga dengan hipertensi pulmonal, dan dalam keadaan ini dianjurkan untuk menghindarkan atau menghentikan kehamilan. Bila sianosis bukan karena sindroma eisenmenger, angka kematian ibu berkurang dan resiko untuk terjadinya gagal jantung meningkat (kira-kira 15 persen) dan dari tromboemboli, aritmia dan endokarditis (4,5 persen).
Tetralogy Fallot
Merupakan pirau kanan ke kiri yang terbanyak, akibat obstruksi aliran darah ke paru dimana resistensi vascular paru masih normal. Bila kelainan ini tidak dikoreksi, kehamilan yang sempurna dapat dicapai tetapi mortalitas maternal masih tinggi dan angka kehilangan janin mencapai lebih dari 50 persen. Setelah tindakan operasi koreksi total defek, mortalitas maternal tidak jelas melebihi dari wanita tanpa penyakit jantung;
kesempatan keturunan untuk mendapatkan penyakit jantung sekitar 5 - 10 persen.
LESI OBSTRUKTIF
Ada dua rekomendasi pada wanita dengan lesi jantung obstruktif. Pertama deplesi cairan mesti dihindarkan, karena akan menyebabkan penurunan cardiac output yang bermakna dimana lesi obtruksi terjadi dibagian sisi kiri atau sisi kanan jantung. Kedua, tindakan bedah atau tindakan pemasangan kateter untuk mengatasi obstruksi dianjurkan sebelum kehamilan dengan tujuan tidak hanya untuk meningkatkan keselamatan maternal tetapi juga untuk menurunkan kesempatan penyakit jantung bawaan pada keturunan.
Obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan lebih disukai dikoreksi sebelum kehamilan dan cara ini akan menurunkan morbiditas maternal dan kemungkinan menurunkan nsidens penyakit jantung bawaan pada turunan. Jika lesi obstruktif menetap sampai saat kehamilan, pencegahan deplesi volume cairan sangat penting diperhatikan. Lesi obstruksi pada sisi kiri jantung termasuk stenosis aorta valvular telah dijelaskan sebelumnya. Hanya sedikit pengalaman yang diketahui pada stenosis aorta valvular yang isolated, yang disertai band atau dengan subvalvular band, tetapi pendekatan yang direkomendasi untuk stenosis aorta valvular akan dapat dipakai. Dua proses penyakit lesi obstruksi kiri yang lain yaitu koarktasio aorta dan kardiomiopati hipertrofi obstruktif memerlukan beberapa diskusi.
Koarktasio aorta
Kelainan ini lebih sering pada laki-laki, tetapi dapat juga terjadi pada wanita, dan pada laki-laki sering disertai katup aorta bicuspid. Individu yang dikenainya dapat mencapai usia dewasa muda dan mengalami kehamilan. Mortalitas maternal bervariasi dari 3 - 8 persen. Koreksi bedah sebelum operasi akan mengurangi resiko untuk diseksi aorta atau furfur -dan kematian- kurang dari 1 persen. Jika kehamilan terjadi pada wanita dengan koarktasio aorta, perlu kontrol tekanan darah dan profilaksis antibiotika diperlukan karena sering berhubungan dengan katup aorta bicuspid. Efek dilatasi koarktasio dengan menggunakan kateter pada kehamilan yang berikutnya tidak dapat ditentukan, tetapi tampaknya kemungkinan menurunkan resiko yang berhubungan dengan kehamilan sebagaimana dengan prosedur bedah. Tidak jelas apakah terapi mekanik menurunkan derajat yang berhubungan dengan ruptur aneurisma intracranial.
Kardiomiopati hipertrofi obstruktif
Kardiomiopati hipertrofi obstruktif (HOCM) (disebut juga dengan idiopathic hypertrophic sub aortic stenosis = IHSS) merupakan penyakit turunan yang bersifat autosomal dominan dengan penembusan yang bervariasi; jadi turunan akan mempunyai kesempatan kelainan yang sama sebesar 50 persen. Penurunan pada resistensi vascular periper dan penumpukan darah diperiper dapat menyebabkan hipotensi dan peningkatan katekolamin yang intermiten pada kehamilan dapat mmeningkatkan obstruksi left ventricular outflow. Peningkatan gejala dispnea, rasa tidak enak didada dan palpitasi selama kehamilan dapat terjadi selama kehamilan. Tidak jelas apakah kehamilan akan meningkatkan kira-kira 1-3 persen kesempatan kematian mendadak pertahunnya, walaupun kematian telah dilaporkan pada sindroma ini pada masa kehamilan. Pada lesi obstruktif ini peflu dihindarkan hipovolemia. Terapi dengan penyekat beta sangat dianjurkan pada saat kelahiran dan konsep ini dapat dimengerti walaupun tidak terbukti.
LESI KONGENITAL KOMPLEKS
Amat sulit menduga hasil kehamilan pada wanita dengan kelainan jantung congenital yang kompleks. Secara umum angka mortalitas dan morbiditas sangat tinggi terutama bila kelainan tersebut menyebabkan sianosis pada ibu. Tindakan bedah telah membuat kehamilan dipertimbangkan, meskipun pada wanita dengan penyakit yang berat seperti ventrikel tunggal yang fungsional atau atresia tricuspid.
Transposisi pembuluh darah besar
Wanita dengan d-transposition of the great arteries (beberapa dengan ventrikel tunggal) dapat mengalami kehamilan. Sedikit informasi yang tersedia menunjukkan hasil pada ibu dan janin sangat jelek. Koreksi bedah yang parsial maupun yang komplit terhadap lesi yang ada dan dilakukan sebelum kehamilan memperlihatkan hasil yang lebih baik terhadap ibu dan janin. Pada l-transposition of the great arteries dan tidak disertai kelainan yang sulit seperti sianosis, disfungsi ventrikel atau blok jantung, umumnya kehamilan dapat ditoleransi.
Anomali Ebstein katup tricuspid
Keadaan ini bisa ringan atau tidak dikenali selama kehamilan. Meningkatnya problema disfungsi ventrikel kanan, obtruksi pada sisi kanan jantung dan pirau kanan ke kiri yang mengakibatkan sianosis akan meningkatkan resiko pada wanita selama kehamilan. Mortalitas ibu dan janin rendah jika penderita tidak mempunyai penyakit yang berat dan angka kehilangan janin sekitar 25 persen. Adanya pirau kanan ke kiri menjadi alasan untuk menghindarkan kehamilan.
Sindroma Marfan
Kemungkinan amat sulit untuk menegakkan sindroma Marfan, tetapi hal ini sangat penting dilakukan karena kehamilan sangat berbahaya pada wanita yang menderita sindroma Marfan. Pertama karena resiko kematian akibat ruptur aorta atau diseksi aorta sangat tinggi semasa kehamilan, terutama jika aorta sangat besar (lebih dari 40 mm pada ekokardiografi). Kedua angka harapan hidup wanita dengan sindroma Marfan berkurang kira-kira separuh dari normal, secara tidak langsung usia ibu akan terbatas. Ketiga setengah dari keturunannya akan dikenai sindroma ini. Alasan ini yang menyebabkan wanita dengan sindroma marfan dianjurkan untuk tidak hamil. Resiko diatas juga menjadi rekomendasi untuk menghentikan kehamilan jika telah terjadi. Jika orang tua memilih untuk meneruskan kehamilan, maka aktivitas mesti dibatasi dan hipertensi mesti dicegah.
Obat penyekat beta jelas terbukti tidak bermanfaat bila digunakan sebagai profilaksis, tetapi penggunaannya pada penderita sindroma Marfan dengan kehamilan kelihatan menjadi suatu alasan. Sindroma Marfan merupakan salah satu sindroma kardiovaskuler dimana seksio sesaria dianjurkan untuk mencegah stress hemodinamik pada saat kelahiran.
PENYAKIT MIOKARD
Kardiomiopati hipertropik Kardiomiopati hipertropik diatandai sebagai konsentrik atau asimetrik. Bentuk asimetrik dikenal sebagai kardiomiopati hipertropik obstruktif dan diketahui sebagai lesi obstruktif Kardiomiopati hipertropik konsentrik bisa terjadi sebagai akibat stenosis aorta atau hipertensi. Jika bukan disebabkan kedua hal diatas, penyebab, prognosis dan penatalaksanaan sering tidak jelas, walaupun tidak berhubungan dengan kehamilan. Jika gagal jantung kongestif atau irama abnormal terjadi maka terapi standard cukup memadai. Selanjutnya hipovolemia mesti dihindarkan.
Kardiomiopati dilatasi
Penyebab kardiomiopati dilatasi tidak jelas diketahui, tetapi sekitar 30-50 persen bersifat familial. Kejadian ini yang menyokong alasan untuk mennghindarkan kehamilan. Rekomendasl ini tidak didukung data percobaan prospektif, tetapi sebagaimana diketahui disfungsi miokard berhubungan dengan meningkatnya mortalitas maternal dan janin dalam berbagai bentuk penyakit miokard. Keadaan diatas juga berasal dan observasi dimana berkembangnya problem diatas sebagai akibat kehamilan. Kardiomiopati peripartum merupakan kardiomiopati dilatasi yang terjadi semasa kehamilan, tetapi kenyataannya hampir semata-mata terjadi dalam trimester ketiga atau enam minggu pertama postpartum dan merupakan kelainan yang unik. Beberapa laporan kasus menyokong bahwa miokarditis merupakan bagian dari penyakit ini dan dibuktikan dengan biopsy endomiokardial, dan pengobatan dengan obat anti inflamasi bisa mempengaruhi hasil dengan baik. Dan tidak jelas apakah miokarditis merupakan bentuk tersering dari bentuk kardiomiopati. Dan percobaan prospektif besar pada situasi rniokarditis lain telah gagal mcnyokong nilai pengobatan ini. Suatu studi kecil telah rnenyokong peranan pengobatan dengan imun globulin. Pada wanita dengan kardiomiopati dilatasi, semasa kehamilan, terapi standard untuk gagal jantung, tromboemboli dan aritmia cukup sempurna. Jika fungsi ventrikel tidak kembali normal setelah kehamilan, kehamilan berikutnya berhubungan dengan mortalitas maternal yang mencapai 50 persen. Bila fungsi ventrikel kembali normal, kehamilan berikutnya memungkinkan, tepai mortalitas maternal masih mencapai 10 persen.

Penyakit Jantung Koroner
Nyeri dada sering terjadi semasa kehamilan normal dan sebagian besar disebabkan distensi abdomen atau retluks gastroesofageal. Penyakit jantung koroner jarang sebagai penyebab, tetapi mungkin terjadi. Angina dan infark miokard dilaporkan telah terjadi semasa kehamilan. Penyakit jantung koroner dalam kehamilan dapat sebagai akibat aterosklerosis, terutama dengan hiperlipidemia familial, diabetes mellitus, hipertensi atau riwayat merokok. Penyebab lain adalah diseksi arteri koroner, spasme, emboli atau vaskulitis. Vaskulitis dapat sebagai akibat penyakit Kawasaki atau Takayasu yang sering terjadi pada wanita dari pada pria dan sebagai penyebab stenosis arteri yang proksimal dan dapat mempengaruhi arteri koroner. Jika penyakit jantung koroner dipertimbangkan sebagai penyebab pemeriksaan elektrokardiogram dan test stress exercise dapat membantu diagnosis. Jika diperlukan pemeriksaan image talium dan angiografi dapat dilakukan. Jika penyakit jantung koroner terbukti atau dipertimbangkan sebagai penyebab maka pengobatan terapi standard medik mesti diberikan. Jika gejala tidak berkurang maka agioplasti atau tindakan bedah by pass dapat dilakukan.
Penyakit Jantung Hipertensi Pada Wanita Dengan Kehamilan
Hipertensi yang ditemui pada masa kehamilan menjadi salah satu masalah bagi wanita hamil. Anamnese yang cermat diperlukan untuk mengetahui apakah hipertensi yang ditemui telah terjadi sebelum kehamilan, atau pada saat kehamilan. Hipertensi bisa didapati sebelum kehamilan sekitar 1-5 persen dan dapat menetap semasa kehamilan. Wanita nonnotensi yang mengalami kehamilan, dapat mengalami hipertensi sekitar 5-7 persen. Umumnya gangguan hipertensi dapat merupakan komplikasi 12 sampai 22 persen dan kehamilan dan penyebab utama mortalitas dan morbiditas maternal. Hipertensi semasa kehamilan dinyatakan bila tekanan sistolik ≥ 140 mm Hg dan / atau tekanan diastolic ≥ 90 mm Hg. Hipertensi semasa kehamilan dapat diklasifikasi dalam 3 kategori yaitu hipertensi kronik, hipertensi gestasional, dan pre eklampsi dengan atau tanpa hipertensi sebelumnya.
Hipertensi kronik dinyatakan bila tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg didapati sebelum kehamilan, sebelum usia kehamilan 20 minggu atau menetap setelah 42 hari post partum. Obat-obatan yang diberikan untuk hipertensi diastolic > 110 mm Hg telah menunjukkan hasil mengurangi terjadinya resiko stroke dan komplikasi kardiovaskular. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang berkembang pada bagian akhir kehamilan, tidak berhubungan dengan proteinuria atau gambaran preeklamsi dan akan menghilang setelah 12 minggu postpartum. Keadaan ini bisa menandakan akan terjadinya hipertensi kronik pada masa yang akan datang, tetapi mempunyai hubungan dengan hasil yang baik terhadap ibu dan janin.
Pre-eklamsi bisa didapati pada 3 sampai 8 persen kehamilan. Wanita yang hamil pertama kali dibawah usia 20 tahun mempunyai resiko yang paling besar untuk mengalami preeklamsi. Gambaran klinis yang klasik berupa hipertensi yang terjadi secara perlahan-lahan, proteinuria (>300 mg/24 jam) dan edema. Simplom biasanya dimulai pada trimester ketiga dan menyembuh setelah kelahiran. Penyebab pre-eklamsi sampai saat ini masih belum jelas. Bila wanita dengan preeklamsi mengalami kejang grandmal maka disebut eklamsi. Pre-eklamsi yang tidak diobati mempunyai resiko terhadap ibu dan janin. Bila pre-eklamsi disertai factor resiko seperti kejang, hipertensi berat, sindroma HELLP (Hemolysis, elevated liver enzyme, low platelets), abrupsio plasenta, perdarahan serebral, edema pulmonal, gaga! ginjal atau gagal hati, maka janin harus segera dilahirkan. Hipertensi karena preeklamsi akan membaik dalam beberapa hari setelah melahirkan dan akan kembali normal setelah 12 minggu kelahiran.
Panduan untuk mengatur tekanan darah pada wanita dengan kehamilan hingga saat ini masih didapati perbedaan pendapat. Dianjurkan tekanan darah sistolik dibawah 160 mm Hg dan tekanan darah diastolic dibawah 100 mm Hg. Angka ini merupakan harus keselamatan dalam menghadapi episode hipertensi berat dan untuk meningkatkan survival janin. Terapi non farmakologi bila memungkinkan lebih disukai, walaupun belum jelas manfaatnya. Tirah baring yang ketat dapat menurunkan tekanan darah, tetapi umumnya keadaan ini tidak direkomendasikan. Membatasi aktifitas fisik dan mengurangi stress selalu dianjurkan. Membatasi masukan garam tidak dianjurkan, kecuali pada penderita yang jelas diketahui sebelumnya mempunyai hipertensi sensitive terhadap garam (salt-semitive hypertension), karena wanita hamil dengan hipertensi mempunyai volume plasma yang lebih rendah dibanding wanita dengan normotensi. Jika diperlukan pengobatan farmakologik, metil dopa menjadi menjadi pilihan. Sebaliknya penggunaan antihipertensi tidak selalu menunjukkan meningkatkan survival pada janin dan menghasilkan anak dengan mental dan perkembangan fisik yang normal. Metil dopa, hidralazin, dan labetolol merupakan obat pertama untuk anti hipertensi pada wanita hamil. Penggunaan obat-obat anti hipertensi lain akan mempunyai hasil yang sama, tetapi belum diteliti dengan sempurna. Termasuk terapi awal dengan beta bloker β1 selektif atau diuretic. Calcium channel blocker seperti amlodipine atau diltiazem terbukti efektif menurunkan tekanan darah dan penggunaan ACE inhibitor tidak boleh digunakan dan keamanan penggunaan angiotensin II blocking agent belum diketahui. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat obat yang dapat digunakan pada hipertensi dengan kehamilan.

II. Asma Bronchiale
Sering dijumpai pada kehamilan dqn persalianan. Pengaruh hamil terhadap serangan asma tidak selalu sama tiap orang bahkan pada orang yang sama serangan asma bisa tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya.
< 1/3 penderita: membaik dlm kehamilan
> 1/3 penderita : akan menetap
< 1/3 penderita: menjadi buruk atau serangan bertambah
Serangan mulai timbul pada usia kehamilan 24 minggu – 36 minggu, pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
Pengaruh asma pada ibu dan janin tergantung dari sering dan beratnya serangan karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (hipoksia). Hipoksia yang tidak segera diatasi dapat menimbulkan keguguran, persalinan prematur, BB janin tidak sesuai usia kehamilan (gangguan pertumbuhan janin).
Faktor pencetus asma: alergen, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan psikis.
Penegakan diagnosis seperti pada asma di luar kehamilan.
Penanganan:
a. Cegah timbulnya stress
b. Hidari faktor risiko yang sudah diketahui
c. Cegah penggunaan obat seperti aspirin yang dapat menjadi pencetus serangan
d. Pada asma ringan dapat dipakai obat lokal seperti bentuk inhalasi, atu per oral seperti isoproterenol
e. Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih obat di bawah ini:
i. Epinefrin yang dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml SC
ii. Isoproterenol (1:100) inhalasi 3-7 hari
iii. Oksigen
iv. Aminofilin 250-500 mg (6 mg/kg) dalam infus glukosa 5%
v. Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau perinfus dalam Dextrosa 10%.
III. Sepsis
Pembekuan intravaskular sebagai komplikasi sepsis disebabkan oleh endotoksin terutama yang berasal dari kuman-kuman gram (-) seperti E. Coli, proteus vulgaris, Ps. Aeruginosa, dan Aerobacter aerogenes. Proses pembekuan dimulai di endotel pembuluh darah dengan penggumpalan trombosit. Selanjutnya terjadi pembekuan intravaskular yang luas yang lazim disebut disseminated intravascular coagulation (DIC) dengan akibat defibrinasi. Fibrin ditimbun dalam hati, limpa, ginjal dan usus. Selain itu juga terjadi syok yang berat dengan nekrosis sampai ginjal, kerusakan ank ginjal dan edema pulmo.
IV. Penyakit Ginjal
1. PIELONEFRITIS AKUT
Di klinik Pielonefritis Akut (PNA) mempunyai 2 bentuk yaitu :
a. Bentuk uncomplicated
Tidak terbukti mempunyai penyakit atau kelainan saluran kemih yang dapat merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya infeksi.
b. Bentuk complicated
Telah terbukti mempunyai faktor predisposisi seperti:
i. lesi-lesi obstruksi atau non-obstruksi yang menimbulkan stasis urin
ii. kelainan struktur saluran kemih baik kongenital atau didapat
iii. menyertai perjalanan penyakit ginjal kronik termasuk preeklampsi/ eklampsi dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus.
Kedua bentuk PNA ini harus dikenal karena mempunyai kaitan dengan cara pengelolaan maupun terapi yang adekuat. Pemeriksaan pielografi intravena rutin pada setiap PNA bentuk complicated. Pemberian antibiotik saja tidak cukup untuk
terapi PNA bentuk complicated, harus dilanjutkan dengan koreksi faktor predisposisi. Etiologi mikroorganismenya juga berlainan pada kedua bentuk PNA ini. Escherichia Coli merupakan mikroorganisne utama (80%) pada PNA bentuk uncomplicated. Sebaliknya infeksi campuran Escherichia coli dengan Klebsiella, Proteus, Aerobacter dan Serratia; sering ditemukan pada PNA bentuk complicated. Pielonefritis Akut (PNA) merupakan penyulit infeksi selama kehamilan dengan insidens bervariasi antara 1—7%. Insiden PNA meningkat sesuai dengan umur dan jumlah paritas. Pielonefritis selama kehamilan mempunyai bentuk complicated karena terdapat 2 faktor predisposisi yaitu obstruksi non-mekanis (dilatasi ureter) karena pengaruh hormonal selama kehamilan dan Sindrom Vena Ovarium kanan. Walaupun PNA selama kehamilan mempunyai bentuk complicated, Escherichia coli merupakan mikroorganisme utama hampir 80%. Basiluri asimptomatik mempunyai peranan penting dalam genesis pielonefritis selama kehamilan. Basiluri asimptomatik ini dapat menyebabkan basiluri simptomatik (pielonefritis) kira-kira 35 -40% dari seluruh kasus.
Penyulit Pielonefritis Akut
Pada dewasa ini pielonefritis selama kehamilan (obstetrik) jarang menyebabkan penyulit fatal seperti kematian maternal. Penyulit-penyulit gawat yang pernah dilaporkan seperti syok septik, retardasi pertumbuhan janin, kelainan kongenital, prematuritas, dan kematian janin semata-mata akibat keterlambatan mendapat pengobatan yang adekwat. Penelitian prospektif juga menyangkal hubungan antara pielonefritis dengan hipertensi maternal. Pielonefritis Akut selama kehamilan (Obstetrik) tidak menyebabkan penurunan faal ginjal GFR (Glomerulo-Filtration-Rate), tetapi dapat memperburuk prognosa preeklampsi/eklampsi.
Diagnosis Pielonefritis Akut
Pada kasus-kasus yang klasik diagnosa Pielonefritis Akut PNA tidak sulit. Pasien dengan keluhan-keluhan infeksi saluran kemih bagian atas seperti febris sampai menggigil, sakit ketok atau spontan di daerah sudut kostovertebral. Biasanya didahului dengan keluhan-keluhan infeksi saluran kemih bagian bawah seperti pollakisuri, disuri, dan hematuri, sakit di daerah supra pubis.
Pada kasus-kasus yang tidak klasik, febris merupakan keluhan pertama dan keluhan satu-satunya sehingga tidak jarang dirawat dengan diagnosa klinis tifus abdominalis. Diagnosa pielonefritis baru dicurigai bila dijumpai kelainan analisa urin rutin.
Diagnosa bakteriologik dari urin seperti pengecatan Gram biakan, jumlah kuman per ml urin dan uji kepekaan terhadap macam-macam antibiotik standar, sangat penting untuk pedoman pengobatan dan tindak lanjut. Biakan urin dan jumlah kuman untuk menentukan diagnosa basiluri significant harus diulang berturut-turut 3 kali. Penentuan sumber infeksi saluran kemih atau sumber basiluri asimptomatik harus rutin pada setiap pasien. Berbagai cara atau metoda penentuan sumber infeksi telah dikemukakan dalam kepustakaan seperti terlihat pada tabel berikut. Pemeriksaan Antibody-Coated-Bacteria (ACB) merupakan uji atau test yang tidak invasif, dapat dikerjakan selama rawat jalan. Berbagai klinik Obstetri & Ginekologi di luar negeri rutin melakukan pemeriksaan ACB pada setiap pasien yang mempunyai basiluri asimptomatik selama prenatal care.
Pengobatan
Pengobatan Pielonefritis Akut (PNA) harus agresif dengan antibiotik yang potent tetapi aman untuk ibu dan bayi/janin. Untuk pengobatan awal sebelum diketahui hasil pemeriksaan bakteriologik biasanya diberikan golongan ampisilin. Untuk kasus-kasus yang berat terutama dengan sepsis, ampisilin 2 gram diberikan intravena selama 2 hari pertama dan dilanjutkan per oral. Lama pemberian antibiotik masih kontroversi di antara para ahli. Beberapa ahli menganjurkan pemberian antibiotik selama kehamilan, malah dianjurkan sampai 2 minggu masa nifas. Ahli lain memberikan antibiotik cukup selama 2 minggu, tetapi yang penting follow-up rutin dan teratur sampai masa nifas.
Eradikasi setiap basiluri asimptomatik memegang peranan penting untuk penting untuk mencegah timbulnya basiluri simptomatik (pielonefritis).
2. GAGAL GINJAL AKUT (GGA) OBSTETRIK
Sampai sekarang GGA masih merupakan problim untuk para klinikus dengan angka mortalitas masih cukup tinggi (interne 35%, bedah 65%, obstetrik 10- 25%) walaupun sudah terdapat kemajuan dalam bidang patofisiologi maupun pengobatan. Pada umumnya angka mortalitas GGA obstetrik lebih rendah dibandingkan dengan GGA non-obstetrik mungkin karena usia pasien-pasien relatif lebih muda, diagnosa dini lebih cepat diketahui sehingga pengobatan lebih
adekwat. Tetapi angka mortalitas GGA obstetrik makin meningkat bila disertai sepsis, nekrosis kortikal dan pada pasien-pasien yang sebelumnya telah menderita penyakit ginjal kronik.
Insidens GGA obstetrik relatif lebih rendah dibandingkan dengan insidens GGA non-obstetrik, 1 di antara 2000-5000 kehamilan. Distribusi insidens GGA obstetrik meningkat pada kehamilan minggu ke-12-18 dan pada minggu terakhir yaitu minggu ke-35- 40. Distribusi ini mempunyai hubungan dengan patogenesis GGA.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia angka kesakitan (mobiditas) dan mortalitas GGA obstetrik yang berhubungan dengan perdarahan, sepsis dan mungkin preeklampsi atau eklampsi, masih cukup tinggi. Beberapa faktor non medis yang perlu mendapat perhatian seperti masalah transportasi, sarana Puskesmas (penyediaan macam-macam larutan termasuk plasma buatan dan obat-obatan) masih belum memadai, peranan paraji masih cukup potensial untuk sebagian besar masyarakat, faktor finansial dari pasien-pasien, dan faktor ketidaktahuan (ignorance). Kita mengharapkan dengan kelengkapan sarana Puskesmas yang memadai, ketrampilan para pengelola kesehatan, dan pengertian dari masyarakat, dapat mengurangi angka kesakitan maupun kematian GGA obstetrik.
Etiologi & patogenesis
Gagal Ginjal Akut (GGA) obstetrik dapat dijumpai pada kehamilan muda, kehamilan lanjut dan pada masa nifas. Mengenal waktu atau masa ini sangat penting karena mempunyai hubungan dengan etiologi maupun patogenesanya.
Klasifikasi GGA obstetrik berdasarkan etiologi dan patogenesis sebagai berikut:
a. Kehamilan muda (minggu ke-12--18)
i. Abortus spontan/kriminil
§ Hipovolemi
- Perdarahan per vaginam
- Kehilangan cairan dan elektrolit, misal: hiperemesis gravidarum
§ Pengumpulan (pooling) darah di daerah splanchnicus,
- misal: septikemi
ii. Kehamilan ektopik yang terganggu
§ Hipovolemi, misal: perdarahan interna
b. Kehamilan lanjut (minggu ke-35 -40)
i. Hipovolemi
§ Perdarahan, misal: abruptio placenta
ii. Pooling darah
§ Septikemi, misal: chorioamnionitis
iii. Koagulasi intravaskuler
§ Preeklampsi / eklampsi
§ Reaksi transfusi darah
§ Kematian janin
c. Masa nifas
i. Hipovolemi
§ Perdarahan, misal: atoni uterus dan retensi plasenta.
ii. Pooling darah
§ Septikemi, misal: infeksi puerpuralis
iii. Gagal Ginjal Akut Idiopati
§ Sangat jarang
Klasifikasi histopatologi
Gagal Ginjal Akut (GGA) obstetrik mempunyai 4 bentuk berdasarkan kelainan histopatologi sebagai berikut:
a. Nekrosis Tuber Akut (NTA) :
i. hipovolemi
ii. septikemi
b. Nekrosis Kortikal Akut (NKA) :
i. septikemi
ii. preeklampsi /eklampsi
c. Endoteliosis kapiler glomerulus :
i. preeklampsi/eklampsi
d. Penebalan subendotelial disertai sembab jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah arteri intralobaris, arteri arcuate
i. GGA Idiopati masa nifas.
Nekrosis Tubuler Akut (NTA) lebih sering dijumpai pada GGA obstetrik dibandingkan dengan GGA non-obstetrik. Beberapa peneliti menemukan insidens Nekrosis Kortikal Akut (NKA) 10-30% dari semua kasus GGA obstetrik dibandingkan dengan NKA pada GGA non-obstetrik. Grunfeld JP dkk. melaporkan 57 kasus GGA obstetrik yang terdiri dari : nekrosis kortikal 19 kasus, renal thrombotic microangiopathy 4 kasus, endoteliosis glomerulus 3 kasus, dan Nekrosis Tubuler Akut yang mempunyai hubungan dengan endoteliosis glomerulus 1 kasus, dan 2 kasus dengan ginjal normal. Menurut hemat penulis mengenal dan memahami klasifikasi GGA obstetrik berdasarkan etiologi dan patogenesa sangat penting untuk :(a) mengurangi angka morbiditas dan mortalitas GGA obstetrik terutama yang mempunyai hubungan dengan hipovolemi dan septikemi, (b) pedoman untuk pengobatan yang lebih rasional.
Patofisiologi
Mekanisme oliguri pada Nekrosis Tubuler Akut (NTA) yang mempunyai hubungan dengan hipovolemi dan nefrotoksin masih belum diketahui pasti. Beberapa hipotesa telah dikemukakan dalam kepustakaan: teori obstruksi tubulus, teori back-leak, teori vaskuler, teori renin angiotensin, dan teori pembengkakan sel. Teori vaskuler dan renin-angiotensin memegang peranan penting dalam patogenesa oliguri, seperti terlihat pada skema berikut.
Mekanisme terjadinya Nekrosis Tubuler Akut (NTA) pada septik syok tidak diketahui pasti, walaupun telah dicurigai beberapa faktor : iskemi akibat pengaruh hipotensif infeksi, hemoglobinuri karena pengaruh proses hemolisis dari infeksi clostridia, zat-zat nefrotoksik seperti lisol yang sering digunakan untuk abortus, dan gangguan koagulasi. Aktivasi sistem pembekuan (koagulasi) pada syok septik dapat ditimbulkan oleh endotoksin atau mungkin akibat proses hemolisis masif intravaskuler seperti yang terdapat pada infeksi clostridia. Endotoksin ini langsung mempengaruhi trombosit dan aktivasi faktor Hageman. Jadi endotoksin ini menyebabkan rangkaian reaksi koagulasi, fibrinolitik, kinin, dan sistem komplemen, dan akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan iriversibel.
Mekanisme GGA pada preeklampsi/eklampsi masih belum diketahui pasti, mungkin mempunyai hubungan dengan iskemi ginjal. Hipotesa mekanisme preekiampsi/eklampsi seperti terlihat dalam skema.
Penurunan aliran darah uteroplasental menyebabkan perubahan prostaglandin E uterine dan sintesa renin dan terdapat pelepasan renin uterine dan kemungkinan terjadi penurunan sekresi prostaglandin E. Timbulnya depositdeposit fibrin dalam glomeruli ini menyebabkan penurunan GFR dan retensi natrium Na+ . Gambaran kelainan histopatologi anatomi dijumpai pembengkakan sel endoteliosis glomeruli yang menyebabkan obliterasi lumen kapiler dan akhirnya terjadi nekrosis sel-sel tubulus. Endapan-endapan fibrin dapat juga menyebabkan koagulasi intravaskuler dalam sirkulasi ginjal dan menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah postglomerulus sehingga terjadi iskemi dan mungkin diikuti nekrosis kortikal. Perdarahan yang sering menyertai pasien-pasien preeklampsi/eklampsi mungkin juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis tubuler akut. Insidens nekrosis tubuler akut pada pasien-pasien preeklampsi/eklampsi cukup tinggi, mencapai 50-60%.
Manifestasi klinik
Gagal Ginjal Akut (GGA) dapat lolos dari pengamatan karena tertutup oleh gejala-gejala penyakit dasarnya yang berat seperti septikemi, syok dan koagulasi intravaskuler. Pengawasan jumlah diuresis (walaupun tidak mutlak) dapat membantu untuk mengenal sedini mungkin kemungkinan terdapat penurunan GFR. Tidak jarang, pasien-pasien GGA yang berhubungan dengan infeksi dan hipovolemi tidak terdapat oliguri tetapi poliuri. Keadaan ini dikenal sebagai non-oliguric acute renal failure. Grunfeld DP dkk (5) melaporkan 57 pasien GGA Obstetrik: 16 dengan poliuri dan 47 pasien dengan oliguri.
Gejala overhydration disertai hiponatremi sering merupakan manifestasi klinik pertama dari pasien-pasien GGA obstetrik maupun GGA yang berhubungan dengan pembedahan. Gejala overhydration in semata-mata akibat pengawasan intake cairan oral atau par enteral yang tidak seksama. Pemeriksaan kimia darah seperti serum kreatinin dan urea-N, asam urat dan penentuan indeks urin sangat penting untuk menegakkan diagnosa GGA. Diagnosa pasti hanya dengan pemeriksaan histopatologi ginjal.
Hiperkalemi merupakan keadaan darurat medik, dapat menyebabkan fibrilasi ventrikuler dan akhirnya cardiac arrest. Klinis keadaan hiperkalemi sulit dikenal kecuali pemeriksaan serum kalium K+ dan monitoring elektrokardiogram.
Diagnosa GGA obstetrik
Diagnosa GGA obstetrik tidak sulit. Setiap oliguri atau anuri yang ditemukan pada pasien-pasien yang mempunyai kecenderungan timbulnya hipovolemi (perdarahan), septikemi; dan keadaan koagulasi intravaskuler atau hiperkoagulabel seperti pada preeklampsi/eklampsi/kehamilan normal; harus dicurigai kemungkinan telah menderita Gagal Ginjal Akut (GGA). Diagnosa klinis ini diperkuat dengan pemeriksaan indeks GFR seperti serum kreatinin & urea-N dan penjernihan kreatinin.
Bila sarana penunjang diagnostik memungkinkan, maka pemeriksaan indeks diagnostik urin atau urinary diagnostic indices sangat penting. Penentuan perbandingan atau ratio osmolaritas dalam urin dan plasma merupakan indikator laboratorium yang sangat berguna untuk menentukan diagnosa GGA obstetrik stadium awal.
Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA obstetrik dan GGA non-obstetrik tidak berbeda : memenuhi kebutuhan cairan yang adekwat, memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, diit mengontrol infeksi, dan dialisa. Pemberian cairan parenteral (feeding, transfusi darah, cairan lainnya) harus dimonitoring dengan pemasangan CVP (central venous pressure). Dialisa (peritoneal maupun hemodialisa) merupakan tindakan pilihan pertama untuk pasien-pasien GGA obstetrik. Retensi toksin uremi atau dialysable substances dapat melewati selaput plasenta, maka beberapa peneliti menganut prinsip dialisa dini atau dialisa profilaktik. Selama dialisa harus dihindarkan gangguan perfusi uteroplasental yang dapat menyebabkan penyulit fatal. Hansel dkk. 1982 berhasil melakukan hemodialisa pada GGA obstetrik. Dilaporkan seorang wanita Turki, umur 21 tahun dengan kehamilan 21 minggu, menderita GGA, dengan etiologi yang tidak diketahui. Hemodialisa dikerjakan 2 kali/hari dengan interval 12 jam. Setelah hari ke-6, terdapat penurunan serum kreatinin dan BUN (kreatinin 2,8 mg/dl dan BUN 22 mg/dl), kemudian hemodialisa dikerjakan 1 kali/hari sampai hari ke-12. Kehamilan dapat dipertahankan sampai impartu dan tidak terdapat kelainan pada janin. Beherapa ahli ginekologi dan obstetrik cenderung untuk segera mengakhiri atau terminasi kehamilan pada GGA obstetrik yang terdapat pada akhir kehamilan.
3. GLOMERULONEFRITIS KRONIK
Istilah Glomerulonefritis Kronik (GK) kurang tepat karena tidak seluruhnya murni suatu inflamasi. Beberapa klinisi lebih sering memakai istilah Sindrom Nefritik Kronik (SNK) karena presentasi klinik (clinical presentations) dan etiologinya bervariasi. Pada penyakit ini ditandai dengan kerusakan/destruksi parenkhim ginjal progresif dan kronik yang akan berakhir dengan "end-stage kidney". Presentasi klinik dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) bervariasi dari tanpa keluhan dan dijumpai pada pemeriksaan fisik rutin (hipertensi) atau pemeriksaan laboratorium rutin (proteinuri dengan atau tanpa hematuri) sampai timbulnya stadium akhir "end-stage kidney" dengan Sindrom Uremi. Jadi perjalanan penyakit dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) bervariasi dan individual. Apakah pola perjalanan penyakit dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) ini dapat kita kendalikan sehingga dapat dihindarkan kemungkinan destruksi parenkhim ginjal lebih luas yang akan berakhir dengan stadium terminal "endstage kidney". Beberapa faktor yang dapat memperburuk faal ginjal tetapi dapat dicegah atau dikendalikan seperti infeksi saluran kemih, hipertensi berat, kehilangan cairan dan elektrolit karena berbagai sebab, payah jantung kongcstif, obat-obat nefrotoksik. 1)i lain pihak memang kita tidak dapat mencegah kemungkinan timbulnya eksaserbasi akut dari penyakit dasarnya. Apakah faktor kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK) atau sebaliknya apakah faktor Sindrom Nefritik Kronik (SNK) dapat mempengaruhi kehamilan? Masalah inilah yang akan penulis bahas walaupun bersumber dari kepustakaan luar negeri. Kebanyakan tulisan hasil penelitian retrospektif atau kasuistik dan sangat jarang penelitian-pcnelitian prospektif. Sepengetahuan penulis di lndonesia sendiri belum pernah dilaporkan hubungan penyakit ginjal kronik dengan kehamilan.
ETIOLOGI
Etiologi Glomerulonefritis Kronik (GK) seperti terlihat pada gambar berikut :
Penyakit ginjal idiopati dengan etiologi yang masih belum diketahui tidak jarang merupakan penyebab dari Sindrom Nefritik Kronik (SNK). Pada beberapa penderita kelainan ginjal dapat merupakan presentasi klinik pertama dari penyakit
sistemik.
PRESENTASI KLINIK
Di klinik Sindrom Nefritik Kronik dapat muncul dengan 1 di antara 6 macam presentasi klinik.
a. Proteinuri dengan atau tanpa hematuri
Beberapa penderita tanpa keluhan untuk selama bertahuntahun dan baru diketahui menderita penyakit ginjal kronik hanya berdasarkan pemeriksaan laboratorium rutin yakni analisa urin rutin. Setiap kunjungan prenatal dari mulai kehamilan muda sampai impartu, analisa urin rutin sangat penting sebagai uji pendahuluan (screening test) untuk penyakit ginjal. Strategi pengelolaan setiap penderita dengan proteinuri asimptomatik, sbb:
Bahan jaringan biopsi ginjal (lebih baik biopsi terbuka atau surgical) dibagi 3 bagian:
a. bahan disimpan dalam konservant larutan formalin 10% untuk pemeriksaan mikroskop cahaya.
b. bahan jaringan dengan konservant larutan gluthealdehyde untuk pemeriksaan mikroskop elektron.
c. bahan jaringan segar dan diawetkan dengan es kering untuk pemeriksaan immunopatologi.
Etiologi penyakit sistemik:
a. SLE
b. diabetes mellitus
c. gout
d. amiloidosis
e. hipertensi
Cara pengiriman bahan pemeriksaan ini sangat penting untuk interpretasi kelainan histopatologi. Pola pengelolaan proteinuri asimptomatik di luar kehamilan seperti di atas berlaku juga kehamilan kecuali pemeriksaan pielogram intravena. Pemeriksaan pielogram intravena kontraindikasi pada kehamilan muda, trimester I. Biopsi ginjal prepartum tidak merupakan kontraindikasi, morbiditas prepartum dan di luar kehamilan sama. Menurut KincaidSmith, mengenal macam-macam lesi histopatologik sangat penting dibandingkan dengan klinis untuk menentukan prognosa glomerulonefritis selama kehamilan.
b. Hipertensi
Hipertensi ringan sampai berat dengan atau tanpa penyulit dapat merupakan presentasi klinik pertama dari glomerulonefritis kronik. Hipertensi apa pun juga sebabnya dapat mempertinggi angka morbiditas dan mortalitas baik material maupun fetal. Masalah yang sulit dan masih merupakan perdebatan di antara para klinisi yaitu kriteria hipertensi selama kehamilan. Selama kehamilan normal secara fisiologis selalu terdapat penurunan tekanan darah 10—15 mm Hg. Keadaan fisiologis ini harus diketahui untuk menentukan adanya hipertensi maupun derajat hipertensi selama kehamilan. Parameter untuk derajat hipertensi yang sudah kita ketahui di luar kehamilan berbeda dengan parameter derajat hipertensi selama kehamilan.
Klasifikasi hipertensi selama kehamilan menurut American College of Obstetricians and Gynecologist sbb. :
i. Preeclampsia-Eclampsia (hypertension peculiar to pregnancy).
ii. Chronic Hypertension (whatever cause) di antaranya hipertensi yang berhubungan dengan glomerulonefritis kronik.
iii. Chronic Hypertension with Superimposed Preeclampsia.
iv. Late or transient hypertension.
c. Sindrom Nefrotik
Sindrom Nefrotik ini merupakan presentasi klinik yang sering dijumpai di klinik. STRAUCH & HAYSLETT (1974) melaporkan 13 dari 25 pasien glomerulonefritis selama kehamilan dengan presentasi Sindrom Nefrotik (12).
d. Sindrom Nefrotik Akut
Sindrom Nefritik Akut (SNA) ditandai dengan oliguri, proteinuri dan hematuri, hipertensi, sembab dan bendungan sirkulasi. Sindrom Nefritik Akut ini dapat merupakan eksaserbasi akut dari penyakit dasarnya atau merupakan presentasi klinik pertama dari suatu glomerulonefritis akut. Selama kehamilan sangat jarang dijumpai pasien-pasien dengan Sindrom Nefritik Akut.
e. Preeklampsi — eklampsi
Kira-kira 35% dari pasien-pasien preeklampsi atau eklampsi mempunyai dasar glomerulonefritis kronik. Peranan biopsi ginjal prepartum atau post partum sangat menentukan untuk mencari dasar dari preeklampsi/eklampsi.
f. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Manifestasi klinik GGK bervariasi tergantung dari derajat dari penurunan faal ginjal GFR. Grafik berikut menggambarkan hubungan antara manifestasi klinik dengan GFR (2) :
Pasien-pasien dengan Diminished Renal Reserve dan Renal Insufficiency mungkin lebih sering dijumpai di klinik bila dilakukan pemeriksaan lebih teliti. Setiap pasien hipertensi dan anemi, hiperurikemi pada pemeriksaan laboratorium harus dicurigai telah menderita GGK.
Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal (GFR) menurut International Committee for Nomenclature and Nosology of renal Disease sbb. :
Kelas A GFR Normal Serum kreatinin normal
Kelas B GFR 50—80% (N) Serum kreatinin normal— 2,4 mg%
Kelas C GFR 20— 50% (N) Serum kreatinin 2,5—4,9 mg%
Kelas D GFR 10-20% (N) Serum kreatinin 5,0--7,9 mg%
Kelas E GFR 5—10% (N) Serum kreatinin 8—12 mg%
Kelas F GFR 5% (N) Serum kreatinin 12 mg%
Apakah pasien-pasien dengan GGK dapat menjadi hamil? Pada umumnya pasien dengan GGK berat atau Sindrom Uremi seringkali menjadi infertil.
4. SINDROM NEFROTIK PADA KEHAMILAN
Definisi
Menurut para klinisi Sindrom Nefrotik (SN) merupakan rangkaian manifestasi klinik dan laboratorium (proteinuri masif, hipoalbuminemi, sembab dan mungkin disertai hiperlipidemi) dengan aneka ragam etiologi. Proteinuri masif lebih dari 3,5 gram perhari per 1,73 m2 luas permukaan badan adalah kriteria dasar dari Sindrom Nefrotik. Dengan demikian sebagian besar manifestasi klinik Sindrom Nefrotik tergantung dari derajat proteinuri.
Etiologi
Pada umumnya Sindrom Nefrotik disebabkan oleh macam-macam penyakit : glomerulonefritis primer (idiopati), glomerulonefritis sekunder akibat penyakit sistemik, gangguan sirkulasi mekanik, infeksi (hepatitis B virus, bakteri, parasit), efek samping atau allergi terhadap macam-macam obat, penyakit keganasan. Walaupun etiologi Sindrom Nefrotik sangat banyak, di klinik sebagian besar (75—80%) mempunyai hubungan dengan glomerulonefritis idiopati dengan etiologi tidak diketahui. Prognosa dan pengobatan SN Idiopati semata-mata tergantung dari lesi-lesi histopatologi. Nefropati Lesi Minimal mempunyai respon yang baik terhadap kortikosteroid dibandingkan dengan lesi-lesi lain dan mempunyai prognosa baik.
Proteinuri masif pada trimester ke-III dari kehamilan dapat ditemukan juga pada penyulit kehamilan: pre-eklampsi dan eklampsi, cyclic nephrotic syndrome of pregnancy. Perbedaan dengan pre-eklampsi dan eklampsi sangat penting, mempunyai implikasi terapeutik dan prognosa yang berlainan. Etiologi cyclic nephrotic syndrome of pregnancy tidak diketahui, diduga mempunyai hubungan dengan kompleks immun. Pelepasan "sensitizing antigen" dari fetal atau plasenta menyebabkan deposit atau pengendapan kompleks immun pada glomeruli. Hipotesa ini diragukan karena deposit kompleks immun tidak dijumpai pada pemeriksaan immunopatologi (immunofluoresensi).
Diagnosa banding
Sindrom Nefrotik (SN) yang ditemukan pada trimester ke- III dari kehamilan harus dibedakan dengan pre-eklampsi/eklampsi dan cyclic nephrotic syndrome of pregnancy.
a. Pre-eklampsi/eklampsi
Proteinuri masif lebih dari 3,5 gram/hari/1,73 m 2 luas permukaan badan sering dijumpai pada pre-eklampsi/eklampsi. Perbedaan SN Idiopati yang ditemukan pada trimester ke-III dari kehamilan dengan pre-eklampsi/eklampsi sangat penting, mempunyai implikasi terapeutik dan prognosa yang berlainan. Klinis SN Idiopati (kecuali Nefropati Lesi Minimal) sulit dibedakan dengan pre-eklampsi/eklampsi. Hipertensi, proteinuri masif "unselective", kenaikan serum asam urat, yang selalu dijumpai pada pre-eklampsi/eklampsi dapat juga ditemukan pada SN Idiopati bukan lesi minimal misal Nefropati Membranosa (NM) atau Nefropati Proliferatif (NP). Pada SN Idiopati lesi minimal (Nefropati Lesi Minimal —NLM) tidak ditemukan hipertensi, proteinuri "selective", dan serum asam urat normal. Dalam menghadapi keragu-raguan terutama bila ditemukan tekanan darah diastolik antara 80—95 mm Hg, peranan biopsi ginjal pre-partum sangat penting. Jaringan ginjal diperiksa dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, immunopatologi. LINDHEIMER & KATZ menganjurkan biopsi ginjal pre-partum secara terbuka. Kelainan histopatologi renal dari pre-eklampsi/eklampsi khas dinamakan capillary glomerular endothelliosis.
b. Cyclic Nephrotic Syndrome of pregnancy
Klinis sulit dibedakan dengan SN Idiopati lesi minimal. Anamnesa yang teliti sangat penting, keluhan sindrom nefrotik ditemukan setiap kehamilan dan remisi setelah partus. Pemeriksaan immunopatologi tidak ditemukan deposit kompleks immun pada glomeruli seperti pada SN Idiopati lesi minimal. Bentuk SN ini mempunyai prognosa baik dan remisi setelah partus.
Patofisiologi dan manifestasi klinik (lihat skema)
Faktor kehamilan dapat memperberat Sindrom Nefrotik dan menambah insidens penyulit :
a. Proteinuri
Selama kehamilan normal terdapat kenaikan hemodinamik renal, diikuti dengan kenaikan tekanan vena renalis. Setiap kenaikan tekanan vena renalis (trombosis vena renalis atau payah jantung kongestif refrakter) dapat menyebabkan proteinuri ringan sampai berat. Dengan demikian, faktor kehamilan sendiri yang disertai kenaikan tekanan vena renalis dapat memperberat proteinuri dari SN Idiopati.
b. Hipoalbuminemi
Pada setiap SN, hipoalbuminemi terutama disebabkan proteinuri masif. Faktor-faktor lain yang memperberat hipoalbuminemi seperti katabolisme albumin dalam sel-sel tubulus, malnutrisi, protein losing enteropathy dan faktor kehamilan. Setiap kehamilan normal selalu terdapat penurunan konsentrasi serum albumin 0,5—1,0 gram %. Jadi faktor kehamilan akan mempengaruhi derajat hipoalbuminemi. Menurut beberapa peneliti derajat hipoalbuminemi akan mempengaruhi retardasi pertumbuhan janin, tidak jarang terdapat prematuritas , dan gangguan nerologik atau pertumbuhan mental bayi.
c. Sembab
Derajat hipoalbuminemi sejajar dengan retensi cairan interstisial (sembab). Bila konsentrasi serum albumin kurang dari 1,5 gram % selalu disertai anasarka.
d. Hiperkholesterolemi
Kholesterol dan asam lemak bebas meninggi selama kehamilan.
Terapi
Terapi SN Idiopati selama kehamilan atau di luar kehamilan pada prinsipnya tidak berbeda, walaupun terdapat beberapa modifikasi. Modifikasi terapi ini sangat penting karena yang kita hadapi 2 insan yaitu maternal dan fetal (janin).
a. Peranan istirahat
Istirahat mutlak di tempat tidur terutama untuk penderita berat dengan anasarka sangat penting. Istirahat ini untuk mengurangi proteinuri ortostatik.
b. Diit
Diit kaya protein (3 gram per-kg berat badan) terutama protein hewani yang mempunyai nilai biologis tinggi. Pantang garam natrium dapat mengurangi sembab.
c. Infus albumin
Indikasi infus albumin miskin garam bila (a) pasien dengan penurunan faal ginjal akibat oligemi, (b) hipotensi postural. Infus albumin ini dapat diberikan 2 kali seminggu.
d. Diuretik
Pemberian diuretik tidak boleh rutin pada SN dengan kehamilan, dapat menimbulkan efek samping pada maternal maupun fetal Oanin). Diuretik dapat menyebabkan gangguan perfusi uteroplasenta, circulatory collapse, dan serangan tromboemboli. Diuretik golongan tiazid pada bayi dapat menyebabkan hiponatremi dengan Apgar score buruk, trombositopeni dan ikterus. Pada kasus-kasus berat terutama dengan anasarka dapat diberikan hanya golongan furosemid yang aman untuk janin.
e. Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid memperlihatkan respon yang baik untuk SN Idiopati lesi minimal di luar kehamilan. Pada dewasa ini beberapa peneliti menganjurkan takaran rendah 30 mg perhari intermittent. Golongan kortikosteroid dan faktor kehamilan sendiri merupakan faktor-faktor yang mempunyai sifat hiperkoagulasi. Menurut hemat penulis, kortikosteroid ini tidak perlu rutin diberikan pada SN Idiopati walaupun lesi minimal selama kehamilan. Kortikosteroid hanya diberikan pada kasus-kasus khusus seperti lupus nephropathy.
Tindak lanjut
1. Analisa urin rutin pada setiap PNC (pre natal case)
2. Pengukuran berat badan
3. Monitoring tekanan darah 2 kali sehari
4. Biakan urin
Prognosa
Prognosa SN Idiopati selama kehamilan baik. Terminasi kehamilan tidak perlu.
Pengaruh Penyakit Parenkhim Ginjal Kronik (Glomerulonefritis Kronik atau Sindrom Nefritik Kronik) pada kehamilan.
Dalam membahas masalah ini penulis membagi pasien pasien berdasarkan gambaran klinik (laboratorium) dan kelainan histopatologi ginjal:
a. Golongan pasien tanpa penurunan faal ginjal GFR
Yang termasuk golongan pasien ini terutama dengan proteinuri ringan (asimptomatik) sampai berat (sindrom nefrotik) dengan atau tanpa hipertensi. Menurut laporan retrospektif dari beberapa peneliti, insidens preeklampsi/eklampsi bervariasi antara 7—35% pada pasien-pasien dengan proteinuri asimptomatik. Insidens preeklampsi/eklampsi meningkat, mencapai 87% disertai kematian janin tinggi bila disertai insufisiensi ginjal sebelum konsepsi (kehamilan). Menurut WARDENER kira-kira 1/3 dari golongan pasien proteinuri asimptomatik mengalami penyulit-penyulit kehamilan dengan kematian janin tinggi. Indikasi terminasi kehamilan biasanya pada minggu ke-33 karena bahaya perdarahan makin besar bila kehamilan dipertahankan. Sebaliknya, peneliti lain berpendapat bahwa pasien-pasien dengan riwayat glomerulonefritis kronik, sindrom nefrotik, pielonefritis kronik, dan "renal transplantasion " ; tidak akan menyebabkan penyulitpenyulit kehamilan asal tidak disertai hipertensi atau insufisiensi ginjal sebelum konsepsi. Peneliti ini menekankan pentingnya interval antara onset penyakit ginjal dan konsepsi (kehamilan). Bila onset penyakit ginjal lebih dari 3 tahun sebelum konsepsi melaporkan 20 pasien glomerulonefritis kronik (tanpa hipertensi dan insufisiensi ginjal) dengan 29 kali kehamilan, hanya 4 pasien berakhir dengan abortus spontan. Dari-5 pasien renal transplantation (5 kali kehamilan) tanpa mengalami penyulit selama kehamilan sampai impartu.
b. Golongan pasien dengan penurunan faal ginjal GFR
Sebagian besar pasien dengan insufisiensi ginjal menjadi infertil atau steril. Bila ureum darah lebih dari 60 mg% atau serum kreatinin lebih dari 3 mg% yang dijumpai pada trimester I jarang sampai impartu, sering terdapat penyulit perdarahan atau abortus. Bila pasien dengan azotemi dan hipertensi sebelum kehamilan, fetal survival rate turun kurang dari 40% dan insidens preeklampsi/eklampsi naik mencapai 75%. Bila terdapat gagal ginjal selama kehamilan, hemodialisa harus segera dilakukan dan gestasi mungkin dapat dipertahankan dengan sempurna. Resiko kematian janin tetap tinggi bila azotemi tidak terkontrol dengan hemodialisa. Pada pasienpasien demikian, sebaiknya kehamilan segera diakhiri.
c. Golongan pasien berdasarkan kelainan histopatologi ginjal
Menurut Kincaid-Smith prognosa kehamilan dari pasien dengan glomerulonefritis kronik tidak hanya tergantung dari gambaran klinik saja, yang penting dari macam kelainan histopatologi ginjal. Hipotesa ini disokong oleh peneliti lain bahwa perjalanan kehamilan dari pasien-pasien dengan koeksistensi penyakit ginjal berhubungan dengan dasar lesi ginjal dan mungkin dengan GFR dan tekanan darah. Strauch & Hayslett mempelajari 41 kehamilan dari 25 pasien dengan penyakit ginjal. Klasifikasi penyakit dari setiap pasien berdasarkan biopsi ginjal. Glomerulonefritis kronik dengan lesi minimal mempunyai prognosa baik, jarang terdapat penyulit-penyulit kehamilan. Glomerulonefritis dengan lesi histopatologi berat dengan pembentukan bulan sabit (crescent), kehamilan jarang sampai impartu. Sering terdapat penyulit perdarahan atau abortus. Pada lesi membranosa mungkin terdapat sembab yang berat selama kehamilan.
Walaupun data-data penyulit selama perjalanan kehamilan telah banyak dilaporkan, masalah yang sulit mengenai mekanismenya. Sampai sekarang belum diketahi pasti mekanisme penyulit-penyulit kehamilan dari pasien-pasien dengan glomerulonefritis kronik.
Pengaruh kehamilan pada perjalanan penyakit dari pasien Glomerulonefritis Kronik atau Sindrom Nefritik Kronik
a. Golongan pasien tanpa penurunan faal ginjal GFR
Pada golongan pasien dengan proteinuri asimptomatik atau proteinuri berat (sindrom nefrotik) tanpa hipertensi, kehamilan tidak merupakan kontraindikasi dan tidak akan menyebabkan penurunan faal ginjal. Proteinuri mungkin bertambah berat akibat perubahan-perubahan fisiologik dari kehamilan. Infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) sering merupakan penyulit dari pasien-pasien dengan sindrom nefrotik. Bila glomerulonefritis kronik ini disertai gejala hipertensi sebelum kehamilan, hampir 50% dari pasien akan memperlihatkan penurunan faal ginjal GFR (3). Mekanisme penurunan faal ginjal tidak diketahui mungkin faktor hipertensinya yang tidak terkendalikan. Menurut hemat penulis, kehamilan sendiri yang mempunyai sifat hiperkoagulasi mungkin mempunyai peranan dalam mekanisme kerusakan ginjal.
b. Golongan pasien dengan penurunan faal ginjal GFR
Seperti diketahui derajat penurunan faal ginjal bervariasi dari tingkat ringan sampai berat dengan sindrom uremi. Golongan pasien dengan derajat penurunan faal ginjal yang termasuk kelas C sampai F tidak merupakan masalah, karena telah infertil. Masalah yang mungkin sering dihadapi yaitu golongan pasien dengan derajat penurunan faal ginjal kelas A dan B yang klinis sulit dikenal. Bila golongan pasien kelas A dan B diketahui sebelum kehamilan diharuskan mengikuti program keluarga berencana dengan sterilisasi. Pemberian kontrasepsi oral kontraindikasi, karena obatobat tersebut menyebabkan keadaan kehamilan semu (pseudopregnancy). Kehamilan sering menyebabkan penurunan mendadak faal ginjal GFR, penambahan proteinuri dan kenaikan hipertensi sebelum kehamilan minggu ke-20. Beberapa ahli ginekologi mengambil sikap segera mengakhiri kehamilan, abortus terapeutik. Pada dewasa ini hemodialisa atau peritoneal dialisa memegang peranan penting untuk memperbaiki prognosa kehamilan dan janin dari pasien-pasien dengan gagal ginjal.
c. Golongan pasien berdasarkan kelainan histopatologi ginjal
Pada umumnya kelainan histopatologi ginjal dari suatu glomerulopati mempunyai korelasi dengan manifestasi klinik maupun prognosanya. Seperti telah dibahas di atas, prognosa kehamilan dari wanita dengan koeksistensi glomerulonefritis kronik tergantung dari macam lesi ginjal, mungkin dengan faal ginjal GFR dan tekanan darah. Sekarang, bagaimana pengaruh kehamilan terhadap perjalanan penyakit dari glomerulonefritis kronik yang telah diketahui sebelum konsepsi atau kehamilan? STRAUCH & HAYSLETT melaporkan 15 pasien glomerulonefritis kronik idiopati dengan 31 kehamilan. Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan penyakit ginjalnya seperti terlihat pada tabel berikut.
Hampir 50% dari pasien-pasien menderita Sindrom Nefrotik terutama pada lesi membranosa. Satu pasien dengan lesi histopatologi ginjal berat (lesi proliferatif dengan pembentukan bulan sabit atau crescent) mengalami azotemi, dilakukan abortus terapeutik dan diteruskan dengan transplantasi ginjal.

V. Penyakit Hepar
Waktu terjadinya penyakit hati pada kehamilan (Knox dan Kaplan)

Trimester 1 & II
Trimester III
Jaundice dengan hiperemesis gravidarum
Cholestasis of pregnancy
Cholestasis of pregnancy
Sindrom Dubin Johnson
Sindrom Dubin Johnson
Acute fatty liver of pregnancy

Toksemia gravidarum dengan keterlibatan hati

Ruptur akut hati

Sindrom Budd-Chiari

1. Hiperemesis gravidarum
v Jarang terjadi
v Eksklusif pada trimester pertama
v Bilirubin dan alkali fosfatase meningkat ringan
v Aminotransferase abnormal ringan
v Berulang pada kehamilan berikutnya
2. Intrahepatic Cholestasis of pregnancy (ICP)
v = benign recurrent cholestasis of pregnancy = pruritus gravidarum
v Gambaran klinis: pruritus sampai kolestasis berat dengan defisiensi vit K dan perdarahan postpartum bermakna.
v Peningkatan insidensi prematuritas, distress fetus, dan lahir mati
v Akan terjadi pada kehamilan berikutnya dan bersifat familial
v Dijumpai antigen HLA-BW 16 pada perempuan dengan riwayat ICP
v Terapi: suportif, kolestiramin 10-12g/hari (untuk pruritus), vit K parenteral
3. Acute Fatty Liver Of Pregnancy
v Jarang (1/13000 persalianan)
v Faktor risiko: tetrasiklin dosis tinggi IV, ISPA, dan yang lain tidak definitif
v Berkaitan dengan: kehamilan kembar/lebih, fetus ♂, kehamilan pertama, hipertensi arterial, edema perifer, dan proteinuria.
v Awitan gejala: 30-38 kehamilan
v Gejala: nausea, muntah, nyeri abdomen, jaundice (1 minggu-10 hari), asites (50% pasien), bisa juga terjadi koma, gagal ginjal, perdarahan tetapi jarang
v Gambaran lab khas: asam urat meningkat (karena kerusakan jaringan) dan giant platelet dengan basophilic stippling (membedakan dengan hepatitis virus akut)
v Gambaran lain: hipoglikemia berat, serum amonia tinggi, hiperaminoasidemigeneralisata.
v Biopsi hati (untuk DD dengan hep virus akut): hati pucat, kecil, hepatosit pucat, bengkak pada daerah perisentral. Pewarnaan lemak khusus: liver bengkak diisi dorplet lemak mikrovesikuler, nukleus di tengah sel.
v Dari 140 kasus, 46% alami preeklamsia atau eklamsia
v Mortalitas fetus dan maternal 85%
v Pasien selamat memiliki gejala sisa jangka panjang
v Terapi: pengenalan dini penyakit dan persalinan dini, seksio sesaria meningkatkan survival ibu dan fetus, fresh frozen plasma dan albumin IV sebagai terapi ajuvan, hemodialisis dapat membantu.
v Pasien tidak jaundice & waktu Protrombin N : persalianan sesuai prosedur standar obstetri sedang pasien dengan penyakit hati berat: fetus harus segera dilahirkan.
v Transplantasi hati : pilihan yang perlu dipertimbangkan
4. Toksemia Gravidarum
v Sindrom, etiologi tidak diketahui, tjd setelah kehamilan 20 minggu, terjadi pada 5% kehamilan
v Derajat keparahan bervariasi (asimptomatik-preeklamsia dengan edema, proteinuria, hipertensi arterial sampai eklamsia dengan kejanG)
v Risk factor: hamil di usia muda atau tua, hamil pertama, hamil kembar/>, DM, Hipertensi sebelum hamil, riwayat toksemia maternal)
v Temuan: abnormalitas ringan aminotransferase dan alkali fosfatase, biopsi hati: abnormalitas histologi ringan
v Manifes: perdarahan peripartum, subkapsulkar, deposisi fibrin tersebar, perdarahan hati bila nekrosis berat, kasus berat (terjadi ruptur hati dengan perdarahan intraperitoneal masif)
v DD: sindrom koagulasi Intravaskular difus
v Terapi: a. terapi preeklamsia/eklamsia, b. gejala preeklamsia/eklamsia tidak terkendali: evakuasi uterus
5. Ruptur hati
v Berhub. dengan preeklamsia
v Gejala klinis: nyeri abdomen mendadak, distensi, hipotensi, Syok (jarang)
v Pungsi peritonel : darah
v Diagnosis: kecurigaan klnis + CT Scan dan liver spleen scan.
v SCAN : filling defect multiple---> nekrosis iskemik
v Ruptur : 90% kasus lobus kanan
v DD: ruptur uterus
v Terapi: pembedahan (reseksi hati/ lobektomi)
6. Sindrom Budd-Chiari
v Tidak eksklusif pada kehamilan, berhub. dengan konsumsi pil KB
v Terjadi pada periode intermediet post partum, yang lain pada trimester 2 atau selama abortus septik.
v Manifes klinis: nyeri abdomen dan asites onset mendadak, trombosis v hapatica diikuti hipertensi portal, hati membesar dan nyeri tekan.
v Tes fungsi hepaR: peningkatan ringan aminotransferase dan alkali fosfatase.
v Terapi:
7. Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet (HELLP)
8. Hepatitis Virus

VI. Thrombositopenia.
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis atau sekunder akibat keracunan obat dan racun lainnya. Kehamilan tidak dipengaruhi oleh penyakit ini.
Diagnosis:
1. purpura di kulit
2. percobaan tourniquet (+)
3. trombosit < 100.000/mm3
4. perpanjangan masa perdarahan, retraksi beku, dan konsumsi protrombin
5. jumlah megakariosit dalam sum-sum tulang lebih banyak
Aglutinin plasma dapat melewati plasenta sehingga janin menderita pula trombositopenia yang bersifat sementara sampai 2 bulan setelah kelahiran dan jarang menjadi penyulit klinik yang berat.
Wanita hamil dengan trombositopenia idiopatis diawasi dengan baik dan pada keadaan berat dapat diberikan prednison dan prednisolon. Tapi hasilnya tidak selalu memuaskan dan diduga berbahaya pada janin dalam kehamilan muda.
Apabila terjadi perdarahan yang sukar diatasi dan jika perlu dilakukan operasi besar maka risiko dapat dikurangi dengan pemberian transfusi trombosit dari donor dengan polisitemia vera atau trombosis.
Pimpinan persalinan harus diusahakan sebaik-baiknya dengan menghindari episitomia yang luas. Sebaiknya tidak diberikan anastesia yang dalam dan setelah persalinan diusahakan supaya uterus tetap berkontraksi baik. Seksio sesarea dapat menimbulkan perdarahan yang tidak dapat dikuasai.

16. Diabetes Pada Kehamilan
Diabetes tipe 2 yang tidak bergantung insulin tidak memiliki eterkaitan dengan HLA. Penyakit memperlihatkan familial dan angka kejadian bersama pada kembar monozigot adalah 100 persen. Patofisiologinya adalah kelainan sekresi insulin dan retensi jaringan sasaran terhadap insulin. Sebagian pasien mengalami kegemukan, dan terdapat spekulasi bahwa resistensi insulin perifer yang dipicu oleh kegemukan menyebabkan kelelahan sel beta. Diabetes adalah penyulit medis tersering pada kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi mereka yang mengidap diabetes sebelum hamil (overt), dan mereka yang diidagnosis saat hamil (gestasional). Wanita dengan kadar plasma yang tinggi, glukosuria, dan ketoasidosis tidak menibulkan masalah dalam diagnosis. Demikian pula, wanita dengan kadar glukosa plasma sewaktu lebih dari 200 mg/dl plus tanda dan gejala klasik seperti polidipsi, poliria, dan penurunan berat yang tidak jelas sebabnya atau glukosa puasa 126 mg/dl atau lebih, harus dianggap mengalami diabetes overt. Glukosuria umumnya tidak mencerminkan gangguan toleransi glukosa, tetapi lebih mencerminkan peningkatan filtrasi glomerulus. Pada diabetes gestasional dianjurkan untuk melakukan penapisan pada usia kehamilan 24-28 minggu pada wanita yang tidak diketahui memperlihatkan intoleransi glukosa pada usia kehamilan yang lebih dini.
1. diabetes gestasional
Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan, mungkin akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa. Yang paling penting, lebih dari separuh wanita dengan diabetes gestasional akhirnya mengalami diabetes overt dalam 20 tahun berikutnya, dan semakin banyak bukti bahwa anak-anak mereka rentan mengalami diabetes dan kegemukan di kemudian hari.
Keadaan ini dapat menimbulkan efek bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah makrosomia disertai trauma lahir karena distosia bahu. Karena mereka yang ibunya mengidap diabetes mengalami pengendapan lemak berlebihan di bahu dan badan hingga rentan mengalami distosia bahu. Hiperinsulinemia janin yang disebabkan oleh hipeglikemia ibu, yang akhirnya akan merangsang pertumbuhan somatik berlebihan.
Penatalaksanaan :
- diet
- olah ragaà yang menggunakan otot tubuh bagian atas dan tidak menimbulkan stress
- insulin à apabila hiperglikemia puasa > 105 mg/dl menetap setelah terapi diet.

2. diabetes overt
efek yang timbul pada janin :
· abortus
· pelahiran preterm
· malformasi à karena kurang terkontrolnya diabetes baik sebelum konsepsi maupun selama awal kehamilan
· hidramnion
Efek pada ibu : - nefropati diabetik
- retinopati diabetik
- neuropati diabetik
- preeklamsia
- ketoasidosis
- infeksi









KONTRASEPSI

1. INTRA UTERIN DEVICE (AKDR)
Jenis AKDR :
Secara kimiawi inert terdiri dari bahan tidak terserap, terutama polietilen dan dibubuhi oleh barium sulfat agar radioopak.
Aktif secara kimiawi, zat progestasional secara terus-menerus. Dimana saat ini yang tersedia hanya AKDR yang aktif secara kimiawi.
Progestasert
Yaitu ko-polimer etilen vinil asetat berbentuk T memiliki batang vertikal yang mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat dalam dasar silikon. Alat ini mengeluarkan progesteron sekitar 65 µg/hari ke dalam rongga uterus selama 1 tahun. Jumlah ini tidak mempengaruhi kadar progesteron plasma.
AKDR Levonorgestrel (AKDR –LNg)
Alat ini membebaskan levonorgestrel ke dalam uterus dengan kecepatan relatif konstan 20 µg/hari, yang secara nyata mengurangi efek sistemik progestin. AKDR ini merupakan polietilen berbentuk hurup T yang batangnya terbungkus oleh campuran levonorgestrel. Campuran ini dilapisi oleh suatu membran permeabel yang mengatur kecepatan pembebasan hormon.
Copper T 380A
Alat ini terdiri dari polietilen dan barium sulfat.batangnya dibalut oleh kawat tembaga halus 314 mm2 dan kedua lengan masing-masing mengandung 33 mm2 gelang tembaga sehingga total tembaga adalah 380 mm2.

Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja belum diketahui dengan pasti. Gangguan implantasi ovum yang sudah dibuahi dianggap sebagai cara kerja alat ini. Respon peradangan lokal dapat terjadi terutama oleh alat yang mengandung tembaga, akan memicu aktivasi lisosom dan peradangan yang bersifat spermisidal. Jika pada akhirnya terjadi pembuahan, reaksi peradangan yang sama akan ditujukan pada blasokista.. mekanisme lainnya yaitu percepatan motilitas tuba yang diperkirakan ditimbulkan oleh respon peradangan di uterus.
Pada pemakai Progestasert jangka panjang terjadi atrofi endometrium.
AKDR yang mengandung progestin mengganggu penetrasi sperma melewati mukus serviks yang mengental.
Efektivitas :
AKDR menduduki peringkat kedua angka keberlanjutan 1 tahun dan jangka panjang dibawah kontrasepsi implan. Angka berkelanjutan 1 tahun setara dengan kontrasepsi oral. Hal ini hampir pasti disebabkan oleh efektifitas dan sifat kontrasepsi yang hanya sekali pasang. Angka kegagalan untuk progesterat adalah dua kali lipat dibandingkan dengan Cu T 380° (2 versus 0,8%). Cu T 380A adalah salah satu cara yang paling efektif yang tersedia. AKDR LNg tampaknya lebih efektif lagi daripada Cu T 380° dengan angka kegagalan pemakaian sebesar 0,1%.
Cara insersi AKDR:
Pemasanga AKDR sewaktu haid akan mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui kanalis servikalis.
Periksa dilakukan untuk menentukan bentuk, ukuran, dan posisi uterus. Singkirkan kemungkinan kehamilan dan infeksi pelvis
Serviks dibersihkan beberapa kali dengan larutan antiseptik
Inspekulo, serviks ditampilkan dan bibir depan serviks dijepit dengan cunam serviks. Penjepitan dilakukan kira-kira 2 cm dari ostium uteri eksternum, dengan cunam bergigi satu.
Sambil menarik serviks dengan cunam serviks, dimasukanlah sonde uterus untuk menentukan jarak sumbu kanalis servikalis dan uterus, panjang cavum uteri, dan posisi ostium uteri internum. Tentukan arah ante atau retroversi uterus. Jika sonde masuk kurang dari 5 cm atau cavum uteri terlalu sempit, insersi AKDR jangan dilakukan.
Tabung penyalur dengan AKDR di dalamnya dimasukan melalui kanalis servikalis, sesuai dengan arah dan jarak yang didapat pada waktu pemasukan sonde. Kadang-kadang terjadi tahanan sebelum fundus uteri tercapai. Dalam hal demikian pemasangan diulangi.
AKDR dilepaskan di dalam cavum uteri dengan cara menarik keluar tabung penyalur, atau dapat pula dengan mendorong penyalur ke dalam cavum uteri. Cara pertama agaknya dapat mengurangi perforasi oleh AKDR.
Tabung dan penyalurnya kemudian dikeluarkan, filamen AKDR ditinggalkan kira-kira 2-3 cm
Cara mengeluarkan AKDR:
Pengeluaran AKDR lebih mudah jika dilakukan sewaktu haid
Inspekulo, filamen ditarik perlahan-lahan, jangan sampai putus. AKDRnya akan ikut keluar perlahan-lahan. Jika AKDR tidak keluar dengan mudah, lakukanlah sondase uterus, sehingga ostium uteri internum terbuka. Sonde diputar 900 perlahan-lahan. Selanjutnya, AKDR dikeluarkan seperti diatas.
Jika filamen tidak tampak or putus, AKDR dapat dikeluarkan dengan mikrokuret.
Kadang, diperlukan anestesi paraservikal untuk mengurangi rasa nyeri. Dilatasi kanalis servikalis dapat dilakukan dengan dilator atau batang laminaria
AKDR-Lippes tidak perlu dikeluarkan secara berkala. Jika posisinya baik, tidak ada efek samping dan pasien masih mau memakainya, AKDR tersebut dibiarkan saja in utero. Hanya AKDR tembaga perlu dikeluarkan dan diganti secara periodik (2-3 tahun), sedangkan progestasert 1-2 tahun
Indikasi pengeluaran AKDR:
1. permintaan pasien
2. meno-metroragia
3. infeksi pelvik
4. disparenia
Efek samping:
1. Nyeri pada waktu pemasangan
2. Kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian spasmolitikum atau pemakaian AKDR yang lebih kecil
3. Nyeri pelvik, dapat diatasi dg spasmolitikum
4. Pingsan dapat terjadi pada pasien dengan predeposisi untuk keadaan ini. Dapat diberikan atropin sulfas sebelum pemasangan, untuk mengurangi frekuensi bradikardia dan refleks vasovagal.
5. Perdarahan diluar haid (spotting)
6. Darah haid lebih banyak (menoragia)
7. Sekret vagina lebih banyak
8. Perforasi uterus. Dalam keadaan ini AKDR harus dikeluarkan melalui laparoskopi atau laparotomi apalagi kalau terjadi perforasi pada AKDR tembaga karena dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dengan usus.
9. Infeksi pelvik. Infeksi yang ringan dapat diobati dengan antibiotik. Jika infeksi berat, dibuatkan biakan dan uji kepekaan terus AKDRnya dikeluarin dan kasih antibiotik yang sesuai.
10. Endometritis. Gejala dininya (bukan Dini temen kita loh..!) berupa keputihan yang berbau, disparenia,metroragia dan menoragia. Lebih lanjut dapat menjadi parametritis, pembentukan abses pelvik dan peritonitis. Pemeriksaan bakteriologi dari endoserviks dan uterus harus dilakukan terus.. AKDR dikeluarkan.

Efek menguntungkan :
§ AKDR yang mengandung progesteron dan levonorgestrel mengurangi pengeluaran darah saat menstruasi dan bahkan dapat digunakan untuk mengobati menoragia, terjadi penurunan dismenorea.
§ AKDR LNg mengeluarkan hormon dalam jumlah sangat kecil, mengurangi insidensi infeksi panggul dan bermanfaat bagi wanita dengan fibroid uteri.
§ Setelah penghentian, kesuburan tidak terganggu.
Efek merugikan :
Pada pemakaian lebih lama dan seiring dengan bertambahnya usia pemakai, penyulit berupa kehamilan yang tidak diinginkan, ekspulsi, dan perdarahan semakin sering terjadi.
§ Perporasi uterus dan abortus
§ Kram dan perdarahan uterus
Kram dapat dikurangi dengan memberikan OAINS sekitar 1 jam sebelum pemasangan
§ Menoragia
Pengeluaran darah saat menstruasi sering meningkat pada pemakaian Cu T 380A, dan mungkin sangat banyak sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi.
Progesterat karena efek progesteronnya yang lokal, jarang menyebabkan menoragia dan anemia.
§ Infeksi
Infeksi panggul termasuk abortus septik, dapat terjadi pada pemakaian AKDR. Abses tubo-ovarium, yang mungkin unilateral pernah dilaporkan. Jika terbukti ada infeksi maka alat harus dikeluarkan dan yang bersangkutan diberikan terapi antibiotik yang efektif.
Karena resiko infeksi panggul berat disertai sterilitas maka tidak dianjurkan bagi wanita usia kurang 25 tahun atau mereka yang paritasnya rendah. Semua infeksi setelah 45 sampai 60 hari harus dianggap sebagai IMS dan diterapi yng sesuai.
Wanita yang menggunakan AKDR mungkin beresiko besar terjangkit HIV daripada wanita yang menggunakan kontrasepsi jenis lain.
Kehamilan dengan AKDR
Keberadaan AKDR dalam uterus yang hamil dapat membahayakan bagi wanita dan janinnya.alat yang berada diluar uterus dapat membahayakan bagi wanita yang bersangkutan. Jika diketahui terdapat kehamilan dan benang tampak keluar diserviks, alat harus dikeluarkan. Jika alat tetap berada didalam rahim, frekuensi bayi dengan berat lahir rendah meningkat, dibandingkan jika alat dikeluarkan secara dini. Angka abortus meningkat pada AKDR dibiarkan in situ.
Pada kegagalan kontrasepsi, resiko kehamilan ektopik meningkat. Untuk itu bagi wanita yang memiliki resiko mengalami kehamilan ektopik, mereka yang memiliki riwayat salpingitis, kehamilan ektopik, atau bedah tuba tidak diindikasikan untuk AKDR.

Kontra Indikasi











KontraIndikasi:
· Kontaindikasi MUTLAK:
1. kehamilan
2. penyakit radang panggul aktif or rekurens
3. suspect karsinoma serviks uteri, karsinoma korporis uteri
· Kontraindikasi RELATIF:
1. tumor ovarium
2. kelainan uterus (miom, polip, etc)
3. gonorea
4. servisitis
5. kelainan haid
6. dismenorea
7. stenosis kanalis servikalis
8. panjang cavum uteri yang kurang dari 6,5 cm
Penggantian
AKDR yang secara kimiawi inert dapat dibiarkan diuterus selama-lamanya. Pada sebagian kasus, senyawa polietilen akhirnya terlapisi oleh garam-garam kalsium, dan erosi endometrium menyebaban perdarahan dan alat harus segera diganti. AKDR yang mengandung tembaga harus diganti secara berkala. Copper T 380A boleh digunakan secara terus menerus selama 10 tahun. Progestasert harus diganti setiap tahun dan AKDR-LNg digunakan secara efektif sampai 5 tahun.

2. KONTRASEPSI ORAL
Kombinasi estrogen-progestin dapat diberikan per oral, suntikan IM, atau dalam bentuk koyo. Kontrasepsi oral paling bsering digunakan dan sering terdiri dari zat estrogen dan bahan progestasional yang diminum setiap hari selama 3 minggu dan berhenti selama 1 minggu agar terjadi perdarahan dari uterus.
























Obat yang efektifitasnya menurun oleh kontrasepsi oral kombinasi
Obat yang berineraksi
Efek merugikan
Asetaminofen dan aspirin
Obat penenang golongan
benzodiazepin
Metildopa
Antikoagulan oral
Hipoglokemi oral
Mungkin mengurangi efek analgetik
Menurunkan atau meningkatkan efektifitas obat penenang
Menurunkan efek hipotensi
Menurunkan efek anti koagulan
Mengurangi efek hipoglikemi

Obat yang efektifitasnya ditingkatkan oleh kontrasepsi oral
Obat yang berinteraksi
Efek merugikan
Alkohol
Aminofilin
Antidepresan
Benzodiazepin

Penyekat beta
Kafein
Kortikosteroid
teofilin
Efek mungkin meningkat
Efek meningkat
Efek mungkin meningkat
Efektifitas zat penenang mungkin meningkat atau menurun
Efek mungkin meningkat
Efek meningkat
Toksisitas meningkat
Efek meningkat

Obat yang diketahui atau dicurigai menurunkan efektifitas kontrasepsi oral kombinasi dan penatalaksanaan yang dianjurkan
Obat
Penatalaksanaan yang dianjurkan
Barbiturat
Karbamazepin
Felbamat
Griseofulvin
Ketokonazol
Fenitoin
Primidon
Rifampin
topiramat
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Gunakan kontrasepsi alternatif
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah
Kontrasepsi tmabahan / dosis ditambah


Keamanan
Secara umum, kontrasepsi oral apabila dipantau dengan benar terbukti relatif aman bagi sebagian wanita.
Efek menguntungkan
Pil kombinasi estrogen plus progestin adalah bentuk kontrasepsi reversibel paling efektif yang tersedia. Dilaporkan angka kegagalan 0,32 per 100 wanita/ tahun. Kepadatan tulang bertambah, pengeluaran darah dan menstruasi dan anemia berkurang, angka kehamilan ektopik lebih rendah, dismenore yang berkaitan dengan endometriosis berkurang, kista ovarium dan salpingitis berkurang, keluhan premenstruasi berkurang, angka kanker endometrium dan ovarium berkurang, berbagai penyakit payudara jinak dan berkurang, perbaikan hirsutisme, perbaikan akne, pencegahan aterogenesis, insiden dan keparahan penyakit radang panggul berkurang dan perbaikan reumatoid artritis.

Kemungkinan efek merugikan
a. Efek metabolik
§ Protein pengikat tiroid dalam plasma meningkat
§ Konsentrasi kortisol plasma meningkat disertai peningkatan transkortin yang hampir setara
§ Lipoprotein dan lemak
Kontrasepsi oral meningkatkan trigliserid dan kolesterol total. Estrogen menurunkan konsentrasi LDL dan meningkatkan konsentrasi HDL. Sebagian progestin menyebabkan hal yang sebaliknya. Pentingnya perubahan-perubahan ini pada pembentukan penyakit pembuluh darah arteri, misalnya infark miokard atau stroke. Efek kontrasepsi kombinasi pada lemak bergantung pada waktu dan dosis.Estrogen tampaknya menimbulkan respon yang menguntungkan dengan menurunkan kadar lipoprotein dalam darah. Efek aterogeniknya tampaknya disebabkan oleh penurunan aktivasi plasminogen. Berkurangnya plasmin menyebabkan berkurangnya aktivasi transforming growth factor β, yaitu suatu inhibitor kuat untuk proliferasi otot polos. Apabila terjadi penurunan TGF- β pada arteri yang mengalami cedera intima, akan terjadi prolioferasi sel otot polos yang menyebabkan lumen arteri menyempit.
§ Metabolisme karbohidrat
Kontrasepsi oral menurunkan toleransi glukosa pada sejumlah pemakai dengan persentase yang signifikan. Hal ini terjadi akibat efek langsung estrogen, dan progestin menyebabkan peningkatan sekresi insulin sehingga terjadi resistensi insulin.karena itu, steroid kontrasepsi dapat mengintensifkan diabetes yang sudah ada. Oleh sebagian pihak, pemakaian kontrasepsi oral progestin dan estrogen oleh wanita yang telah mengalami diabetes gestasional tidak dianjurkan.
§ Metabolisme protein
Estrogen meningkatkan pembentukan berbagai globulin oleh hati. Meningkatnya pembentukan angiotensinogen tampaknya berkaitan dengan dosis dan konversinya oleh renin menjadi angiotensin I dicurigai menimbulkan hipertensi ’yang diinduksi dengan pil”. Fibrinogen, dan mungkin faktor II, VII, IX, X, XII dan XIII, meningkat sejalan dengan dosis estrogen.
b. Penyakit hati
Kolestasis dan ikterus kolestasis merupakan penyulit yang jarang terjadi pada pemakai kontrasepsi oral, gejala dan tanda hilang apabila obat dihentikan.
c. Neoplasia
Kemungkinan kontrasepsi hormon sebagai penyebab kanker tampaknya kecil.
§ Hiperplasia dan kanker hati
Ini terjadi pada wanita yang menggunakan formulasi estrogen dosis tinggi untuk jangka panjang. Dapat terbentuk nodulus-nodulus hati jinak yang memperlihatkan proliferasi ekstensif pembuluh darah besar dan kecil yang berdinding tipis.
§ Adenoma hipofisis
§ Kanker Serviks
Terdapat korelasi antara kanker serviks prainvasif dengan pemakaian kontrasepsi oral, dan resiko kanker invasif meningkat setelah pemakaian 5 tahun.
§ Kanker payudara
d. Gizi
Penyimpangan kadar beberapa zat gizi, yang serupa dengan yang dijumpai pada kehamilan normal dilaporkan terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Pernah dilaporkan penurunan kadar asam askorbat, asam folat, vit B12, niasin, riboflavin dan seng dalam plasma dibandingkan dengan bukan pemakai.
§ Defisiensi piridoksin/vit B6
Estrogen memicu enzim hati pembatas kecepatan reaksi, triftopan oksigenase, yang sedemikian meningkatkan ,metabolisme triptofan sehingga menyiratkan terjadinya defisiensi piridoksin.
e. Efek kardiovaskular
§ Tromboembolisme
Resiko trombosis vena dalam dan emboli paru diperkirakan meningkat 3 sampai 11 kali lipat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Terbentuk lesi-lesi khas di tunika intima dan tunika media pada pembuluh darah trombus oklusif. Selain itu mungkin terjadi akselerasi agregasi trombosit, dan aktivasi antitrombin III plasma serta aktivator plasminogen endotel menurun. Resiko tromboembolisme tampaknya menurun setelah kontrasepsi dihentikan.
§ Stroke dan trombosis arteri
§ Hipertensi
§ Infark miokard
§ Nyeri kepala migrain
f. Efek pada reproduksi
§ Amenore pascapil
§ Cacat bawaan
Bagi wanita yang sedang hamil sebaiknya menghentikan kontrasepsi oral.
§ Laktasi. Dapat mengurangi jumlah ASI bagi ibu yang sedang menyusui.
g. Efek lain
§ Mukorea serviks
§ Vaginitis atau vulvovaginitis
§ Hiperpigmentasi di wajah dan dahi
§ Mioma uteri
§ Pertambahan berat badan. Sebagian penambahan berat badan disebabkan oleh retensi cairan, tetapi umumnya karena peningkatan asupan makanan.
§ Depresi
h. Resiko kematian
Resiko kematian akibat kontrasepsi oral sangat rendah apabila wanita yang bersangkutan kurang dari 35 tahun tidak memiliki penyakit sistemik, tidak merokok.
KONTRASEPSI PROGESTASIONAL
Progestin Oral
Yang disebut sebagai mini pil yang hanya mengandung 350 µg atau kurang yang diminum setiap hari.mekanisme kerja dengan terbentuknya mukus serviks yang menghambat penetrasi sperma dan perubahan pematangan endometrium sehingga dapat ,menolak implantasi blastokista.
Efektifitas kontrasepsi oral progestin berkurang karena barbiurat, rifampin dan mungkin karbamazepin. Fenitoin juga menurunkan efektivitas kontrasepsi oral dan efek antikonvulsi fenitoin juga mungkin meningkat.
Keuntungan
Manfaatnya serupa dengan yang dijelaskan sebelumnya untuk kontrasepsi oral kombinasi. Selain itu formulasi ini belum meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan keganasan. Pil khusus progestin hampir tidak berefek pada metabolismne karbohidrat dan diperkirakan lebih jarang menyebabkan dismenorea, depresi dan gejala pramenstruasi. Pil ini dapat digunakan pada wanita dengan gangguan toleransi glukosa dan secara hati-hati pada wanita wanita yang mengalami hipertensi atau nyeri kepala pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi.
Kerugian
Kerugian utama adalah kegagalan kontrasepsi dan meningkatnya insiden kehamilan ektopik apabila kontrasepsi gagal. Amenorea, spotting, breakthrough bleeding, dan menoragia dalam waktu lama. Kista ovarium fungsional terbentuk lebih sering pada wanita yang menggunakan pil ini. Apabila pil khusus progestin diminum terlambat, sekalipun hanya tiga jam, untuk dua hari berikutnya harus digunakan kontrasepsi lain sebagai tambahan.
Kontra indikasi
Pil khusus progestin dikontraindikasikan bagi wanita terutama wanita yang berumur dengan perdarahan uterus yang tidak jelas. Riwayat kehamilan ektopik atau kista ovarium fungsional juga harus dianggap kontraindikasi relatif.
Kontra indikasi dan peringatan tentang pemakaian kontrasepsi oral kombinasi
Kontrasepsi oral jangan digunakan pada wanita yang mengalami salah satu keadaan dibawah ini :
· Gangguan tromboflebitis atau tromboemboli
· Riwayat tromboflebitis vena dalam atau gangguan tromboemboli
· Penyakit serebrovaskular atau arteri koroner
· Diketahui atau dicurigai mempunyai karsinoma payudara
· Karsinoma endometrium atau diketahui atau dicurigai mempunyai neoplasia dependen estrogen
· Perdarahan genital abnormal yang tidak diketahui sebabnya
· Ikterus kolestatik pada kehamilan atau riwayat ikterus setelah menggunakan pil
· Adenoma atau karsinoma hati
· Diketahui atau dicurigai hamil.
Peringatan :
Merokok meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular yang serius akibat pemakaian kontrasepsi oral. Resiko meningkat seiring dengan usia dan merokok dalam jumlh besar (15 batangf atau lebih per hari) dan sering mencolok pada wanita berusia 35 tahun atau lebih. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral harus benar-benar diwanti-wanti agar tidak merokok.

3. DEPO MEDROXYPROGESTERONE
Obat kontrasepsi baru yang disuntikkan setiap bulan telah disetujui oleh FDA. Obat ini mengandung 25 mg medroksiprogesteron asetat plus 5 mg estradiol spionat.
Mekanisme kerja
Obat ini menghambat ovulasi dan menekan proliferasi endometrium. Kadar estradiol mencapai puncak pada 3 sampai 4 hari pasca injeksi dengan nilai yang setara dengan lonjakan praovulasi dalam siklus menstruasi ovulatorik normal. Kadar estradiol menetap setinggi ini sekitar 10 sampai 14 hari. Penurunan estradiol selanjutnya menyebabkan perdarahan selama 10 sampai 20 hari setelah penyuntikan.
Efektifitas
Pernah dilaporkan hanya terjadi enam kegagalan meode pada 70000 wanita per tahun pemakaian. Efektifitas ini setara dengan prosedur sterilisasi wanita.
Keunggulan dan kekurangan
Setelah 3 bulan pemakaian ketidakteraturan poerdarahan tampaknya menjadi lebih jarang terjadi dibandingkan dengan injeksi depomedroksiprogesteron asetat. Dua pertiga pemakai jangka panjang mengalami haid teratur. Efek lain obat baru ini yaitu hipertensi, nyeri kepala, pusing bergoyang, mastalgia, malaise, perubahan serviks, dan pertambahan berat badan serupa dengan injeksi medroksiprogesteron.
Efek metabolik
Faktor-faktor prokoagulan tidak bertambah pada wanita yang menggunakan obat ini, dan hanya dijumpai sedikit penurunan aktivitas faktor Vii dan X. Faktor plasminogen jaringan meningkat sementara aktivitas antitrombin III dan konsentrasi protein C sedikit menurun. Belum pernah dilaporkan terjadinya stroke, tromboemboli, syok anafilaktik atau infark miokard. Respon glukosa dan insulin sedikit meningkat selama pemakaian. Transaminase dan bilirubin juga meningkat sementara kadar fosfatase alkali menurun.
Kontraindikasi
Kontraindikasi obat ini serupa dengan kontraindikasi kontrasepsi oral kombinasi.

4. IMPLAN (Sistem Norplant)
Sistem norplant menyalurkan levonorgestrel dalam enam wadah silastik yang diimplantasikan dalam jaringan subdermal. Setiap wadah memiliki panjang 34 mm, garis tengah 2,4 mm, dan mengandung 36 mg levonorgestrel. Dosis kombinasi sebesar 216 mg menghasilkan pembebasan ke dalam plasma sekitar 85 µg/hari untuk 6 sampai 8 hari pertama dan menghasilkan kontrasepsi yang efektif. Pada 9 bu;lan setelah pemasangan, laju pelepasan adalah sekitar 50 µg/hari, yang secara bertahap menurun menjadi 25 sampai 30 µg/hari pada 60 bulan saat kontrasepsi ini harus dikeluarkan.
Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam kapsul silatic-silicone (polydimethylsiloxone) dan disusukan dibawah kulit. Jumalah kapsul yang disusukan di bawah kulit adalah sebanyak 6 kapsul dan masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan kedalam darah secara difus melalui dinding kapsul.
Mekanisme kerja:
Mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma
Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk implantasi zygote
Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi
Kelebihan norplant
cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen
perdarahan yang terjadi lebih ringan
tidak menaikan tekanan darah
risiko terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan pemakaian AKDR
jangka panjang (5 tahun) dan bersifat reversible
Efek samping norplant
1. gangguan pola haid (spotting, metrorhagia, amenorea)
2. mual-mual, anoreksi, perubahan berat badan
3. pening, sakit kepala
4. perubahan pada libido
5. timbul acne
Indikasi
para wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka waktu yang lama tetapi tidak bersedia menjalani kontap or AKDR
para wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang mengandung estrogen
Waktu pemasangan
Waktu yang paling baik untuk pemasangan Norplant adalah sewaktu haid berlangsung atau masa pra-ovulasi dari siklus haid, sehingga adanya kehamilan dapat disingkirkan
Indikasi pengangkatan
1. atas permintaan akseptor (seandainya mau hamil)
2. timbulnya efek samping yang sangat menggangu dan tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa
3. sudah habis masa pakainya
4. terjadi kehamilan

Efektifitas
Bentuk kontrasepsi ini adalah salah satu metode yang paling efektif yang tersedia. Yang utama setelah penggantian pemakaian, fertilitas pulih dengan segera.
Keunggulan dan kekurangan
Kedua hal ini hampir identik dengan keunggulan dan kekurangan progestin oral, kecuali efek pada metabolisme karbohidrat. Pada pemakian sistem norplant tidak terjadi pengurangan kepadatan tulang.karena memerlukan bedah ringan, terdapat juga masalah yang berkaitan dengan infeksi lokal. Apabila kapsul tidak dimasukkan sesuai dengan petunjuk, pengeluaran akan menjadi lebih sulit. Perlu diingat bahwa barbiturat, karbamazepin, fenitoin dan rifampin mengurangi efektifitas kontrasepsi Norplant.
Efek samping Norlant dalam satu tahun penggunaan
Efek samping
Frekuensi (%)
Nyeri kepala
Pembesaran ovarium
Pusing
Nyeri tekan payudara
Kegelishan
Mual
Jerawat
Dermatitis
Duh mammae
Perubahan nafsu makan
Penambahan berat badan
Rambut rontok atau tumbuh
17-19
3-12
5-8
6
6
5-8
4-7
4-8
3-5
3-6
3-6
2-3

Kontraindikasi
kehamilan atau disangka hamil
penderita penyakit hati
kanker payudara
kelainan jiwa
varikosis
riwayat kehamilan ektopik
diabetes mellitus
kelainan cardiovaskular
5. TUBEKTOMI
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada tuba fallopi wanita. Tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan ini diselenggarakan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit
.Keuntungan tubektomi:
motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehinnga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
efektivitas hampir 100%
tidak memperngaruhi libido seksualitas
kegagalan dari pihak pasien tidak ada

a. Sterilisasi Tuba Puerprerium
Secara harpiah pasien menjalani pengikatan tuba. Kemudian diketahui bahwa angka kegagalan ligasi tanpa reseksi tuba sangatlah tinggi. Sekarang tersedia beragam teknik untuk merusak patensi tuba.
Prosedur irving
Prosedur ini merupakan proses yang paling kecil kemungkinan kegagalannya. Prosedur ini berupa pemutusan tuba pallofii dan pemisahan tuba bagian medial dari mesosalping secukupnya sehingga membentuk suatu segmen medial tuba. Puntung distal dari segmen tuba proksimal ditanam di dalam suatu terowongan di miometrium dibelakang uterus, dan ujung proksimal segmen tuba distal ditanam didalam mesosalping. Prosedur ini memerlukan pemajanan yang cukup lebar.
Prosedur pomeroy
Ini merupakan metode pemisahan tuba yang paling sederhana dan cukkup efektif. Untuk mengikat lengkung tuba harus digunakan catgut polos, karena dasar ilmiah prosedur ini adalah absorbsi cepat ligasi dan kemudian pemisahan ujung-ujung tuba yang terpotong.
Prosedur Parkland
Dirancang untuk menghindari aproksimasi ujung-ujung tuba fallopii yang dipotong seperti pada prosedur Pomeroy. Dibuat sebuah insisi kecil didinding abdomen infraumbilikus. Tuba fallopii dididentifikasi dengan menjepit bagian dengan klem Babcock dan memastikannya melalui identifikasi langsung fimbriae dibagian distal. Apabila secara tidak sengaja tuba fallopii terjatuh, prosedur identifikasi diatas harus diulang kembali dari awal.
Prosedur madlener
Prosedur ini serupa dengan operasi Pomeroy, tetapi lengkung tuba dihancurkan dan diligasi dengan benang yang tidak dapat diserap dan tidak dilakukan reseksi. Prosedur ini tidak dianjurkan karena angka kegagalannya sekitar 7%.
Fimbriektomi
Pengangkatan semua bagian distal tuba untuk menghasilkan sterilisasi. Mengikat tuba fallopii dengan benang suteradan kemudian mengeksisi ujung tuba yang berfimbriae. Kegagalan biasanya disebabkan oleh adanya sedikit jaringan fimbriae yang tersisa, atau akibat rekanalisasi ujung proksimal tuba.
b. Sterilisasi Tuba Nonpuerperium (Interval)
Teknik-teknik tersebut berupa :
Ligasi dan reseksi melalui laparotomi
Pemasangan secara permanen berbagai cincin atau klip ke tuba fallopii, biasanya dengan laparoskopi
Elektrokoagu;lasi suatu segmen tuba fallopii juga biasanya melalui laparoskop.
Laparotomi
Apabila uterus telah mengalami involusi sempurna dan kembali ke panggul sejati pasc aprtum, pemajanan dapat lebih baik apabila uterus dan adneksa didorong keluar dari panggul sejati ke arah dinding abdomen dengan menggunakan suatu manipulator yang dimasukkan ke dalam uterus.
Kolpotomi
Sterilisasi tuba per vaginam biasanya dilakukan sebagai suatu prosedur interval apabila uterus telah berinevolusi dan hiperemia yang dipicu oleh kehamilan telah mereda. Rongga peritoneum dimasukki melalui forniks vagina posterior-kolpotomi-tuba fallopii dijepit, dan dilakukan reseksi tipe Parkland atau Pomeroy atau Fimbriektomi. Pendekatan ini memiliki angka infeksi yang tinggi dan angka kegagalan yang tinggi.
Laparoskopi
Dalakukan induksi anestesi biasanya anestesi umum dengan intubasi trakea. Setelah menemukan pneumoperitoneum dengan karbon dioksida, dilakukan prosedur sterilisasi.perusakan kontinuitas tuba dapat dilakukan dengan loops, klip, dan elektrokauterisasi dengan atau tanpa transeksi tuba. Prosedur ini tidak dianjurkan bagi wanita yang berusia kurang dari 25 tahun, atau mereka yang paritasnya rendah.
Risiko Sterilisasi Tuba
Bahaya utama adalah penyulit anestesi, cedera sekitar secara tidaj sengaja, embolisme paru., dan kegagalan menghasilkan sterilitas sehingga kemudian terjadi kehmilan ektopik.
Faktor-faktor yang diketahui meningkatkan morbiditas adalah : riwayat bedah abdomen atau pnaggu;, riwayat infeksi panggul, kegemmukan, diabetes, dan anestesi umum.
Kegagalan sterlisasi Tuba
Dua penyebab utama kegagalan sterilisasi masa nifas adalah :
Kesalahan pemebedahan, yakni pemotongan ligamentum rotundum dan bukan tuba fallopii, atau pemotongan tuba secara parsial.
Terbentuknya saluran fistula antara puntung tuba yang terpotong, atau reanastomosis spontan.



NEOPLASIA BENIGNA DAN MALIGNA DI ORGAN REPRODUKSI
1. TUMOR JINAK
A. MIOMA UTERI

• Sering ditemukan dengan ukuran bermacam macam
• Sebagian besar di daerah korpus uteri,
* bila besar : mendesak organ sekitar mis rektum keluhan obstipasi
* bila kecil tanpa keluhan kecuali mioma submukosum
* bila di serviks sebelah anterior desakan vesika urinaria
• Penyebab hormon estrogen >>
* mioma banyak pada masa reproduksi
* mengecil pada menopause/ pengangkatan ovarium
* banyak bersamaan dengan anovulasi ovarium
à hiperplasia glandularis endometrium
* Mioma Uteri Subserosum

• Dapat sebagai tonjolan ataupun bertangkai dgn keluhan rasa tidak enak perut bag bawah
• Bila tumbuhnya berada didalam ligamentum latum, disebut Mioma Intraligamen
• Bila besar dan terjadi perlekatan dengan omentum sistem perdarahan diambil alih tangkai putus Mioma Parasitik.
• Bila terjadi Puntiran sakit mendadak (abdomen akutum) dan ascites (karena obstruksi pembuluh darah)
* Mioma Uteri Intramural
• Bila kecil tidak memberi keluhan
• Bila besar à uterus besar berbenjol benjol à rasa tidak enak perut bag bawah atau keluhan obstipasi atau keluhan kencing
* Mioma Uteri Submukosa
• Walaupun kecil sering memberi keluhan : perdarahan
• Mengisi kavum uteri à besar dan bentuk uterus berubah
• Bila bertangkai bisa keluar dan mengisi vagina, tangkai menipis putus “dilahirkan” ( Mioma Geburt) biasanya disertai infeksi / ulserasi











Makroskopik
• Uterus berbenjol, permukaan halus
• Sarang2 mioma berwarna putih, struktur mirip daging ikan, berbatas tegas, konsistensi kenyal keras
Mikroskopik
Diantara serabut miometrium tampak masa tumor berupa serabut miometrium tersusun padat, beranyaman dengan sel dan intinya besar, berbentuk lonjong. Degenerasi hialin yang ditemukan berupa masa homogen tanpa inti

Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas, risiko terjadinya abortus bertambah karena distorsi rongga uterus, khususnya pada mioma submukosum, menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri, menyebabkan inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium, menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam nifas.
B. OVARIUM

• Tumor sering tanpa gejala ( bila kecil). Bila besar keluhan tidak enak diperut bawah (jinak), atau hasil metastasis (ganas) ke dokter terlambat

PEMBAGIAN TUMOR OVARIUM

1. Non Neoplastik
2. Neoplastik
2.1 Berasal dari - epitel - epitel dan stroma
- stroma - sel benih
2.2 Menyebabkan feminisasi atau virilisasi
2.3 Sekunder / hasil metastasis
NON NEOPLASTIK
1. Akibat Radang
misal kista tuboovarial
2. Kista Folikel

* folikel tidak sobek terjadi kista (bisa >1) yang bila :
- vaskularisasi jelek sel granulosa mati kista tetap
- kista besar tekanan naik sel granulosa atrofi kista tetap
- sel granulosa tetap kista mengandung estrogen >>
- terjadi perdarahan dalam kista kista folikel hemoragikum
* Ovarium polikistik dengan beberapa kista yang aktif, terjadi :
- menstruasi tidak teratur / menometrorhagia / oligomenorhea
- anovulasi dan infertilitas
- hirsutisme
3. Kista Lutein
3.1 Kista Lutein Granulosa
* Kista Korpus Luteum (pada kehamilan)
* Kista Korpus Luteum Persisten – gangguan haid yang
diikuti perdarahan lama à endometrium menunjukkan
reaksi desidua dengan kelenjar sekresi
* Kista Korpus luteum akibat hematoma korpus luteum
3.2 Kista Lutein Theca
* akibat dari stimulasi HCG >> Luteinisasi sel Theca terbentuk kista
4. Ovarium Stein Leventhal
Ovarium permukaan halus, dgn dinding keras disertai kista kista ditepi tersusun teratur estrogen >> hiperplasi kelenjar endometrium / adenokarsinoma
NEOPLASTIK
Banyak ditemukan kelompok stroma epitelial (primer epitel)
Stadium Tumor Ganas Ovarium
Stadium I - Terbatas pada ovarium
IA - Satu ovarium (dua ovarium – IB), kapsula utuh (sobek atau masa tumor, atau ascites dgn sel ganas – IC )
Stadium II - Satu /dua ovarium dgn infiltrasi dlm rongga pelvis
IIA - infiltrasi ke uterus/tuba falopi ( rongga pelvis –IIB, bila disertai sel ganas dlm ascites – IIC )
Stadium III - Satu/dua ovarium dan infiltrasi luas ke jar peritoneum (luar pelvis) dan atau kelenjar regional
IIIA - mikroskopik infiltrasi ke jar peritoneum ( makros + IIIB), bila lebih >2 cm diluar pelvis dan atau kelenjar regional – IIIC)
Stadium IV - Metastasis Jauh
Penyebaran Tumor Ganas Ovarium
* infiltrasi langsung ke bangunan sekitar
* limfogen ke kelenjar regional sampai organ jauh lainnya

Faktor Yang Berpengaruh Pada Metastasis
* Jenis Tumor – asal dari sel benih cepat metastasis
* Diferensiasi Tumor – yang jelek cenderung metastasis
* Utuh tidaknya Kapsula – utuh menghalangi metastasis
* Respon Imunologik – bila lemah à cepat menyebar
A. STROMO EPITELIAL (primer epitel)
Asal Epitel Germinal (mesotelium) Mesotelioma
* Mesotelioma Berdiferensiasi :
1. Mesotelioma Serosum
1.1 Kistadenoma Ovarii Serosum -- Jinak
- permukaan berbenjol, halus, putih kelabu, bila torsi menjadi merah kehitaman
-tersusun atas kista (multi/monolokuler) isi cairanjernih,permukaan halus (sering ber- papil2 )
- kista dibatasi epitel kuboid selapis dengan inti ditengah, dimana papil2 yang ada mengalami degenerasi dan menimbun kapur (psamoma bodies). Bila lebih dua lapis dengan inti hiperkromatik borderline malignancy bila tumbuh ganas disebut :
1.2 Kistadeno Karsinoma Ovarii Serosum
- Kista berisi masa tumor putih, rapuh
- Sel epitel berlapis2, inti pleiomorf, hiperkromatik, kasar, sitoplasma sedikit. Bila berpapil2 sering disertai psamoma bodies
2. Mesotelioma Musinosum
Makroskopik yang jinak maupun ganas serupa serosum, yang berbeda isinya – cairan musin
2.1 Kistadenoma Ovarii Musinosum -- Jinak
Mikroskopik yang jinak dibatasi sel epitel torak selapis dengan inti dibasal. Bila 2-3 lapis dgn inti hiperkromatik – Borderline Malignancy tumbuh ganas
2.2 Kistadeno Karsinoma Ovarii Musinosum
Sel berlapis lapis, sitoplasma sedikit, inti pleiomorf,hiperkromatik, kasar pada operasi sel melekat dan tumbuh di peritoneum, disebut pseudomiksoma peritonei
Diantara tumor ovarium, tumor diatas (1.1, 1.2, 2.1, 2.2)paling sering ditemukan. Endometrioid, Mesonephroid dan Mesotelioma tak berdiferensiasi jarang ditemukan

B. STROMO EPITELIAL (primer stroma)
Tumor Brenner
Bersifat jinak, bila ganas berasal dari kelompok sel epitel Tumor solid kenyal keras, putih kekuningan Tersusun atas jaringan ikat dengan kelompok sel epitel seperti pulau2, sel serba sama, bulat lonjong (buah kopi) asumsi pulau Walthard. Bila terjadi ruang ditengah mirip folikel dengan ovum (oophoroma folikulare)
C. ASAL STROMA
Fibroma
Tersusun atas jaringan ikat dan mesensim ovarium, disebut Fibrotekoma, bersifat jinak Tumor solid, kenyal keras, putih Bila bertangkai putaran sumbatan p.d/limfe tidak total ascites, yg diikuti hidrotorak, bila sumbatan total infark masif. Sindroma Meigs : fibroma, ascites, hidrotorak
D. ASAL SEL BENIH
Disgerminoma/Seminoma
Sel Benih
Sel Totipotensial
* Disgerminoma
• Umur < 30 tahun
• Keluhan jarang, kadang2 amenorrhea, metrorrhagi, masa tumor/ perut membesar
• Tumor solid, putih keabuan, bisa melunak/rapuh
• Tingkat keganasan rendah, radiosensitif, limfogen
• Prognosis jelek bila dua ovarium, kapsula tidak utuh
• Sel tumor bulat, serba sama, kromatin kasar, prominen nukleoli, sitoplasma jernih-basofil. Sel berkeleompok dipisahkan jar.ikat yang mengandung limfosit +++
* Koriokarsinoma
• Non gestational, diferensiasi ke trofoblast à HCG ++
• Tumor putih, solid, rapuh, dgn area perdarahan, nekrosis
• Mikr. Nekrosis/perdarahan/trofoblast ++, villi –
• Obat metrotreksat tak bereaksi à prognosis jelek
* Teratoma
Sering ditemukan terutama bentuk jinak/mature Pola pertumbuhan ke bentuk dewasa teratoma mature Pola pertumbuhan tidak mampu mencapai bentuk dewasa teratoma imature Teratoma Mature – Kista Dermoid
• Banyak pd dewasa, tanpa keluhan klinik khas
• Jinak, transformasi ganas pada elemen kulit
• Ciri ciri : - selalu kistik - hampir selalu ada bhn
- terdiri dari jar dewasa sebaseus dan rambut
- terbanyak ektoderm - sering ditemukan
• Mikroskopik sesuai dengan gambaran makroskopik
Teratoma Imature
• Jarang ditemukan
• Keganasan ditentukan oleh elemen embrionik yang mampu tumbuh berlebihan, cepat, tanpa bisa dikontrol
• Ciri ciri : - solid, kecuali dgn deg kistik
- mengandung elemen imatur
- ketiga elemen lapisan germinativum + - tidak mengandung masa sebaseus
- jarang ditemukan
• Prognosis jelek
• Mikroskopik terlihat berbagai elemen imatur
C. VULVA

1. LEUKOPLAKIA VULVA
- Tonjolan kecil, putih ( kadang kelabu atau kemerahan )
- Mikroskopik : Epitel hiperplastik, hiperkeratosis dan akantosis. Jar subepitel sembab, radang +

2. KRAUROSIS VULVA
- Bercak putih (kadang merah) disertai fisura/ulserasi
- Mikroskopik : Epitel menipis dgn lap basal mendatar Jar subepitel berupa jar ikat kolagen radang +
TUMOR JINAK
1. KISTA
* Kista Bartolini (tersering) , berupa benjolan dengan permukaan halus, diameter 3-5 cm, isi cairan jernih
* Kista Sebaseosa, lebih kecil, akibat penutupan saluran kelenjar sebaseus, isi masa sebaseus
2. PAPILOMA
Pertumbuhan papilomatosa epitel, diikuti jar subepitel
* Kondiloma Akuminata
Tumor berdungkul mirip bunga kobis
Mikroskopik :Epitel tumbuh papilomatosa, hiperplastik,hiperkeratosis, akantos Jar subepitel sembab, hiperemik, radang+
2. TUMOR GANAS
1. KARSINOMA EPIDERMOID
Kadang didahului leukoplakia Dimulai tonjolan kecil lanjut: berdungkul disertai ulkus Mikroskopik : sel ganas epitelial dengan inti pleiomorf, hiperkromatik, kasar, struktur mutiara tanduk
2.. MELANOKARSINOMA
Berupa tonjolan kecil berwarna coklat tua (biasanya dari nevus pigmentosus)
Mikroskopik : Diantara sel nevus tampak kelompok sel tumor mengandung melanin, disertai sebukan sel radang
3. TUMOR GANAS SEKUNDER
Asal vesika ur, vagina, serviks atau koriokarsinoma (berupa tonjolan merah kebiruan) trofoblast ganas
VAGINA
1. NEOPLASMA JINAK
Jarang ditemukan, misal Kista Inklusi, Papiloma
2. NEOPLASMA GANAS
Lebih sering yang sekunder (serviks, kdg koriokarsinoma)
* Karsinoma Epidermoid Vagina (primer)
Lokasi pada dinding anterior dan posterior
Makroskopik :
a. seperti bunga kobis, mengisi penuh vagina
b. menonjol datar, lokal, infiltratif
c. ulseratif, lokal destruksi
Bila kecil tanpa keluhan à lanjut, lokal infiltratif, ulseratif à fistula uretrovagina, vesicovagina, rekto vagina à keluhan mengganggu karena fistula, leukorrhe, perdarahn sedikit2
Mikroskopik seperti gambaran karsinoma epidermoid lainnya
* Sarkoma Botrioides
- umur < 5 th , prognosis jelek
- berkelompok spt buah anggur, putih keabuan, mengkilat dan rapuh
- Mikroskopik t.a jar ikat, jar miksomatosa, otot, tulang rawan, kelenjar
Keganasan ditentukan diferensiasi sel ke embrionik
* Karsinoma Sekunder
- berasal dari serviks ( karsinoma epidermoid, adenokarsinoma ) atau Koriokarsinoma Gestational ( sel trofoblast ganas )
- Makroskopik dan mikroskopik tergantung asalnya
SARKOMA ENDOMETRIUM
• Berasal dari sel stroma endometrium daerah fundus
• Endometrium menebal, polipoid berbenjol benjol dengan bagian nekrotik dan perdarahan, mengisi kavum uteri uterus membesar
• Mikroskopik
Kelenjar endometrium sangat sedikit, letak berjauhan. Stroma hiperseluler, padat, dengan sel berbentuk lonjong, inti besar hiperkromatik, kasar, (beberapa dgn mitosis dan atau dengan banyak inti) sitoplasma sedikit/ hilang
MALIGNANT MIXED TUMOR
• Mempunyai > 1 komponen sarkomatosa heterolog
dan komponen karsinomatosa (kadang kadang)
• Berasal dari pertumbuhan epitel duktus Mulleri yang masih bisa ber diferensiasi dan atau jaringan epitel endometrium
• Tersering Mixed Mesodermal Tumor komponen stroma, komponen mesensim (misal tulang rawan)
• Tumor tumbuh berdungkul dungkul, mengisi kavum uteri
• Terdapat bagian lunak, kenyal dan keras
• Warna kuning kelabu
• Metastasis cepat prognosis jelek
TUBA FALOPII
• Karsinoma Primer Tuba
* Jarang ditemukan, bila kecil secara kebetulan waktu
operasi, sebagai tonjolan kecil
* Bila besar,tuba seperti sosis, dinding tipis, permukaan
halus, sedikit perlekatan dgn sekitar. Tumor mengisi
lumen tuba, berwarna putih keabuan dgn bagian nekrotik
* Jenis tumor : Karsinoma Papiliferum
• Karsinoma Sekunder Tuba
* Hasil metastasis, terutama dari ovarium
* Tahap awal lapisan luar yang terinfiltrasi, kemudian
menembus sampai epitel – sukar dibedakan dgn primer
untuk kasus pada tuba falopii kebanyakan karena radang,
Salpingo-oofaritis atau adneksitis
Radang tuba falopii dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama salpingo-oofaritis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang tersebut kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat darah atau menjalar dari jaringan sekitarnya.
1. salpingo-oofaritis akut
Biasanya disebabkan oleh gonorea sampai ke tuba dari uterus melalui mukosa. Pada endosalping tampak edema serta hiperemi dan infiltrat leukosit, pada infeksi yang ringan epitel masih utuh, tetapi pada infeksi yang berat kelihatan degenerasi epitel yang kemudian menghilang pada daerah yang agak luas. Pada infeksi gonorea ada kecenderungan perlekatan fimbria pada ostium tuba abdominalis yang menyebabkan penutupan ostium tersebut. Salpingitis akut banyak dijumpai pada kasus infeksi puerperal atau abortus septik. Selain gonorea bisa pula disebabkan karena infeksi streptokokus, stafilokokus, e.coli, klostridium welchii.
Terapi: istirahat baring, perawatan umum, pemberian antibiotik dan analgetik. Jarang memerlukan terapi pembedahan. Pembedahan dilakukan jika: terjadi ruptur piosalping atau abses ovarium, jika terdapat gejal-gejala ileus karena perlekatan, jika terdapat perlekatan dan terdapat kesukaran untuk membedakan apendisitis akuta dan salpingo akuta.
2. salpingo-oofaritis kronika
Dapat dibagi menjadi hidrosalping, piosalping, salpingitis interstisialis kronika, kista tuboovarial, abses tuboovarial, abses ovarial dan salpingitis tuberkulosa.
Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba abdominalis. Sebagian dari epitel tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan dengan akibat retensi cairan tersebut dalam tuba.
Piosalping pada stadium menhun merupakan kantong dengan dinding tebal yang berisi nanah. Biasanya terdapat perlekatan dengan daerah sekitarnya.
Pada kista tuba-ovarial, hidrosalping bersatu dengan kista folikel ovarium, sedangkan pada abses tubo-ovarial piosalping bersatu dengan absees ovarium.
Salpingitis tuberkulosa merupakan bagian penting dari tuberkulosis genital. Gejalanya tidak selalu jelas, bisa didahului panas, nyeridi perut bagian bawah.
KARSINOMA SERVIKS
Berkurangnya angka kematian akibat kanker serviks di Amerika Serikat dan negara-negara maju lain adalah sangat dramatis dan kenyataan yang mengembirakan ini merupakan hasil dari dapat terdeteksinya kanker serviks secara dini. Dulu, kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian, tetapi kini ia menduduki tem­pat ketujuh atau kedelapan dari penyebab kematian wanita akibat kanker di Amerika Serikat, di mana menurut per­kiraan tahun 1985, kanker-serviks menyebabkan kira-kira 6500 kematian. Suatu hal yang nyata ialah bahwa setiap tahun dijumpai dua sampai tiga kali lebih banyak kasus carsinoma serviks yang invasif dan tujuh sampai delapan kali lebih banyak jumlah penderita karsinoma in situ. Keadaan ini menyatakan bahwa lebih dari setengah penderita karsinoma invasif dapat disembuhkan dengan pengobatan yang efektif, dan yang lebih penting lagi ialah, bahwa sebagian besar kelainan dijumpai masih dalam keadaan in situ, sehingga ia dapat disembuhkan dengan perawatan yang sempurna dan tepat pada wak­tunya. Hasil yang menakjubkan ini sebagian besar meru­pakan sumbangan dari pemeriksaan sitologi Papanicolaou yang efektif (Jilid I), untuk mendeteksi karsinoma serviks pada keadaan dini, dan secara kebetulan serviks mudah dicapai dengan kolposkopi dan biopsi. Penerapan yang luas dari “Pap smear” untuk program screening massal dan pemeriksaan fisik rutin, yang diikuti dengan biopsi untuk mengevaluasi dan memastikan kelainan sitologi abnormal epitel yang bertahap, mulai dari displasia berat yang progresif sampai karsinoma invasif. Lebih banyak diketahui mengenai riwayat bentuk kanker ini daripada bentuk lainnya.
INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI. Baik pada kar­sinoma in situ maupun invasif, kini diagnosis telah dapat ditegakkan pada usia yang lebih muda dibandingkan be­berapa dekade sebelumnya. Memang benar neoplasma intraepitel serviks (CIN) dijumpai pada usia pubertas dan dewasa muda. Puncak angka kejadian kira-kira usia 30 tahun. Demikian pula karsinoma invasif, kini timbul pada usia 30 tahun dengan puncak angka kejadian pada usia 40 tahun (kurang lebih 10 sampai 15 tahun kemudian). Ke­matian terjadi pada usia dekade keempat dan angka mor­talitas terus meningkat sepanjang masa. Hanya pada beberapa dekade yang lalu, semua yang tidak mengun­tungkan ini tertunda selama 10 tahun, satu petunjuk kuat bahwa pengaruh onkogen, mungkin virus (akan diingat­kan kembali kemudian), menyerang pada usia yang lebih dini.
Telah diketahui banyak faktor risiko dari karsinoma serviks. Diantaranya yang penting, disebutkan berikut ini:
· Sanggama pertama pada usia muda.
· Pasangan seksual yang banyak.
· Pasangan seksual pria yang “berisiko tinggi”---yaitu pria yang bersanggama dengan siapa saja, yang sebe­lumnya memiliki istri penderita kanker serviks, atau yang memiliki riwayat kondiloma pada alat kelamin­ nya.
Semua faktor risiko lain dapat dihubungkan dengan ketiga faktor tersebut, seperti tingginya insiden karsinoma serviks pada kelompok sosial ekonomi rendah, pada wa­nita yang telah menikah (insidennya meningkat sesuai dengan jumlah perkawinan dan jumlah anak), jarangnya karsinoma serviks pada gadis (perawan), dan angka keja­dian yang tinggi pada wanita tuna susila. Beberapa hal yang tidak lagi dianggap sebagai faktor risiko ialah mero­kok, pemakaian pil K.B., bahan yang meragukan pada semen, dan tidak dilakukannya sirkumsisi pada pasangan seksual pria (dengan dugaan adanya karsinogen dalam smegma).
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS. Dari epidemio­logi kanker serviks diduga kuat penularan kanker terjadi sewaktu melakukan hubungan kelamin, dan terutama yang terlibat ialah virus herpes simpleks (HSV) tipe II dan virus papiloma manusia (HPV) terutama tipe 16 dan 18. Meskipun banyak penelitian mengkaitkan salah satu atau kedua virus dengan karsinom serviks, tidak boleh dilupa­kan bahwa faktanya masih belum lengkap. Mungkin salah satu atau kedua jenis virus tersebut memiliki afinitas terhadap sel abnormal atau neoplasma, atau mungkin se­cara kebetulan terjadi bersamaan, yaitu infeksi virus de­ngan pertumbuhan neoplasma, di mana keduanya ber­kaitan dengan kegiatan seksual. Tabel 19-2 menyimpul­kan mengenai pengamatan utama yang berkaitan dengan HSV. Bukti yang meliputi HPV lebih meyakinkan. Kondiloma, terutama yang rata, dianggap sebagai pen­dahulu dari neoplasma serviks; kondiloma itu dipastikan berasal dari HPV. Selanjutnya, petunjuk adanya infeksi virus (urutan DNA virus) sering terdapat di dalam sel. Bila displasia (sering bersamaan dengan koilositosis) sebagai pendahulu yang memberi perubahan praganas, biasanya ditemukan HPV tipe 16 dan 18. Suatu ringkasan mengenai beberapa pengamatan penting yang berkaitan dengan HPV, dapat dilihat pada Tabel 19-3.

Tabe119-2. HUBUNGAN ANTARA HSV
DENGAN KARSINOMA SERVIKS*
Serum antibodi terhadap antigen virus





Infeksi herpes genitalis pada traktus genitalis


Antigen HSV-2



DNA virus HSV-2, protein virus mRNA

Urutan DNA HSV-2
Terdapat pada 50-90% penderita karsinoma invasif terhadap 5-10% pada kontrol.
Terdapat pada 30-70% penderita karsinoma in situ terhadap 5% pada kontrol.

Angka kejadian karsinoma serviks lebih tinggi daripada kontrol yang tidak terinfeksi.

Terdapat pada 50-90% biopsi karsinoma serviks terhadap 10% biopsi kontrol normal.

Dijumpai dalam sel pada beberapa kasus karsinoma serviks.

Dijumpai dalam sel ganas pada beberapa kasus, dengan teknik rekombinasi DNA.
*Dari Nelson,J.H., Jr., d.k.k.: Dysplasia, carcinoma in situ and early invasive cervical carcinoma. CA 34: 306, 1984.










Tabel 19-3. HUBUNGAN ANTARA
HPV DAN KARSINOMA SERVIKS.*

Kondiloma penis


Kondiloma serviks




Sel koilositosis




Protein virus HPV; antigen virus, dan urutan DNA
Sering dijumpai pada mereka yang menderita neoplasma serviks.

Didapati bersamaan dengan displasi hebat atau karsinoma in situ pada 5-55% kasus, kadang-kadang memiliki sel atipi.

Penanda HPV; sering tampak pada displasi dan karsinoma in situ, tetapi jarang pada karsinoma invasif.

Dijumpai pada 80 sampai 90% kasus sel-sel neoplasma invasif.
*Dari Meisels A., dkk.: Human papillomavirus (HPV). Venereal infections and gynecologic cancer. Pathol. Annu. 18 (Bagian 2): 277, 1983.

Memperhatikan etiologi kanker serviks, dua hal yang 'perlu mendapat perhatian: (1) walaupun HSV dan HPV memainkan peran sebagai penyebab, sangat mungkin bah­wa ada pengaruh lain yang juga diperlukan untuk menim­bulkan perubahan pada tahap kanker invasif (penyebab multifaktorial), dan (2) virus mungkin tidak tampak dalam semua kasus, dan mungkin ada jalur penyebab lain yang terpisah.
Walaupun etiologi karsinoma serviks masih belum pasti, sudah ada persetujuan umum bahwa bentuk kanker dimulai dengan displasia ringan, baik pada epitel serviks yang lazim atau pada kondiloma yang rata, yang ditandai dengan perubahan koilositosis. Displasia menjadi lebih tidak teratur dan dapat bersamaan dengan beberapa variasi sel dan ukuran inti dengan proses mitosis yang tampak normal di atas lapisan basal, baik pada mukosa serviks yang lazim maupun pada kondiloma yang rata; perubahan ini dinamakan displasia sedang. Walaupun perubahan­-perubahan ini reversibel, tetapi sering disebut CIN (neoplasma intraepitel serviks) Derajat I-II. Sel-sel pada la­pisan superfisial masih berdiferensiasi baik, tetapi pada beberapa kasus menunjukkan perubahan koilositosis. Tahap berikut dari urutan ini ialah displasia berat (CIN Derajat III), yang ditandai dengan lebih banyaknya variasi dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, hiperkromasi, dengan mitosis normal atau abnormal, ada kalanya proses ini mendekati lapisan permukaan (Gambar 19-4). Diferensiasi sel permukaan dan perubahan koilosi­tosis, biasanya menghilang atau sangat jarang dijumpai. Pada CIN Derajat III, perubahan epitelnya belum sampai menginvasi jaringan stroma di bawahnya, tetapi dapat berlanjut ke dalam kelenjar endoserviks; perubahan ini berupa karsinoma in situ. Tahap berikutnya ialah kanker inasif (Gambar 19-5). Berdasarkan biopsi yang dilaku­ran secara berurutan dan dari data epidemiologi terda­hulu, diketahui bahwa proses perubahan dari displasia ringan ke karsinoma in situ, sampai karsinoma invasif berjalan lambat, di mana memerlukan waktu sampai beber­apa tahun (10 sampai 15 tahun). Sukar untuk mengin­terpretasikan penegasan-penegasan yang sering dikemu­kakan bahwa, beberapa kelainan in situ dapat mengalami reresi spontan. Mungkin benar bahwa perubahan in situ akibat virus dapat mengalami regresi. Sebaliknya, kehamilan atau infeksi HPV, baik dengan atau tanpa pemben­tukan kondiloma dapat menimbulkan perubahan epitel yang segera didiagnosis sebagai karsinoma in situ, atau perubahan in situ mungkin kecil dan hilang oleh biopsi atau akibat pengaruh trauma, waktu melahirkan, penyi­naran, atau akibat infeksi sekunder (servisitis). Pada setiap kejadian, adalah tidak mungkin untuk meramalkan ”regresi” dan berbahaya bila tergantung terhadapnya.
Proses atipik dari epitel dan karsinoma serviks, selalu dimulai pada atau dekat dengan pertemuan skuamo­kolumnar dari osteum eksternum. Pada tahap CIN, tidak tampak perubahan yang dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi sel atipis dapat dilihat melalui pemerik­saan sitologi pada sebagian besar kasus. Di samping itu, kolposkopi akan memberikan gambaran yang lebih jelas pada serviks, di mana sering terlihat daerah abnormal yang tidak tampak dengan mata telanjang. Fokus-fokus perubahan epitel dapat dibuat lebih jelas dengan memulas serviks dengan larutan iodium---uji Schiller (mukosa nor­mal berwarna merah-coklat, karena selnya mengandung glikogen, tetapi pada sel atipis kadar glikogennya berku­rang, sehingga tampak pucat)---atau dengan asam asetat yang diencerkan, di mana untuk sebab yang belum diketa­hui akan memberikan fokus abnormal yang berwarna putih pucat. Akhirnya, diperlukan biopsi dan pemeriksaan histo­logis untuk dapat menunjukan gambaran dari displasia ringan sampai karsinoma in situ, seperti yang sudah dije­laskan di atas.
Karsinoma invasif dapat memperlihatkan tiga bentuk makroskopis yang berbeda. Bentuk yang terbanyak ada­lah tumor menonjol eksofitik (fungating) yang dimulai dengan penebalan nodular dari epitel dan ada kalanya se­perti kembang kol (cauliflower-like) yang menonjol di atas permukaan mukosa sekitamya, ada kalanya melingkari osteum eksternum (Gambar 19-6). Bentuk kedua ialah bentuk ulseratif, yang ditandai dengan terlepasnya jaring­an nekrotik di bagian tengah tumor tersebut. Bentuk ketiga yang paling jarang dijumpai ialah bentuk infiltratif, yang cenderung tumbuh ke dalam jaringan stroma di bawahnya, daripada tumbuh ke permukaan. Dengan berjalannya waktu, ketiga bentuk tumor ini cenderung untuk menyatu dan mengadakan infiltrasi ke jaringan di bawahnya, me­nyumbat osteum ekstemum, tumbuh ke atas menuju sa­luran endoserviks dan segmen bawah uterus, dan akhir­nya meluas ke dinding fundus, dan melalui dinding fundus menuju ke ligamentum-ligamentum uterus. Pertumbuhan berikutnya dapat menyebar ke rektum dan dasar buli-buli, kadang-kadang mengadakan penyumbatan pada satu atau kedua ureter. Metastasis ke kelenjar getah bening atau metastasis yang jauh, terjadi relatif lambat. Kelenjar getah bening yang pertama kali terkena ialah kelenjar ge­tah bening iliaka intema dan hipogastrika, disusul kemu­dian kelenjar periaorta. Bila ada metastasis jauh, biasanya mengenai paru-paru, tulang, dan hepar.
Gambaran histologik dad 95% karsinoma serviks ialah karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi yang ber­variasi. Sisanya 5% ialah adenokarsinoma, yang mung­kin berasal dari kelenjar endoserviks, atau campuran bentuk skuamosa dan bentuk adeno-, yang disebut kar­sinoma adenoskuamosa.
Telah ditentukan sistem penderajatan (grading sys­tem), berdasarkan diferensiasi sel, dan sistem pentahapan (staging system) berdasarkan penyebaran tumor. Derajat I sampai III dimaksudkan sebagai kelainan dengan dife­rensiasi rendah yang progresif. Rincian sistem pentahap­an yang digunakan sekarang ialah di luar keperluan kami. Secara singkat, dikenal tahap 0---karsinoma in situ---lalu tahap 1 sampai 4 yang ditentukan berdasarkan apakah karsinoma itu masih terbatas pada serviks (tahap I) atau sudah menyebar ke luar serviks untuk mencapai tahap 4, yang ditandai dengan penyebaran ke luar uterus menuju pelvis dan terkenanya organ-organ yang berdekatan, atau metastasis jauh.
KEADAAN KLINIK. Hasil pemeriksaan Pap smear yang pertama kali menunjukkan abnormal dengan dis­plasia ringan, dapat ditemukan pada remaja atau dewasa muda, tanpa gejala. Juga karsinoma in situ yang jelas pada umumnya tanpa gejala kecuali mungkin ada keputihan (leukore), tetapi lebih sering karena servisitis atau vagini­tis. Dengan mata telanjang, serviks mungkin masih tam­pak normal, tetapi dengan kolposkopi dan uji Schiller atau uji asam asetat dapat memperlihatkan daerah yang abnor­mal. Bila timbul karsinoma invasif, biasanya pada dekade keempat atau kelima atau sesudahnya, sering disertai de­ngan perdarahan vagina yang tidak teratur, keputihan, nyeri waktu sanggama, dan disuria. Semua kelainan in­vasif kecuali bentuk infiltratif, biasanya mudah diketahui dengan cara palpasi dan inspeksi. Biopsi selalu diperlukan untuk memastikan hasil positif dari pemeriksaan sitologi dan untuk menilai kedalaman penetrasi tumor tersebut.
Mortalitas dari kanker jenis ini lebih banyak berkaitan dengan dampak lokal (misalnya penyumbatan ureter atau penetrasi ke dalam buli-buli atau rektum) daripada me­tastasis jauh. Kematian karena penyakit ini adalah tragedi yang perlu disayangkan, karena diperlukan waktu yang lama (sedikitnya satu dekade) dari bentuk in situ, agar dapat berkembang menjadi bentuk invasif, di mana mem­beri cukup kesempatan untuk dilakukan diagnosis secara dini. Juga tidak diperlukan perawatan yang tergesa-gesa Bila penafsiran hasil biopsi meragukan, masih cukup waktu untuk memberikan kesempatan bagi kelainan itu untuk menyatakan diri.
Kelangsungan hidup bagi orang yang menderita tumor ganas ini, dengan menganggap bahwa telah dilakukan pengelolaan yang baik (biasanya dengan pembedahan atau radiasi ataupun keduanya), sangat tergantung kepada tahap tumor itu saat pertama dijumpai, seperti yang tampak pada data angka kelangsungan hidup selama lima tahun berikut ini:
Stadium 0-100%
Stadium 1-85-95%
Stadium 2-70-75%
Stadium 3-35%
Stadium 4-10%


KARSINOMA ENDOMETRIUM
Insiden penyakit ini tetap berada pada satu tingkat yang sama selama bertahun-tahun. Walaupun karsinoma invasif serviks dulu lebih banyak daripada karsinoma endometrium, tetapi pengendalian yang cermat pada kar­sinoma invasif serviks belum dapat dicapai pada karsinoma endometrium, sehingga kelainan ini lebih banyak dijumpai daripada karsinoma serviks. Diagnosis sitologik untuk karsinoma endometrium kurang efektif dibandingkan dengan karsinorna serviks. Walaupun kelainan endometrium cenderung timbul setelah menopause dan menyebabkan perdarahan yang tidak teratur, tetapi memungkinkan diagnosis semasa masih terbatas dalam uterus, karenanya dapat disembuhkan dengan operasi ataupun radiasi. Jadi, karsinoma endometrium menim­bulkan kematian pada kira-kira 3000 orang setiap tahun di Amerika Serikat, kurang dari setengahnya disebabkan oleh karsinoma serviks invasif.
INSIDEN. Karsinoma endometrium tidak lazim dite­mukan pada wanita yang berusia kurang dari 40 tahun. Puncak insiden terjadi pada usia 55 sampai 65 tahun. Peningkatan frekuensi dari bentuk neoplasma ini dijum­pai pada: (1) obesitas; (2) diabetas, atau hanya, intole­ransi glukosa saja; dan (3) infertilitas. Menurut beberapa penelitian, frekuensinya juga meningkat pada hipertensi, tetapi hal tersebut disangkal oleh peneliti lain. Terdapat penjelasan yang masuk akal bagi peranan obesitas dan infertilitas, seperti yang akan terlihat, tetapi adanya dia­betes yang timbul bersamaan dengan tumor jenis ini, sebagian besar masih belum dapat diterangkan, kecuali untuk hubungan yang sudah diketahui antara penyakit metabolik dengan obesitas. Jarang ditemukan karsinoma endometrium dan karsinoma payudara pada penderita yang sama.
PATOGENESIS. Terdapat bukti-bukti yang meya­kinkan bahwa karsinoma endometrium timbul sebagai kelanjutan dari hiperplasi endometrium yang berat di bawah pengaruh rangsang estrogen yang lama. Obser­vasi yang mendukung dapat disingkat sebagai berikut:
· Hiperplasi adenomatosa yang berlanjut ke hiperplasi atipik (jelas berhubungan dengan hiperestrinisme) se­ring mendahului timbulnya karsinoma endometrium. Secara morfologis memang sukar dibedakan antara hiperplasi atipik dengan karsinoma.
· Estrogen eksogen, terutama bila dipakai untuk me­ ngendalikan gejala menopause, akan menyebabkan peningkatan risiko.
· Neoplasma ovarium yang menghasilkan estrogen (misalnya tumor sel granulosa) meningkatkan insiden karsinoma endometrium.
· Obesitas sebagai faktor predisposisi, karena sintesis estrogen dalam depot lemak akan meningkat oleh pen­dahulu estrogen yang berasal dari adrenal atau ovarium.
· Kanker ini lebih banyak dijumpai pada wanita yang infertil, karena kegagalan ovulasi dan rangsang estro­gen yang berkepanjangan tanpa ada hambatan dari progestin pasca ovulasi.
· Timbulnya tumor pada saat atau setelah menopause menunjukkan pengaruh yang terus-menerus dari estrogen adrenal tanpa adanya hambatan progestin.
· Pengaruh kontrasepsi oral (OCs) masih diperdebat­kan. OCs yang ada sekarang mengandung estrogen dan progestin yang pada umumnya tidak dianggap meningkatkan risiko, tetapi bahkan memberikan per­ lindungan, namun beberapa peneliti justru mengang­gap bahwa hal ini dapat meningkatkan risiko.
MORFOLOGI. Karsinoma endometrium dianggap tim­bul sebagai kelainan in situ, di mana setelah beberapa ta­hun, tumor ini memperlihatkan satu dari dua bentuk mak­roskopik. Mengadakan infiltrasi, menyebabkan penebal­an dinding uterus yang difus, atau mengambil bentuk ekso­fitik. Pada kedua kasus tersebut, tumor itu akan memenuhi ruang endometrium dengan jaringan yang padat atau lunak, dengan sebagian darinya meng­alami nekrosis, dan pada suatu saat akan menembus dinding miometrium menuju lapisan serosa dan langsung menyebar ke daerah di sekitar uterus. Melalui suatu pro­ses yang lama, akan timbul metastasis ke kelenjar getah bening regional dan selanjutnya ke organ-organ yang jauh. Kira-kira 85% dari tumor ini memiliki gambaran histologik suatu adenokarsinoma, dengan bentuk kelenjar yang je­las dilapisi oleh sel epitel kubus sampai torak yang meng­alami anaplasi. Diferensiasi sel tumor berkisar dari diferen­siasi baik sampai buruk. Jarang sekali sel ini memiliki aktivitas sekresi mukus, sebagian besar berada dalam fase non sekresi dan mengikhtisarkan fase proliferasi dari siklus endometrium. Sisanya, 15% dari karsinoma endo­metrium ialah jenis adenoakantoma dan adenoskuamo­sa. Keduanya perlu dibedakan dengan jelas. Adenoakan­toma ditandai oleh perubahan metaplastik dari sel torak neoplasma menjadi sel-sel skuamosa, yang terdapat di sekitar kelenjar. Unsur skuamosa pada adenoakantoma dalam keadaan matur dan berdiferensiasi baik. Meskipun terdapat diferensiasi yang aneh dan menyimpang, tumor ini menuniukkan sifat seDerti adenokarsinoma. Sebaliknya, karsinoma adenoskuamosa terdiri dari elemen skua­mosa yang nyata ganas bercampur dengan adenokar­sinoma, keduanya berditerensiasi buruk. Karena unsur “adeno-“ adalah berditerensiasi buruk, maka neoplasma ini memilikiSprognosis yang lebih buruk dari­pada adenoakantoma.
Seperti pada kebanyakan tumor, karsinoma endo­metrium diklasifikasikan menurut derajat keganasannya, berdasarkan diferensiasi selnya, dan tahap pertumbuhan­nya, berdasarkan luasnya penyebaran penyakit itu pada saat diagnosis ditegakkan. Menurut derajat keganasan­nya, maka tumor itu memiliki derajat I sampai 111, yaitu mu­lai dari diferensiasi baik sampai diferensiasi buruk. Tahap pertumbuhan yang digunakan secara luas ialah sebagai berikut:
Stadium I - tumor terbatas pada korpus uteri.
Stadium II - tumor mengenai korpus dan serviks uteri.
Stadium III - tumor menyebar ke luar uterus, tetapi tidak melewati rongga pelvis.
Stadium IV - tumor menyebar di luar tahap III.
KEADAAN KLINIK. Petunjuk klinik pertama dari karsinoma endometrium biasanya berupa keputihan dan perdarahan iregular yang mencolok. Keadaan ini menya­takan adanya erosi dan ulkus pada permukaan endo­metrium. Sekalipun pada tahap ini serviks tampak normal. Sejalan dengan perkembangannya, uterus dapat diraba membesar dan pada suatu saat akan melekat pada jaringan sekitar, oleh karena penyebaran kanker di luar uterus. Untunglah bahwa tumor ini bermetastasis lambat, tetapi pada akhirnya dapat terjadi penyebaran ke kelenjar getah bening regional dan tempat-tempat yang jauh (misalnya hati dan paru-paru). Radioterapi dan pembedahan sudah sejak lama menjadi standar terapi, tetapi banyak adeno­karsinoma memiliki reseptor estrogen dan progesteron, serta memberikan respons yang baik terhadap antiestro­gen. Berbagai protokol kemoterapi sedang dipelajari, tetapi tindakan pembedahan dan radioterapi masih meru­pakan bentuk pengobatan yang paling efektif, karena cara lain mungkin dapat menghambat perkembangan tumor, tetapi jarang memberi kesembuhan. Cukup menghe­rankan bahwa, neoplasma yang reseptor positif juga mem­beri hasil yang lebih baik dengan pembedahan, barangkali karena neoplasma ini cenderung memiliki diferensiasi yang lebih baik. Bila semua metode terapi dipakai, maka karsinoma Tahap I memiliki angka kelangsungan hidup selama lima tahun sebesar 90%; yang akan menurun men­jadi 30-50% pada Tahap II, dan kurang dari 20% pada Tahap III dan IV.
KORIOKARSINOMA
Tumor ganas yang sangat agresif ini timbul baik dan epitel korion kehamilan, atau lebih jarang dari sel totipo­ten di dalam gonad atau tempat lain. Koriokarsinoma jarang didapatkan di sebagian besar kebudayaan Barat dan di Amerika Serikat timbul kira-kira pada satu dari 40.000 sampai 70.000 kehamilan. Tumor ini lebih sering ditemukan di negara-negara Asia dan Afrika, yang frekuensinya mencapai satu dari 1000 kehamilan. Risikonya meningkat pada usia di bawah 20 dan lebih meningkat lagi pada usia 40 tahun atau lebih tua. Pada kira-kira 50% kasus tim­bul setelah mola hidatidosa komplet tetapi jarang setelah mola parsial. Kira-kira 25% timbul setelah abortus, dan sisanya kebanyakan timbul setelah kehamilan normal. Dengan kata lain, makin abnormal hasil konsepsi, makin besar bahaya timbulnya koriokarsinoma kehamilan. Sebagian besar kasus ditemukan karena berupa perda­rahan coklat bersamaan dengan peningkatan titer HCG, terutama subunit beta dalam darah dan urin, dan tidak adanya pembesaran uterus yang nyata seperti pada mola. Umumnya titernya jauh lebih tinggi daripada yang ada pada mola. Pada kejadian yang mengikuti abortus atau kehamilan, adanya fakta bahwa umur ibu mempengaruhi frekuensi neoplasma ini memberi kesan bahwa asal tumor lebih cenderung dari ovum yang abnormal daripada dari epitel korion yang tertahan.
Penampakan koriokarsinoma biasanya sangat he­moragik, merupakan jaringan nekrotik dalam uterus. Ka­dang-kadang terjadi nekrosis yang luas dan menyeluruh sehingga diagnosis anatomiknya menjadi sukar karena hanya sedikit jaringan neoplasma yang masih hidup. Memang benar, tumor primernya sendiri akan hancur sen­diri dan hanya dari bentuk metastasisnya saja, kita bisa mendapat informasi. Dalam keadaan sangat dini, tumor primer menyelinap ke dalam miometrium dan pembuluh darah. Berbeda dengan mola hidatidosa dan mola invasif, jonjot korion tidak terbentuk; bahkan tumor murni hanya epitel, terdiri dari sel kuboid sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang anaplastik. Tetapi identifikasi keadaan atipik dapat menjadi sulit kare­na epitel korion normal secara sitomorfologi sangat ber­variasi.
Pada saat sebagian besar neoplasma ditemukan, aenyebaran luas melalui darah biasanya sudah terjadi, pal­ing sering ke paru-paru (50%), vagina (30-40%), otak, hati, Jan ginjal. Jarang terjadi invasi ke kelenjar getah bening.
Meskipun pada masa lalu agresivitas yang hebat dari neoplasma membuatnya selalu fatal, tetapi pada saat ini melalui kemoterapi telah dapat dicapai hasil yang luar biasa. Hampir 100% penyembuhan dicapai pada neoplasma yang belum menyebar melampaui pelvis, vagina, dan paru-paru. Remisi hampir 75% dapat dicapai, sekalipun sudah menyebar luas. Sama-sama menakjubkan bahwa dilaporkan banyak bayi sehat yang lahir dari penderita yang telah sembuh.
Yang menarik adalah kemungkinan peran sinergis dari reaksi imun penderita terhadap tumor. Jaringan tumor berasal dari ovum yang dibuahi dan memiliki antigen pa­ternal; karenanya terdiri dari sel-sel “asing” bagi pende­rita. Jadi, reaksi imun terhadap antigen paternal mungkin terjadi. Hal ini juga didukung oleh reaksi kemoterapi yang relatif buruk terhadap koriokarsinoma yang timbul dalam gonad (ovarium atau testis) yang menjadi “milik” pen­derita.








TINDAKAN OPERASI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

1. Seksio Sesarea
A. Definisi
Seksio Sesarea adalah suatu persalinan buatan , dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim. Syarat utamanya antara lain sebagai berikut :
Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai sectio cesarea, meskipun pengeluaran janin juga dilakukan per-abdominam.
Berat janin di atas 500 gram .
B.IndikasiPrinsip
a. Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam dan/atau
b. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per vaginam secara fisiologis. Indikasi ibu
a. panggul sempit absolut ( diameter conjugata vera < 6 cm )
b. tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c. stenosis serviks / vagina
d. plasenta previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Klasifikasi plasenta previa :
d.1 Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
d.2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
d.3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
d.4. Plasenta Letak Rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
e.Disproporsi Cephalopelvic (DCP )
Biasanya dideteksi dengan Osbond test
f.Ruptura Uteri membakat
g. Pre eklampsia dan Eklampsia berat, dimana terjadi kegagalan induksi
h . Penyakit lain pada ibu : dekom cordis , asma , hemorroid .
Indikasi janin .
a. Kelainan letak ( misal sungsang , letak lintang )
b. Prolaps talipusat
c.Gawat janin ( misalnya BJJ kurang dari 140 x / menit ) à fetal distress
d. Ekspensive child à anak yang dihasilkan dari pasangan yang lama menikah dan baru punya anak.
e. Kehamilan post-term
f. Makrosomia ( berat janin > 4000 gram )
Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu syok / anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan kelainan kongenital mayor yang berat ( monster )
C. Prosedur
Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis sectio cesarea :
a. Seksio Sesarea Klasik
1. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain steril .
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang kurang lebih 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis , sehingga cavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim ( SAR ) , kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.
5. Setelah cavum uteri terbuka , selaput ketuban dipecahkan . Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya , tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual , dengan disuntikkan 10U Oksitosin ke dalam uterus secara intra mural .
7. Luka insisi SAR dijahit kembali
- lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut khromik
- lapisan II : hanya miometrium saja yang dijahit secara simpul ( berhubung lapisan ini sangat tebal ) dengan catgut khromik.
- lapisan III : perimetrium saja , dijahit dengan teknik simpul dengan benang catgut biasa.
8. Setelah dinding uterus selesai dijahit , kedua adneksa dieksplorasi .
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa darah dan luka dinding perut dijahit.







Teknik ini dilakukan pada keadaan yang sulit untuk memisahkan kandung kemih untuk mencapai dan menginsisi segmen bawah uterus misalnya akibat perlekatan pasca operasi sebelumnya ( SS sebelumnya ) atau pasca infeksi, atau ada tumor di segmen bawah uterus, atau janin besar dalam letak lintang, atau plasenta previa dengan insersi di dinding depan segmen bawah uterus. Indikasi lain SC klasik adalah VU letaknya tinggi dan melekat , janin letak lintang , plasenta previa SBR , dan biasa dipakai untuk SC yang disertai tubektomi. Komplikasinya adalah perdarahan yang terjadi akan sangat banyak karena jaringan segmen atas korpus uteri sangat vaskular.
b. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
1. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain steril.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis , sehingga cavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat Bladder-flap , yaitu dengan menggunting peritoneum VU ( Plica vesicouterina ) di depan SBR secara melintang . Plika Vesicouterina ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah dan VU yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada SBR 1 cm di bawah irisan plika vesicouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah sekitar 2cm , kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator . Arah insisi pada SBR dapat melintang ( transversal ) sesuai cara Kerr , atau membujur ( Sagital ) sesuai cara Kronig.
6. Setelah cavum uteri terbuka , selaput ketuban dipecahkan , janin dikeluarkan dengan meluksir kepalanya . Badan janin dilahirkan dengan cara mengait kedua ketiaknya . Tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua jepitan , plasenta dilahirkan secara manual. Diinjeksikan ke dalam otot uterus intra mural 10 U Oksitosin. Luka dinding uterus dijahit :
- lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur
- lapisan II : miometrium saja yang dijahit secara jelujur
- lapisan III : Plica vesicouterina dijahit secara jelujur.
7.Setelah dinding uterus selesai dijahit , kedua adneksa dieksplorasi .
8. Rongga perut dibersihkan dari sisa darah dan luka dinding perut dijahit.
Segmen bawah uterus relatif kurang vaskular dibandingkan korpus uteri, sehingga diharapkan perdarahan yang terjadi tidak seberat dibandingkan pada sectio cesarea cara klasik .
Indikasi :
- Letak janin memanjang ( longitudinal )
-Tidak ada masalah pada segmen bawah uterus
- Masih menginginkan kehamilan berikutnya.
Keuntungan :
-Perdarahan lebih sedikit
- Dapat mengindari insisi pada plasenta , karena letak plasenta pada corpus
- Mudah melakukan luksasi kepala janin
-Mudah melakukan jahitan belas insisi.
- Re-peritonisasinya baik
- Risiko ruptur uteri pada kehamilan berikutnya kecil.

c. Seksio- Histerektomi (cesarean hysterectomy)
1. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga uterus , dilakukan hemostasis pada insisi dinding uterus , cukup dengan jahitan jelujur atau simpul.
2. Untuk memudahkan histerektomi , uterus boleh dikeluarkan dari rongga pelvis
3. Mula-mula lig. Rotundum dijepit dengan cunam Kocher dan cunam Occhaner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan uterus , dan jaringan yangsudah dipotong diligasi dengan benang catgut khromik no. 0 . Blader- flap yang telah dibuat pada waktu SC transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah lateral. Pada lig. Latum belakang dibuat lubang dengan jari telunjuk tanga kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini , ureter akan terhindar darai kemungkinan terpotong.
4. Melalui lubang lig . Latum inilah , tuba falopii , lig Uteroovarica , dan pembuluh darah dalam jaringa tersebut dijepit dengan dua cunam Oschner lengkung dan di sisi uterus dengan cunam Kocher. Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan Mayo. Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan catgut no.0
5. Jaringan pada lig. Latum yang sevagian besar adalah avaskular dipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum Latum sampai daerah serviks , VU disisihkan jauh ke bawah dan samping.
6. Pada lig . Kardinale dan jaringan paravesical dilakukan penjepitan dengan cunam Oschner lengkung secara ganda , dan pada tempat yang sama di sisi uterus dijepit dengan cunam Kocher terus. Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan Mayo . Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga Ligamentum Kardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit dengan catgut khromik no 0 dengan metode transfiks ganda .
7. Demikian juga ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan dipotong dengan cara yang sama dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut khromik no 0.
8. Setelah mencapai di atas dinding vagina-serviks , pada sisi depan serviks dibuat irisan sagittal dengan pisau., kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit dengan cunam Oschner melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting arau pisau . Uterus akhirnya dapat diangkat.
9. Puntung vagina dijepit beberapa cunam Kocher untuk homeostasis , Mula-mula , puntung lig . Kardinale ( keduanya ) dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina , sehingga terjadi homeostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk homeostasis dengan catgut khromik no 0. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada puntung vagina , asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retro-perotonealisasi dengan menutupkan Bladder – flap pada sisi belakang puntung vagina.
10. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah , luka perut ditutup kembali lapis demi lapis.
d. Seksio cesarea transvaginal.
RisikoKomplikasiSeksioSesarea: 1. Komplikasi ibu : perdarahan banyak, infeksi, perlekatan organ-organ pelvis pascaoperasi.2. Komplikasi janin : depresi susunan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obatan anestesia (fetal narcosis).
2. Ekstraksi Vakum
Ekstraksi vakum adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum (negative-pressure vacuum extractor) yang dipasang di kepalanya.Pada ekstraksi vakum, keadaan fisiologis yang diharapkan adalah terbentuknya kaput suksadeneum pada kepala janin sebagai kompensasi akibat penghisapan / tekanannegatif. Kemudian setelah kepala menempel pada mangkuk vakum, tarikan dilakukan dengan bantuan tenaga dari ibu (bersamaan dengan saat his / gerakan mengejan) mengandalkan penempelan kaput tersebut pada mangkuk vakum.



Bentuk dan bagian-bagian ekstraktor vakum :
a. Mangkuk ( cup )
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedenum artifisialis . Dengan mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3, 4 , 5 , 6 cm . Pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan untuk tanda letak denominator.
b. Botol
Merupakan tempat membuat tenaga negatif ( vakum ) . Pada tutup botol terdapat manometer , saluran menuju ke pompa penghisap , dan saluran menuju ke mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
c.Karet penghubung
d. Rantai penghubung antara mangkuk dan pemegang
e . Pemegang ( ekstraction handle )
f. Pompa penghisap ( vacum pump ).
Indikasi :Prinsip : keadaan yang memerlukan pertolongan persalinan kala dua yang dipercepat, karena jika terlambat dapat membahayakan keadaan ibu dan / atau janin.
Ibu
Untuk mempercepat / memperpendek kala II , misalnya pada dekompensasi kordis atau pada penyakit paru fibrotik.
Kala II yang memanjang.
Janin
Gawat janin , tapi sebenarnya masih kontroversi.
Kontra Indikasi
Ibu1.Disproporsisefalopelfik.2.Rupturauterimembakat.3. Keadaan ibu di mana ibu tidak boleh mengejan, misalnya penyakit jantung berat, preeklampsia berat, asma berat dan sebagainya.
Janin
1. Letak muka
2. After coming head
3. Janin preterm.
Syarat
1.Janinaterm.2.Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)3. Pembukaan serviks sudah lengkap (pada multigravida, dapat pada pembukaan minimal7cm).4.Kepalajaninsudahengaged(minimalpadaHodgeII)5. Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum, dipecahkan.6. tambahan, HARUS ada kontraksi uterus (his) dan tenaga mengejan ibu.
Prosedur
1. Ibu tidur dalam posisi lithotomi
2. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum . Bila pada waktu pemasangan mangkuk , ibu mengeluh nyeri maka dapat diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Jika tidak berhasil dapat dengan anesthesia inhalasi , tapi hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja.
3. Setelah smua bagian ekstraktor vakum terpasang , maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks . Pada pembukaan serviks lenngkap , biasanya mangkuk nomor 5 . Mangkuk dimasukan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada begian terendah kepala , menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk , diletakkan sesuai dengan letak denominator.
4. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan ialah 0,7 sampai 0,8 kg/cm2. Ini membutuhkan waktu sekitar 6-8 jam . Dengan adanya tenaga negative ini , maka pada mengkuk akan terbentuk kaput suksedenum atrifisialis ( chignon ).
5. Sebelum memulai melakukan traksi , dilakukan periksa dalam ulang , apakah ada bagian jalan lahir yang ikut terjepit.
6. Bersamaan dengan timbulnya His , ibu disuruh mengejan dan mangkuk ditarak searah dengan arah sumbu panggul . Pada waktu melakukan tarikan ini harus asa koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong.
7. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk , tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pemegang . Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar , dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas , maka mangkuk tidak akan meluncat ke muka penolong.
8. Traksi dilakukan terus selama ada his dan harus mengikuti putaran paksi dalam , sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis. Bila His berhenti , maka traksi juga dihentikan , berarti traksi dikerjakan secara intermittent . bersama denga His.
9. Kepala janin dilahirkan dengan cara menarik mangkuk ke atas , sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomokhilon dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini , maka tangan kiri penolong segera menahan perineum . Setelah kepala lahir , pentil dibuka , udara masuk ke dalam botol , tekanan negatif hilang dan mangkik dilepas.
10. Bila diperlukan episiotomi , maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.
Kriteria ekstraksi gagal
Tanda prosedur ekstraksi vakum gagal :1. Mangkuk vakum terlepas, mungkin akibat tekanan negatif yang kurang, atau peningkatan tekanan negatif yang terlalu cepat sehingga pembentukan kaput suksadeneum tidak sempurna mengisi seluruh mangkuk , selaput ketuban melekat di antara kulit kepala dan mangkuk à mangkuk tidak dapat mencengkeram dengan baik atau ada bagian jaringan ibu ( serviks , vagina ) yang terjepit, atau ada kebocoran pada alat, atau kemungkinan adanya disproporsi sefalopelvik yang tidakterdeteksi sebelumnya , traksi terlalu kuat , tangan kanan dan kiri penolong tidak kerja sama dengan baik.2. Setelah setengah jam diusahakan dilakukan traksi, bayi belum lahir, ekstraksi vakumdinyatakangagal.
Komplikasi
Ibu
Perdarahan
Trauma jalan lahir
Infeksi
Janin
Ekskoriasi kulit kepala
Cephalohematoma
Subgaleal hematoma . Hematoma ini dapat direabsorbsi dengan cepat oleh tubuh janin . Bagi janin yang memiliki fungsi hepar belum matur à ikterus neonatorum agak berat.
Nekrosis kulit kepala ( scalpnecrosis ) yang dapat menimbulkan alopesia.

Keunggulan Ekstraksi Vakum
Pemasangan mudah ( mengurangi bahaya trauma dan infeksi )
Tidak diperlukan narkosis umum
Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir .
Dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dengan pembukaan serviks belum lengkap .
Trauma kepala janin lebih ringan.
Kerugian
Persalinan janin memerlukan waktu lebih lama
Tenaga traksi tidak sekuat pada ekstraksi cunam . Sebenarnya merupakan keuntungan karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan
Pemeliharaannya sulit , karena bagian-bagiannya terbuat dari kerat dan harus selalu kedap udara.


3. Ekstraksi Cunam
Ekstraksi cunam adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam / forceps yang dipasang pada kepalanya.Forceps / cunam :Forceps / cunam adalah alat bantu persalinan, terbuat dari logam, terdiri dari sepasang (2 buah) sendok yaitu sendok cunam kiri dan sendok cunam kanan. Beberapa jenis forceps (gambar kiri ke kanan) : Naegele, Kjelland, Locking, Simpson-Braun, Piper, Boerma, Tarnier. (catatan : proporsi ukuran dalam gambar tidak sesuai).Masing-masing sendok cunam memiliki :1. tangkai pemegang / handle : untuk dipegang oleh penolong persalinan2. kunci cunam / lock : untuk mengunci pada persilangan cunam kanan dengan cunam kiri.3. tangkai cunam : bagian antara kunci cunam dengan bilah / daun cunam.4. bilah / daun cunam : bagian yang akan mencekam kepala janin.Beberapa model kunci cunam : a. Inggris (Smelie). b. Perancis. c. Jerman. d. Norwegia (gambar)Daun cunam umumnya memiliki dua lengkungan :1. lengkung kepala (cephalic curve), disesuaikan dengan kurva kepala janin2. lengkung panggul (pelvic curve), disesuaikan dengan kurva rongga panggul ibu.Berdasarkan kemajuan persalinan / penurunan kepala di dalam rongga panggul, pemakaian cunam dibagi menjadi :1. cunam tinggi (high forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala masih berada di atas pintu atas panggul. Saat ini tidak dipakai lagi karena trauma yang terjadi sangat berat. Pertolongan persalinan untuk keadaan ini digantikan dengan sectio cesarea.2. cunam tengah (mid forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala sudah cakap / engaged tetapi belum memenuhi syarat untuk cunam rendah. Saat ini juga sudah jarang dipakai, pertolongan persalinan untuk keadaan ini digantikan dengan ekstraksi vakum atau sectio cesarea.3. cunam rendah (outlet / low forceps) : ekstraksi cunam pada keadaan kepala sudah mencapai pintu bawah panggul dan sutura sagitalis janin sudah berada dalam keadaan anteroposterior. Pemakaian cunam untuk keadaan ini yang paling sering digunakan.Indikasi :Prinsip : keadaan yang memerlukan pertolongan persalinan kala dua yang dipercepat, karena jika terlambat dapat membahayakan keadaan ibu dan / atau janin.
Indikasi Relatif
Ekstraksi cunam yang bila dikerjakan akan menguntungkan ibu ataupun janinnya , tapi jika tidak dikerjakan tidak akan merugikan , sebab bila dibiarkan, diharapkan janin akan lahir dalam 15 menit berikutnya.
Indikasi relative dibagi menjadi :
- Indikasi de Lee
Ekstraksi cunam dengan syarat kepala sudah di dasar panggul , putaran paksi dalam sudah sempurna , m. Levator ani sudah teregang , dan syarat-syarat ekstraksi cunam lainnya sudah terpenuhi.
Ekstraksi cunam atas indikasi elektif , di Negara barat tersebut banyak dipakai anastesia atau conduction anesteshia untuk menghilangkan tenaga mengejan , sehingga persalinan harus diakhiri dengan ekstraksi cunam.
- Indikasi Pinard
Ekstraksi cunam yang memiliki syarat sama dengan indikasi Lee , hanya si penderita harus sudah mengejan selama 2 jam.
Keuntungan indikasi profilakrik :
- Mengurangi peregangan perineum yang berlebihan
- Mengurangi penekanan kepala pada jalan lahir
- Kala II diperpendek
- Mengurangi bahaya kompresi jalan lahir pada kepala.
Indikasi Absolut
Indikasi ibu : preeklampsia / eklampsia, ruptura uteri membakat, penyakit jantung,paru-paru,asma,danlain-lain.
2 .Indikasi janin : gawat janin.
Kontraindikasi :1. Bayi prematur (karena kompresi pada tulang kepala yang belum matang / belum memiliki kemampuan moulage yang baik dapat menyebabkan terjadi perdarahanperiventrikular.2.Disproporsisefalopelvik.Syarat :1.Janin aterm dan hidup2.Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)3.Pembukaan serviks sudah lengkap.4.Kepala janin sudah engaged.5.Selaput ketuban sudah pecah, atau jika belum, dipecahkan.
6.Kepala janin dapat dipegang oleh cunam.
Prosedur
Persiapan
1. Persiapan ibu
a. Posisi tidur lithotomi
b. Rambut vulva dicukur
c. VU dan rectum dikosongkan
d. Disinfeksi vulva
e. Infus jika diperlukan
f. Narkosis jika diperlukan
g. Kain penutup pembedahan
h. Gunting episiotomi
i. Alat-alat untuk menjahit jalan lahir
j. Uterotonika
2. Persiapan Janin
a. Alat-alat pertolongan persalinan
b. Alat penghisap lendir
c. Oksigen
d. Alat-alat untuk resusitasi
3. Persiapan untuk dokter
a. Mencuci tangan
b. Sarung tangan steril
c. Baju opersi steril
Cara Pemasangan Cunam
Ditinjau dari posisi daun cunam terhadap kepala janin dan panggul ibu pada waktu cunam dipasang , pemasangan cunam dibagi menjadi :
a. Pemasangan Sefalik ( biparietal , melintang terhadap kepala )
Merupakan pemasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan diameter mento-oksipitalis kepala janin , sehingga daun cunam terpasang secara simetrik di kiri kanan kepala.
b. Pemasangan Pelvik ( melintang terhadap panggul )
Merupakan pemasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan sumbu panggul.
Jadi pemasangan cunam yang baik ialah cunam terpasang biparietal kepala dan melintang panggul . Hal ini hanya terjadi bila kepala janin sudah di pintu bawah panggul dan ubun-ubun kecil berada di depan , di bawah simfisis. Oleh karena itu , kriteria pemasangan cunam yang sempurna / ideal ( memberikan trauma yang minimal pada ibu dan janin ) adalah :
a. Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang tungkai cunam.
b. Ubun-ubun kecil terletak 1 jari di atas bidang tersebut .
c. Kedua cunam teraba simetris di samping kepala.
Ekstraksi cunam akan menimbulkan trauma berat pada janin jika ekstraksi cunam dikerjakan dalam posisi daun cunam melintang dalam panggul , tapi miring pada kepala.
Cara memasang ekstraksi cunam :
Penolong membayangkan bagaimana cunam akan dipasang.
Pemasangan daun cunam pada kepala janin.
Mengunci sendok cunam.
Menilai hasil pemasangan daun cunam.
Melakukan periksa dalam ulangan untuk mengetahui apakah cunam terpasang dengan benar dan tidak jalan lahir yang terjepit daun cunam . Jika periksa dalam ulangan baik , lakukan traksi percobaan untuk mengetahui apakah daun cunam telah mencengkeram kepala janin dengan baik.
Ekstraksi cunam percobaan.
- Tangan kiri dan kanan penolong memegang pemegang cunam , jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan penolong diluruskan sampai menyentuh puncak kepala.
- Jika saat dilakukan traksi kedua jari terlepas dari puncak kepala , berarti kepala tidak ikut tertarik.
- Namun , bila saat traksi dilakukan kedua jari tetap menyentuh puncak kepala , berarti kepala ikut tertarik .
- Bila saat traksi percobaan kepala tidak tertarik, berarti daun cunam belum terpasang dengan benar , sehingga cunam harus dilepaskan dan dipasang lagi.
- Bila traksi ini berhasil , dilanjutkan dengan traksi definitif.
Ekstraksi cunam definitif.
Dilakukan dengan mencengkam pemegang cunam oleh tangan kiri penolong . Tangan kanan penolong mencengkam pemegang cunam di atas tangan kiri sambil jari tengah berada di antara kedua tangkai cunam. Traksi dilakukan dengan arah tangkai cunam sesuai dengan sumbu panggul , yaitu cunam ke bawah bila kepala masih agak tinggi dan mendatar bila kepala di pintu panggul bawah ( PPB ) , sampai suboksiput tampak di bawah oksiput.
Membuka dan melepaskan sendok cunam.
Segera setelah suboksiput berada di bawah simfisis , cunam dipegang hanya oleh tangan kanan , tangan kiri menahan perineum. Cunam kemudian dielevasi ke atas , sehingga kepala melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion , sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun besar , dahi , mata , hidung , mulut , dan dagu. Akhirnya lahir seluruh kepala . Cunam dilepaskan pada waktu gerakan defleksi ini atau bila kepala sudah lahir seluruhnya. Setelah kepala lahir , kepala dibiarkan melakukan putaran paksi luar kemudian baru dilahirkan sebagaimana lazimnya. Bila ekstraksi cunam dilakukan dengan narkosis cukup dalam , maka plasenta harus dilahirkan secara manual sekaligus eksplorasi jalan lahir untuk mengetahui adanya robekan.
Episiotomi
1. Bila diperlukan saat ekstraksi cunam , maka dilakukan saat :
a. Sebelum memasang cunam
b Kepala meregang perineum
2. Bila hendak melakukan ekstraksi cunam pada primigravida , episiotomi harus dikerjakan, pada multi gravida jika diperlukan saja.
Ekstraksi Cunam Khusus
1. Cara Lange
Merupakan ekstraksi cunam dengan kepala janin dalam posisi melintang di dasar panggul ( ubun-ubun kecil melintang dalam panggul ).
Cunam akan dipasang miring terhadap kepala dan miring terhadap panggul , sehinga posisi cunam tidak simetris terhadap kepala maupun panggul . Ini berarti posisi cunam akan berada dalam arah depan belakang.
Oleh karena itu , diperlukan :
- cunam depan , yaitu daun cunam yang dipasang di daerah depan ( di bawah simfisis )
- cunam belakang , yaitu daun cunam yang dipasang di daerah belakang ( dekat sakrum )
Dalam ini , untuk menentukan daun cunam mana yang akan menjadi cunam depan dipakai rumus sbb :
Cunam depan > < letak ubun-ubun kecil.
Cunam depan dapat dipasang dengan dua cara , yaitu :
- Langsung : cunam depan dipasang langsung di depan
- Tidak langsung ( wandering , gliding ) : cunam depan dipasang mulai dari belakang kemudian diputar ( wandering ) ke arah depan.
2. Cara Scanzoni
Merupakan ekstraksi cunam dengan ubun-ubun kecil berada di dekat sakrum . Pada ekstraksi cunam cara ini , tindakannya terdiri dari dua tahap , yaitu :
- memutar kepala ke depan , sehingga ubun-ubun terletak melintang.
- Setelah kepala dalam posisi melintang , ekstraksi cunam dilakukan secara Lange.
Cunam dipasang melintang terhadap dan miring terhadap panggul. Cara melepaskannya adalah cunam yang dipasang lebih dahulu dilepaskan terakhir. Kemudian setelah kepala berada dalam posisi melintang , kepala dilahirkan dengan ekstraksi Lange.
Ekstraksi Cunam percobaan ( Trial Forceps )
Ekstraksi yang sebelumnya telah disadari penolong , bahwa kemungkinan ada CPD. Traksi dilakukan dengan tenaga adequate dengan tenaga otot biseps saja. Jika 3 kali traksi janin belum dapat dilahirkan , ekstraksi cunam gagal , bayi dilahirkan perabdominan.
Ekstraksi cunam gagal jika :
Sendok cunam tidak dapat dikunci meski pemasangan cunam sudah benar.
Tiga kali traksi dengan tenaga cukup kuat bayi tidak dapat lahir.
Sebab-sebab kegagalan :
Kesalahan menentukan denominator kepala.
Adanya lingkaran konstriksi
Adanya CPD yang tidak ditemukan sebelumnya.
Komplikasi :
Ibu :
Perdarahan akibat atonia uteri atau trauma jalan lahir.
Trauma jalan lahir , baik pada jaringan lunak ( robekan vagina sampai ruptur uteri ) dan trauma tylang ( simfisiolosis, fraktur os. Coxygeus )
Infeksi pasca persalinan
Janin :
Luka pada kulit kepala
Cedera pada M. Sternocleidomastoideus
Paralisis NVII
Fraktur os .cranium
Perdarahan intracranial.
4. Histerektomi
Dapat dilakukan sesudah
- Seksio sesaria , misalnya karena atonia uteri
- Persalinan pervaginam
- Terjadi ruptura uteri
Pengangkatan uterus sesudah seksio sesaria diselenggarakan pada infekasi intrapartum yang berat, pada perdarahan karena atonia yang tidak dapat diatasi oleh tindakan lain, pada uterus miomatosus dengan mioma yang besar dan /atau banyak, dan karsinoma sirvisis uteri yang masih dapat diatasi; dalam hal yang terakhir ini sebaiknya dilakukan histerektomi menurut Wertheim.
Apabila sebelum operasi sudah ada maksud untuk melakukan histerektomi, umumnya lebih mudah untuk melahirkan janin dengan seksio sesaria klasik; setelah luka pada dinding uterus ditutup dengan beberapa jahitan, pembedahan diteruskan.
Pada persalinan pervaginam kadang-kadang terpaksa dilakukan histerektomi apabila timbul perdarahan postpartum yang tidak dapat diatasi oleh tindakan lain, atau apabila ada plasenta akreta.
Terapi yang terbaik pada ruptura uteri adalah histerektomi, walaupun pada kasus-kasus tertentu kadang-kadang dapat dilakukan jahitan pada luka tersebut. Dalam hal yang terakhir ini sebaiknya sebaiknya dilakukan sterilisasi. Pada ruptura uteri janin sudah meninggal dan sering kali untuk sebagian atau seluruhnya masuk dalm rongga perut. Dalam hal demikian dilakukan laparotom, janin dan plasenta apabila yang akhir ini udah lepas –dilahirkan, dan seterusnya uterus diangkat supravaginal.
Teknik histerektomi :
Histerektomi biasanya dilakukan dengan meninggalka adneksa kanan dan kiri. Ligamenta,rotunda kanan dan kiri dipotong kira-kira 1,5 cm dari uterus dan diikat pada ptongan medial dan lateral. Jari penunjuk yang menolong ditekan kan ke depan mulai dari dinding belakng ligamentum ovarii proprium

TEKNIK OPERASI HISTEREKTOMI TOTAL PER ABDOMINAL
1. Vesika urinaria dan rektum harus kosong. Mula-mula dilakukan toilet vulva vagina dan serviks. Dilanjutkan dengan seluruh vagina, serviks pars vaginalis dan khususnya ostium uteri eksternum dan kanalis servikalis menggunakan tincture iodoine, mercurochrom 20% atau larutan scott's. Ostium uteri eksternum kemudian ditutup kuat dengan benang aseptik, kasa steril kering dimasukkan ke dalam vagina sebagian sisinya ditinggalkan diluar dengan dijepit klem sehingga dapat dilepas sewaktu-waktu sebelum vagina dibuka dari atas. Dilakukan toilet bedah dinding abdomen yang biasanya dilakukan, kemudian dipasang duk steril.
2. Dilakukan insisi midline rendah dari simphysis pubis ke umbilikus.
3. Paparan pelvis adekuat dicapai dengan posisi Trendelenburg bersamaan dengan pentingnya pemasangan packing kasa basah.
4. Corpus uteri dipegang kuat dengan instrumen yang sesuai dan diangkat ke atas, dengan syarat patologi uterus adalah jinak. Jika ternyata terdapat kecurigaan atau terdapat keganasan, operasi harus dimodifikasi termasuk pengangkatan seluruh tuba dan ovarium. Pastikan tidak terdapat kompresi apapun pada uterus baik oleh instrumen maupun oleh tangan operator sampai vaskularisasi ekstrinsik dan limfatik benar-benar terblok oleh ligasi dan jalur sistem sirkulasi keempat area kardinal rongga tubuh, yaitu kedua pembuluh darah ovarika dan uterina. Cara ini dipercaya sebagai pencegahan yang beralasan dan efektif terhadap kemungkinan diseminasi sel ganas dengan mengeluarkan sel ganas tersebut ke jalur vaskuler sekitar.
5. Sekarang dibuat insisi transversal bulan sabit menembus peritoneum vesikouterina pada tepi atas perlekatannya pada uterus yang longgar dan kemudian disisihkan ke arah samping pada daerah perlekatan uterus dengan ligamentum rotundum.
6. Pada setiap sudut insisi ini pada masing-masing sisi, jari telunjuk dimasukkan secara tumpul menembus jaringan areolar longgar pada bagian atas ligamentum latum, melubangi lapisan posterior dekat dengan uterus dan setinggi tepat di bawah perlekatan ligamentum rotundum, tuba fallopii dan ligamentum utero-ovarian.
7. Lubang ini diperlebar secukupnya secara tumpul untuk memungkinkan dilakukan aproksimasi ketiga struktur tersebut sehingga terbentuk pedikel tunggal di mana dua buah klem lengkung dipasang, dan dilakukan pemotongan di antara keduanya sedekat mungkin dengan uterus.
8. Ligasi transfiksi menggantikan kedua klem tersebut pada kedua tempat potongan sedangkan dua buah klem yang terpasang pada cornu uteri kemudian digunakan sebagai penarik. Kemudian instrumen asli yang mencekam corpus uteri dan digunakan sebagai penarik ke atas dapat dilepas.
9. Traksi ke atas terhadap uterus sekarang dapat memperlihatkan secara jelas pembuluh darah uterus yang telah dipisahkan, yang telah dijepit dan dipisahkan pada masing-masing sisi setinggi ostium uteri internum. Ligasi kemudian menggantikan klem pada pembuluh darah ini. Perlu dilatih untuk secara hati-hati tidak mengenai jaringan serviks pada saat memasukkan jarum.
10. Pembuluh darah uterina yang telah dapat dipotong dengan mudah dan hati, hati sekarang telah dapat dilakukan diseksi tumpul menjauhi serviks turun ke bawah sampai pada titik munculnya pembuluh darah tersebut di atas segmen basal ligamentum latum yang tebal pada setiap sisi.

11. Uterus ditarik kuat ke atas, kemudian vesika urinaria dapat secara mudah dipisahkan dengan diseksi tumpul menggunakan jari telunjuk terbungkus kasa. Dimulai dari serviks dan kemudian dari dinding vagina anterior ke bawah sampai di bawah batas ostium uteri eksternum. Pada sebagian besar kondisi, batas cekungan sepanjang daerah yang paling sulit dilepaskan adalah antara vesika urinaria dan lapisan fascia daerah puboservikal (subvesikal). Dengan demikian sesudah vesika urinaria terbebaskan ke bawah, inspeksi cermat serviks anterior akan tampak bahwa serviks tersebut dilapisis selapis tipis fascia. Di dalam fascia inilah terdapat pleksus vaskularis yang bermasalah. Lapisan fascia bersama-sama dengan pembuluh darah yang bermasalah tersebut dapat dengan mudah dibebaskan dari serviks menggunakan jari telunjuk yang mendorong ke arah lateral pada setiap sisi dengan cara membuat insisi bentuk T menembus fascia dengan irisan transversal tepat di bawah ostium uteri internum serta insisi vertikal melalui pertengahan serviks. Dengan demikian pembuluh darah tersebut dapat dipisahkan dengan baik tepat di samping segmen basal ligamentum latum.
Langkah 10 dan 11 berguna untuk lebih ke bawah lagi menurunkan ureter menjauh dari serviks sehingga kemungkinan jarang terjadi trauma jika tindakan ini dilatih pada saat pemasangan klem dan benang.
12. Dilakukan traksi kuat ke atas dan ke depan terhadap uterus kemudian dibuat insisi transversal melalui refleksi peritoneal posterior 1 cm di atas batas perlekatan kedua ligamentum uterosakralis.flap peritoneum bagian bawah cukup kuat melekat dengan dinding serviks posterior sehingga diperlukan diseksi tajam vertikal ke bawah sekurangnya 2 cm supaya cukup dapat dibebaskan untuk dapat memasukkan jari telunjuk kiri. Di bawah batas ini perlekatan peritoneal dan rektal cukup longgar sehingga hanya dibutuhkan diseksi tumpul, pertama untuk membebaskan peritoneum dari serviks kemudian dilanjutkan ke bawah untuk melepaskan rektum dari vagina di bawah ketinggian ostium uteri eksternum. Pada tahap ini tidak terjadi perdarahan jika operasi dilakukan secara hati-hati dan juga tidak dilakukan diseksi ke arah lateral pada daerah ligamentum latum.
13. Jika uterus sekarang diangkat seluruhnya ke atas, kedua jari telunjuk dapat bertemu di bawah serviks pars vaginalis dengan adanya invaginasi anterior-posterior dinding vagina. Hal ini menunjukkan bahwa vesika urinaria dan rektum telah cukup bawah dibebaskan dari vagina.
14. Kedua ligamentum uterosakralis sekarang dijepit klem, dipotong dan diligasi sedekat mungkin dengan perlekatannya dengan serviks.
15. Bagian basal ligamentum latum yang padat bersama dengan pleksus vaskularis yang melekat padanya setelah dapat dibebaskan melalui cara diseksi tumpul sebelum ini pada daerah sentral serviks bagian depan dan belakang, sekarang telah dapat dicekam dengan mudah sedekat mungkin dengan batas lateral serviks, dilanjutkan dengan pemotongan dan ligasi kuat, kemudian klem dapat dilepas. Jika terdapat elongasi serviks, langkah ini dapat diulang sampai tercapai cukup rendah.
16. Cekungan vagina sekarang dapat dilihat jelas seluruh sisinya. Kasa steril per vaginam sekarang dapat dilepas dari bawah. Perhatikan bahwa pada tahap ini, tidak terdapat perdarahan meskipun tidak terpasang klem pada daerah pelvis. Dilakukan insisi dinding vagina anterior, kemudian vagina akan menggelembung dan insisi diperluas mengelilingi serviks, dipasang empat buah klem pada cekungan vagina sebagai berikut : satu pada anterior daerah midline, satu pada masing-masing sisi lateral dan satu pada midline posterior. Pada saat yang bersamaan serluruh uterus diangkat keluar dari pelvis, tanpa adanya kontak antara serviks dengan jaringan intrapelvik lainnya.
17. Dilakukan jahitan khusus sudut untuk menggantikan kedua klem di ujung, sebagai berikut : jarum pertama kali menembus dinding vagina anterior ke dalam lumen vagina 1 cm mesial terhadap klem bengkok, sekarang dilakukan transfiksi dua kali pada potongan bagian basal ligamentum latum, sehingga terbentuk di dalamnya loop jahitan mattras bebas, dilanjutkan dengan jarum sekali lagi masuk ke dalam lumen vagina, menembus dinding posterior juga 1 cm mesial klem bengkok untuk membuat ikatan transfiksi terhadap potongan ligamentum uterosakralis. Ketika dilakukan ikatan, jahitan ini akan menutup sudut vagina lateral dan berada tepat di atasnya untuk menyokong kedua segmen basal ligamentum latum serta ligamentum uterosakral yang kuat.

18. Penutupan sempurna atau parsial dinding vagina anterior dan posterior dengan jahitan tergantung apakah diperlukan drainase atau tidak.
19. Jahitan matras tunggal pada masing-masing sisi sekarang akan menggabungkan tunggul vagina anterior dan mesial terhadap jahitan sudut, kemudian akan mentransfiksi potongan ligamentum rotundum dan utero-ovarian melwati ke belakang untuk menggabungkan dinding vagina posterior di seberang arah tempat semula jahitan masuk. Saat diikat, benang akan secara otomatis menggabungkan ligammentum rotundum dan utero-ovarian pada tunggul vagina sehingga dapat memberikan tahanan tambahan pada tunggul vagina sekaligus sebagai penunjang ovarium.
20. Celah pada peritoneum vesikouterina sekarang dijahit rapi dengan tepi bebas flap peritoneum posterior, sehingga pelvis dilakukan peritonealisasi tertutup dengan tahanan kuat pada tunggul vagina dan ovarium.
Modifikasi A
Jika untuk suatu alasan terdapat indikasi untuk dilakukan salpingoooforektomi unitlateral atau bilateral, teknik yang dijelaskan menjadi lebih sederhana dan dapat dimodifikasi menurut prosedur yang telah dikenal luas untuk memenuhi kebutuhan ini
Modifikasi B.
Jika paparan serviks untuk diseksi yang lebih rendah dianggap sulit karena keadaan patologi jinak pada korpus uteri, misalnya pada pembesaran akibat miomatosus, disarankan dilakukan histerektomi subtotal pada atau di atas ostium uteri internum. Serviks dapat dengan mudah dan secara cepat dilepaskan dengan teknik yang telah dijelaskan.












KELAINAN UROGINEKOLOGI

1. Inkontinensia Urin

Ketidakmampuan menahan air kencing atau inkontinensia urin mempunyai berbagai sebab yang dapat dikembalikan pada sphincter VU yang tidak berfungsi baik, atau pada fistula urin.
Otot-otot VU tumbuh beranyaman satu sam lain menjadi satu lapisan dengan kelanjutan serabutnya ditemukan pula di dinding utetra sebagai dinding uretra dikenal sebagai musculus sphincter vesicae internus atau m. lisosphincter. Otot-otot tersebut terletak di bawah lapisan jaringan yang elastis dan tebal dan di sebelah luar dilapisi jaringan ikat.
Di samping musculus Sphincter vesicae internus di bagian distal gl.prostat uretra juga dikelilingi oleh m.sphincter vesicae eksternus atau m.rhabdosphincter eksternus. Otot ini meingkatkan fungsi sphincter vesicae dengan menarik uretra ke arah proximal hingga uretra lebih menyempit.
Otot polos uretra dan VU di bawah control saraf otonom (parasimpatis), sedangkan musculus rhabdosphincter eksternus merupakan bagian dari otot dasar panggul sehingga kekuatannya dapat ditingkatkan dengan latihan tertentu. Dengan musculus rhabdosphincter ini uretra dapat menutup andaikata VU penuh dan ada perasaan ingin berkemih, sehingga tidak terjadi inkontinensia.
Bila VU terisis penuh maka m.detrusor akan teregang dan merangsang reseptor syaraf kemudian dihantarkan ke medulla spinalis segmen sacral. Efektor dari rangsangan ini menyebabkan perasaan ingin berkemih.
Tekanan pada waktu air kencing dikeluarkan dengan deras adalah antara 25-50 cm tekanan air. Pada keadaan patologik tekanan intravesika dapat menaik sampai 150-250 cm air untuk mengatasi rintangan di sphincter vesicae dan sphincter urethrae. Musculus lisosphincter melingkari bagian atas uretra dan menentukan sudut antara uretra dan dasar vesicae. Otot-otot dasar panggul seperti musculus levator ani dapat aktif menentukan posisi leher vesicae. Bila dasar panggul mengendor maka uretra dan leher vesicae akan bergeser ke belakang dan vesica dapat dikosongkan, bila uretra ditarik ke depan maka vesicae ditutup.

Etiologi
penyebab utama:
• overactivity of the detrusor (urge incontinence).
• defective mekanisme penutupan sphincter (stress incontinence)
• overflow bladder (urinary retention)
• gangguan kognitif atau motorik (enuresis)
Trauma pada persalinan adalah sebab utama daripada inkontinensia urinae yang fungsionil. Pada persalinan dasar panggul didorong dan diregangkan dan sebagian dapat mengalami robek sehingga menyebabkan kelainan letak vesicae. Pula otot-otot sekitar dasar vesicae dan leher vesicae mengalami cedera. Hal tersebut dapat menimbulkan inkonitnensi pada masa nifas dan akan hilang sendiri bila jaringan cidera akibat partus sembuh kembali. Yang lebih jarang ditemukan adalah karena adanya gangguan cerebral tanpa adanya kelainan anatomik. Salah satunya disebut enuresis nokturna atau ngompol pada malam hari, bila juga terjadi pada siang hari disebut juga enuresis diurna. Sering kali latar belakangya adalah histeri, psikosis, dan kelainan mental lainnya.

Klinik
Inkontinensia dapat dibagi dalam beberapa tingkat untuk memudahkan membuat diagnosis dan terapinya.
Tingkat I : adanya air kemih keluar meskipun sedikit pada waktu batuk atau bersin, atau ketawa atau kerja berat.
Tingkat II : telah keluar air kemih bila kerja, naik tangga atau jalan-jalan
Tingkat III : terus keluar air kemih tidak tergantung dari berat ringannya bekerja, malahan pada berbaring juga keluar air kemih.
Inkontinensia urin tingkat I dan II dinamakan pula stress incontinence. Untuk membuat diagnosis yang tepat, agar pengobatannya juga tepat maka perlu dipikirkan hal-hal yang telah diuraikan di atas. Dengan anamnesis terarah pemeriksaan-pemeriksaan yang rumit dan memakan waktu dan biaya dapat dihindarkan.
Pemeriksaan air kencing secara kimiawi, mikroskopik dan bakteriologik perlu dilakukan. Kemudian uji ngedan:
v pasien disuruh duduk di bangku, paha dibuka dan disuruh mengedan atau batuk. Bila ada inkontinensia fungsional maka dari uretra akan keluar air kencing. Bila dengan disuruh membungkuk ke depan beru keluar akir kencing maka kerusakan letak pada bagian atas uretra atau leher vesicae.
v Vesica diisi dengan cairan metilen biru atau indigokarmin. Penderita diberi banduk dan disuruh jalan. Bila banduk menjadi biru atau warna indigokarmin maka ini menunjukkan adanya inkontinensia.

Pemeriksaan lain yabg dilakukan:
1. Sistoskopi : dipakainya untuk menentukan adanya radang, tumor, striktur, perubahan struktur vesicae,yang dapat menimbulkan inkontinensia.
2. Uretrosistografi dapat memperlihatkan keadaan uretra, vesica urinaria, dan sudut antara uretra dan vesica urinaria untuk menemui etiologi inkontinensia
3. sfingterometri menunjukka bahwa tahanan dari musculus rhabdosphincter lebih tinggi daripada musculus lisosphincter
4. dewasa ini USG dapat digunakan

Pengobatan
Pengobatan diarahkan pada apa yang dijumpai. Bila hanya ditemukan uretrokel atau sistouretrokel maka korphorrhafia anterior dengan memperkuat otot-otot di leher vesicae dan uretra dapat dilakukan.
Bila disamping itu ada desensus uteri dan biasanya ini juga terjadi, maka operasi Manchester-Forthergill, dimana ligamentum kardinale kanan-kiri dijahitkan ke depan serviks dapat mengatasi kesulitan. Dengan pengangkatan sebagian dari porsio dan jahitan tersebut di atas maka timbul suatu jaringan yang menjadi penunjang vesika dan uretra bagian atas.
Bila sama seklai tidak ada desensus uteri maka dapat dipikirkan operasi Maeshall-Marchetti-Krantz yang terdiri atas menggantungkan uretra ke posterior simfisis pubisdan bagian bawah vesica urinaria ke musculus rectus abdominis. Tujuannya adalah untuk nenperbaiki sudut antara uretra dengan vesicae. Hasil operasi tersebut bila berhasil adalah baik.
Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental maka pengobatan hendaknya disesuaikan dengan apa yang ditemukan. Dalam masa klimakterium bila keadaan jaringan telah mundur maka kemungkinan pemberian hormon estrogen perlu dipertimbangkan dengan pengawasan yang baik.
Selain itu terapi terhadap inkontinensia urin dapat dilakukan:
1. Parasympathicolytics
v Parasympathicolytics or spasmolytics (oxybutynin, tolterodine) meningkatkan kapasitas VU dan menurunkan kontraksi m.detrusor
2. Flavoxate, Flavoxate adalah relaksan dari otot polos.
3. adrenergic receptor agonists, sympathicomimetics (phenylpropanolamine and ephedrine) meningkatkan tekanan intrauretral dengan obat ini tonus sphincter akan meningkat sehingga meningkatkan penutupan sphincter.
4. Estriol
Efektivitas esterogen dalam terapi inkontinensia masih controversial dan mekanismenya belum jelas. Salah satu teori menyebutkan bahwa estriol dapat mempengaruhi inkontinensia dengan meningkatkan mukosa uretra. Pengobatan ini mungkin dapat efektif pada wanita postmenopause.
Teori lain menyebutkan bahwa estrogen dapat meningkatkan stimulasi alpha-adrenergic dan tonus otot pada jaringan uretra. Hal ini mendasari terapi yang lebih efektif dengan kombinasi alpha-agonists



2. Sistokel
Cystocele adalah protrusi VU ke dalam vagina yang terjadi ketika ada cedera pada septum vesicovaginal. Relaksasi dinding anterior vagina terjadi perlahan seiring berjalannya waktu dan sering terjadi setelah melahirkan beberapa anak.
Ketika berdiri dinding anterior vagina yang melemah tidak dapat menahannya, septum vesicovaginal turun,VU teregang dan menambah volume kapasitasnya. Seiring berjalannya waktu cystocele akan membesar hingga menonjol ke vagina. Pengosongan komplet dari VU sangat susah karena terdapat kantong da anterior vagina yang letaknya di atas cerviks vesica urinaria. Cystocele biasanya terjadi bersama dengan rectocele. Biasanya keluhannya adalah sensasi ‘bearing down’ atau adanya protrusi atau masa dari vagina.
Hal ini tidak akan menimbulkan inkontinensia jila tidak ada kerusakan atau cedera pada leher VU dan uretra. Cystitis rekuren dan UTI dapat terjadi. Pembedahan dilakukan melalui vagina.
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah diadakan sayatan dan dindimg vagina depan dilepaskan dari kandung kencing dan urethra, kandung kencing didorond ke atas, dan fasia puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit digaris tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang. Dinding vagina yang terbuka dibuka kembali.
Kolporafia anterior dilakukan pula pada urethrokel. Kadang-kadang operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stree incontinence yang berat;dalam hal ini perlu dilakukan tindakan-tindakan khusus.

3. Rektokel
Rectocele adalah herniasi dinding anterior rentum karena relaksasi atau rupturnya fascia vagina dan septum rectovagina. Rectocele ditandai dengan adanya benjolan besar yang dapat dilihat pada relaksasi introitus. Rectocele dapat ringan dan menimbulkan sedikit gejala. Namun, beberapa dapat sangat besar dan menonjol keluar melaliu vagina ketika wanita tersebut berdiri. Gejala tidak nampak ketika wanita berbaring.
Rectocele menyebabkan gengguan fungsi usus besar dengan sensasi ‘bearing down’ atau organ pelvis yang terasa turun. Dengan rectocele yang sangat besar maka gerakan usus besar sangat sulit terjadi. Setiap defekasi maka feces akan masuk pada rectum yang berada di dinding rectovaginal dan akan lebih meregangkan dindingnya. Pada beberapa wanita dengan rectocele mereka membantu defekasinya dengan menekan tonjolan rectum dalam dinding posterior vagina dengan menggunakan jari. Rectocele biasanya diterapi dengan bedah.
Operasi di sini ialah kolpoperineoplastik. Dari mukosa dinding belakang vagina diambil sepotong berbentuk segitiga dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum, dan dengan ujungnya pada batas atas rektokel. Sekarang fasia rektovaginalis dijahit digaris tengah, dan kemudian m.levator ani kiri dan kanan dihubungi digaris tengah. Luka pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-oto perineum yang superficial. Kanan dan kiri dihubungkan di garis tengah, dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.

4. Prolapsus Uteri
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini dibagi menjadi 3 tingkat.
Ø Tingkat 1 : apabila cerviks belum keluar dari vulva
Ø Tingkat 2 : cerviks sudah keluar dari vulva, tapi korpus uteri belum
Ø Tingkat 3 : korpus uteri sudah berada di luar vulva.
Kehamilan dapat terjadi pada prolapsus uteri tingkat 1 dan 2. dengan lanjutnya kehamilan, korpus uteri naik ke atas dan bersamaan dengan itu cerviks tertarik pula ke atas. Apabila uterus yang makin lama makin membesar tetap berada di dalam panggul, maka pada suatu wktu timbul gejala-gejala inkaserasi dalam kehamilan 16 minggu, dan kehamilan akan berakhir dengan keguguran.
Pada umumnya wanita dengan prolaps tidak mengalami banyak kesulitan dalam kehamilan dan persalinan. Reposisi tanpa atau dengan pessarium atau tampon vaginal dan istirahat mengurangi penderitaan wanita dan memungkinkan uterus bertumbuh secara wajar sampai kehamilan mencapai cukup bulan.
Pimpinan persalinan dilaksanakan secara konservatif. Pada umumnya persalinan kala 1 dan 2 tidak mengalami kesulitan, yang disusul dengan lahir bayi spontan. Koreksi prolaps dengan cara pembedahan dilakukan secepat-cepatnya 3 bulan setelah bayi lahir.
5. Fistula Urogenital (Fistula vesicovaginal dan rectovaginal)
Fistula adalah saluran atau komunikasi abnormal, biasanya antara dua organ dalam, atau berjalan dari suatu organ ke permukaan tubuh. Atau fistula juga dapat diartika sebagai saluran yang terbentuk akibat adanya trauma atau jaringan nekrotik yang menghubungakan dua rongga.
Fistula urogenital dapat terjadi pada :
1. Kasus obstetric, yaitu karena partus yang lama, dan partus dengan tindakan (forcep, vacuum ekstraksi, dll).
2. Kasus ginekologi, yaitu karena pembedahan ginekologi contohnya histerektomi.
Macam-macam fistula urogenital :
a. Fistula vesicovaginal : fistula dari kandung kemih ke vagina.
b. Fistula urethrovaginal : fistula antara urethra dan vagina
c. Fistula rektovaginalis : fistula antara rectum dan vagina
Etiologi Fistula :
a. Trauma obstetric
b. Operasi ginekologi
c. Prosedur urologi
d. Radiasi pada terapi karsinoma ginekologi
Tanda-tanda terjadinya fistula :
- Urine keluar dari vagina
- Feses keluar dari vagina
Penatalaksanaan
- Fistulektomi
Dampak social :
- Dijauhi dalam pergaulan
- Keretakan rumah tangga

Fistula vesikovaginal
Etiologi :
Fistula ini dapat terjadi karena :
Trauma, umpamanya sewaktu menggunakan alat-alat (perforator, kait dekapitasi, cunam).
Persalinan lama (obstructed labor). Dalam hal ini dinding vagina dan dasar vesika urinaria tertekan dalam waktu yang lama antara kepala dan tulang panggul, sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan. Beberapa hari setelah melahirkan, jaringan nekrosis ini terlepas, sehingga terjadi fistula antara vesika urinaria dengan vagina.
Penanganan :
Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh trauma.
Pada keadaan ini segera setelah terjadi fistula, kelihatan air kencing menetes ke dalam vagina. Jika hal ini ditemukan, harus segera dilakukan penjahitan luka yang terjadi. Sebelum penjahitan, terlebih dahulu dipasang kateter tetap dalam vesika urinaria, kemudian baru luka dijahit lapis demi lapis sesuai dengan bentuk anatomi vesika urinaria; yaitu mula-mula dijahit selaput lendir, kemudian otot-otot dinding vesika urinaria lalu dinding depan vagina. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus atau jahitan angka delapan (figure of eight suture). Kateter tetap dibiarkan di tempat selama beberapa waktu.
Fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh karena lepasnya jaringan nekrosis.
Dalam hal ini gejala beser kencing tidak segera dapat dilihat. Gejala-gejala baru kelihatan setelah 3-10 hari pasca persalinan. Kadang-kadang pada fistula yang kecil, dengan menggunakan kateter tetap (untuk drainase vesika urinaria) selama beberapa minggu, fistula yang kecil tersebut dapat menutup sendiri. Pada fistula yang agak besar, penutupan fistula baru dapat dilakukan setelah 3-6 bulan pasca persalinan.
Fistula rectovaginal
Merupakan suatu fistula yang terjadi karena adanya perforasi pada septum rectovaginal dapat terjadi karena proses persalinan.
Penatalaksanaan untuk fistula rectovaginal adalah dengan dilakukan terapi operatif untuk menutup fistula tersebut (fistulektomi).

Various types of fistulae, designated according to site or to the organs with which they communicate. (A), Genitourinary fistulae; (B), anal fistulae.




Rectovaginal fistula









MENOPAUSE
Osteoporosis
Pendahuluan
Dalam kehidupan normal seorang wanita akan memasuki masa fisiologis yang dimulai dari masa prapuber – puber – masa reproduksi-masa klimakterium (masa pramenopause, menopause, pasca menopause, presenile, masa senile). Dengan meningkatnya usia harapan hidup seorang wanita dan meningkatnya tingkat kesehatan di Indonesia maka akan mulai banyak wanita Indonesia mencapai usia 67 – 70 tahun. Di Indonesia penduduk yang mencapai 65 tahun lebih sekitar 8,2 persen dari seluruh penduduk. Masa terjadinya osteoporosis pada wanita dimulai pada awal klimakterium pada usia 40 – 65 di saat hormone estrogen mulai turun sampai menghilang. Penurunan estrogen secara fisiologis pada wanita usia pasca menopause, menyebabkan perubahan kerja osteoblas-osteoklas secara coupling menjadi in coupling. Diawali dengan aktivitas osteoblas yang membentuk osteopontin, trombopontin pada matriks tulang, lalu terjadi aktivitas osteoklas yang mempunyai reseptor vetonektin yang mengikat osteopontin dan trombopontin terjadi penyebaran tulang, tetapi hal ini tidak diikuti aktivitas osteoblas untuk membentuk tulang baru, karena rendahnya hormone estrogen. Hal ini dapat menyebabkan turunnya densitas tulang menurun dengan cepat sehingga terjadilah ostopenia tulang sampai osteoporosis. Yang sangat ditakuti pada osteoporosis adalah kejadian patah tulang femur, radiaus maupun patah tulang akibat kompresi pada tulang vetebra.


Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Klasifikasi
Osteoporosis dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaito Osteoporosis Primer dan Osteoporosis Sekunder. Osteoporosis Primer terdapat pada wanita post menopouse (post menopouse Osteoporosis) dan pada laki-laki usia lanjut (senile Osteoporosis). Penyebabnya belum diketahui. Sedangkan Osteoporosis Sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok

Penyebab
· Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
· Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
· Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
· Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Gejala
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Diagnosis OsteoporosisDiagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll.
Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
• Tinggi badan yang makin menurun. • Obat-obatan yang diminum. • Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium. • Jumlah kehamilan dan menyusui. • Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi. • Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup. • Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya. • Apakah sering merokok, minum alkohol? Diagnosis atau penegakan diagnosis saat ini adalah• Densitometer (luncr) • Densitometer – USG • Laboratorium pemeriksaan:- Osteokalsin- Dioksipiridinolin Dari pengalaman klinis, setelah memasyarakatkan keilmuan klimakterium dan menopause serta osteoporosis pasca menopause ini banyak pasien yang datang dengan keluhan gejolak panas, nyeri otot dan pinggang yang sebelumnya pasien hanya datang berobat karena gangguan haid.

Pengobatan
· Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi.
· Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya.
· Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Alendronat berfungsi: - mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause - meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul - mengurangi angka kejadian patah tulang.
· Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu.
· Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung.
· Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
· Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
· Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
Pencegahan Osteoporosis
Tujuan pengobatan : perbaiki massa tulang yang akan mencegah patah tulang. Pencegahan :
1. pencegahan pertama ditujukan agar jangan terjadi kehilangan massa tulang yang tinggi dibantu dengan diet, kegiatan olahraga beban, kerja.
2. Pencegahan kedua ditujukan untuk mencegah kehilangan massa tulang sesudah menopause dengan cara-cara:
• TSH (Terapi Sulih Hormon) dengan memberikan hormon estrogen alamiah dosis rendah dengan progesteron alamiah dosis rendah. Memberikan hasil yang baik dalam menghilangkan keluhan defisiensi estrogen, sehingga kualitas hidup wanita meningkat serta densitas tulang meningkat ( 5 %).
• Biphosphonat, obat-obat yang menghambat penyerapan tulang terbukti memberikan hasil yang sangat baik seperti golongan Actonel, yang menghasilkan tulang selama 1 tahun pengobatan sampai 5-6 % serta menormalkan HDL dan LDL 40 %.
• Gabungan TSH + Biphosphonat , sangat bermanfaat karena terjadi peningkatan kualitas hidup ibu serta peningkatan densitas tulang sampai 7-7.5 % pertahun dan normalnya kadar HDL dan LDL yang mencapai 70-80 % sehingga ancaman terjadinya gangguan jantung menurun.
• Gabungan SERM (Selective Estrogen Receptor Modulator) bukan hormon, bekerja pada reseptor estrogen beta, meningkatkan kekuatan tulang sangat bermanfaat untuk pasien-pasien dengan keganasan payudara.
• Golongan Fitoestrogen : Estrogen dari tumbuh-tumbuhan. Saat ini sedang diteliti bermanfaat untuk atasi keluhan-keluhan menopause, tidak menyebabkan perdarahan pervaginam serta keganasan payudara. Pengobatan bukan obat-obatan
• Kalsium
• Vitamin D (Vitamin D3 dari kulit dan vitamin D 2 dari makanan adalah bahan dasar kalsitriol)
• Senam beban (senam pencegahan osteoporosis dan senam Osteoporosis)





SAFE-MOTHERHOOD

SAFE MOTHERHOOD
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalain adalah masalah besar di Negara berkembang. Di negara miskin 20-25% kematian wanita usia subur disebabkan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasabya jadi factor utama mortalitas wanita muda pada masa produktivitasnya. Pada 1999 WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer), didukung oleh badan-badan internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank. Pada dasarnya, MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap Negara untuk :
Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional;
Menyusun acuan nasional dan standar palayanan kesehatan maternal dan neonatal;
Mengembangkan system yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun;
Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi legal, baik public maupun swasta;
Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya;
Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Intervensi strategis dalam upaya Safe Motherhood dinyatakan sebagai Empat Pilar Safe Motherhood, yaitu :
Keluarga Berencana, yang memestikan bahwa setiap orang / pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dalam kategori ”4 terlalu”, yaitu trlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.
Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin, dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi.
Pelayanan obstetri esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Masa kehamilan ialah masamdari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir . Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai tiga bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan.
· Satu kali pada triwulan pertama.
· Satu kali pada triwulan kedua.
· Dua kali pada triwulan ketiga.

Pelayanan / asuhan standar minimal termasuk ”7T” :
(Timbang) berat badan.
Ukur (Tekanan) darah.
Ukur (Tinggi ) fundus uteri.
Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap.
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan.
Tes terhadap Penyakit Menular Seksual.
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Pelayanan / asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi.

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 bulan), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalm 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu maupun pada janin.

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :
· Kala I dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
· Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
· Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
· Kala IV dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.
Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.

Kebijakan pelayanan asuhan persalianan
Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih.
Rumah Bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus tersedia 24 jam.
Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas terlatih.

Kala I
Pengkajian awal
Apabila seorang ibu hendak melahirkan, pengkajian awal perlu dilakukan untuk menentukan apakah persalinan sudah pada waktunya, apakah kondisi ibu dan bayinya normal. Pengkajian awal tersebut adalah sebagai berikut:

Lihat : - tanda-tanda perdarahan, mekoneum atau bagian organ yang lahir.
- tanda bekas operasi sesar terdahulu
- ibu yang warna kulitnya kuning atau kepucatan
Tanya: - kapan tanggal perkiraan kelahiran
- menetukan ibu sudah waktunya melahirkan atau belum
Periksa:- tanda-tanda penting untuk hipertensi
- detak jantung janin untuk bradikardi
** jika menemukan satu dari tanda-tanda tersebut di atas, ibu perlu dikirim ke fasilitas yang sanggup memberikan asuhan kegawatdaruratan obstetrik.


Kala II
Pemantauan
Sekarang ibu telah berada pada pembukaan lengkap dan siap untuk melahirkan bayinya. Selama kala II, petugas harus terus memantau:
TENAGA, atau usaha mengedan dan kontraksi uterus.
JANIN, yaitu penurunan presentasi janin, dan kembali normalnya detak jantung bayi setelah kontraksi.
Kondisi ibu.

Kemajuan persalinan TENAGA
Kondisi Ibu
PASIEN
Kondisi Janin PENUMPANG
Usaha mengedan

Palpasi kontraksi uterus : (kontrol tiap 10 menit)
Frekuensi
Lamanya
Kekuatan
Periksa nadi dan tekanan darah setiap 30 menit.

Respon keseluruhan pada Kala II:
Keadaan dehidrasi
Perubahan sikap/perilaku
Tingkat tenaga (yang dimiliki)
Periksa detak jantung janin setiap 15 menit atau lebih sering dilakukan dengan makin dekatnya kelahiran.

Penurunan presentasi dan perubahan posisi.

Warna cairan tertentu.

Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.

Kategori
Keterangan
Kala II berjalan dengan baik
Ada kemajuan penurunan kepala bayi
Kondisi kegawatdaruratan pada kala II
Kondisi kegawatdaruratan membutuhkan perubahan dalam penatalaksanaan atau tindakan segera. Contoh kondisi tersebut termasuk: eklampsia, kegawatdaruratan bayi, penurunan kepala terhenti, kelelahan ibu.
Kala III
Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah itu. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi tidak keluar, maka perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologi yang menghentikan perdarahan. Begitu plasenta lepas, jika ibu tidak dapat melahirkan sendiri, atau petugas tidak dapat menolong mengeluarkan plasenta, mungkin salah didiagnosis sebagai retensi plasenta. Seringkali plasenta terperangkap di bawah serviks dan hanya diperlukan sedikit dorongan untuk mengeluarkannya. Manajemen aktif kala II persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan postpartum.
Penilaian Klinik
Pengkajian awal/segera
· Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua: jika ada, tunggu sampai bayi kedua lahir.
· Menilai apakah bayi baru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak, rawat bayi segera.

Diagnosis
Kategori
Deskripsi
Kehamilan dengan janin normal tunggal
Persalinan spontan melalui vagina pada bayi tunggal, cukup bulan.
Bayi normal
Tidak ada tanda-tanda kesulitan pernafasan
Apgar > 7 pada menit ke 5
Tanda-tanda vital stabil
Berat badan ³ 2,5 kg


Kategori
Deskripsi
Bayi dengan penyulit
Lihat bab bayi dengan penyulit, seperti : Berat badan kurang, asfiksia, apgar rendah, cacat lahir pada kaki.



Evaluasi
Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit :
Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh,
Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta,
Berikan oksitosin 10 U IM dosis kedua, dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama,
Siapkan rujukan jika tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta.
Jika manajemen aktif tidak dilakukan (seperti jika penyulit pada bayi baru lahir dan hanya seorang petugas terlatih) maka:
· Periksa tanda-tanda pelepasan fisiologi dan melakukan PTT untuk melahirkan plasenta berikut selaput ketuban,
· Melakukan masase uterus hingga uterus mengeras,
· Memberikan oksitosin 10 U IM setelah plasenta lahir.

Kala IV
Penilaian klinik
Pemantauan
Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering.

Periksa
Deskripsi
Fundus
Rasakan apakah fundus berkontraksi kuat dan berada di atau di bawah umbilikus. Periksa fundus :
Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan
Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan
Masase fundus jika perlu untuk menimbulkan kontraksi
Plasenta
Periksa kelengkapannya untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tesisa dalam uterus.
Selaput ketuban
Periksa kelengkapannya untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tesisa dalam uterus.
Perineum
Periksa luka robekan pada perineum dan vagina yang membutuhkan jahitan.
Memperkirakan pengeluaran darah
Dengan memperkirakan darah yang menyerap pada kain atau dengan menentukan berapa banyak kantong darah 500 cc dapat terisi.
Tidak meletakkan pispot pada ibu untuk menampung darah
Tidak menyumbat vagina dengan kain untuk menyerap darah
Pengeluaran darah abnormal > 500 cc
Lokhia
Periksa apakah ada darah keluar langsung saat memeriksa uterus. Jika uterus berkontraksi kuat, lokhia kemungkinan tidak lebih dari menstruasi.
Kandung kemih
Periksa untuk memastikan kandung kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh akan mendorong uterus ke atas dan manghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.
Kondisi Ibu
Periksa setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, pantau ibu lebih sering.
Apakah ibu membutuhkan minum?
Apakah ibu ingin memegang bayinya?
Kondisi bayi baru lahir
Apakah bayi bernafas dengan baik / memuaskan ?
Apakah bayi kering atau hangat?
Apakah bayi siap disusui / pemberian ASI memuaskan?


Nifas Normal
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologi, yaitu:
Perubahan fisik
Involusi uterus dan pengeluaran lokhia
Laktasi / pengeluaran air susu ibu
Perubahan sistem tubuh lainnya
Perubahan psikis

Pemeriksaan pada bayi baru lahir
· Pernafasan (normal, mendengkur, cuping hidung mengembang, penarikan kembali tersengal-sengal?)
· Panjang badan
· Berat badan
· Suhu
· Refleks (mis. Menghisap, rooting, menggenggam)
· Warna kulit (kemerahan, biru, pucat, kuning)
· Keadaan tali pusat (kering, mengeluarkan darah, dempet / tidak)
· Fontanel (normal, melekuk, menongol)
· Kelainan (misalnya bibir / langit-langit sumbing, anus tidak berlubang, dan lain-lain –lihat bab bayi baru lahir cacat).



















MIKROBIOLOGI

1. CANDIDA ALBICANS
· Candida Albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan eksudat.
· Ragi ini adalah flora normal selaput mukosa pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Di tampat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan patologik.
· Kadang candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progesif pada penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan, terutama jika sel imun perantara terganggu.
· Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ lain bila dimasukkan melalui IV. (kateter, jarum, penyalahgunaan narkotika, dsb)

Morfologi & identifikasi
- Dalam sediaan apus eksudat, candida tampak sebagai :
o Ragi lonjong dan bertunas
o Gram positif
o Ukuran : 2-3 x 4-6 µm
o Sel bertunas, gram positif, yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa)
o Pada agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar, berbentuk kolooni-koloni lunak berwarna coklat yang mempunyai bau seperti ragi
o Pertumbuhsn permukaan terdiri atas sel bertunas lnjong, pertumbuhan di bawahnya terdiri atas pseudomiselium yang terdiri dari psedohifa yang memberntuk blastokonidia pada nodus-nodus dan kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya.
o Meragikan glukosa dan maltosa à membedakan dengan candida jenis lain.
o Menghasilkan asam dan gas; asam dari sukrosa dan tidak bereaksi dengan laktosa.

Gambaran klinik
Faktor predisposisi Candida Albicans adalah DM, kelemahan menyluruh, Imunodefisiensi, kateter IV atau kateter kemih yang terpaang terus menerus. Penyalahgunaan narkotika IV, pemberian antbiotik (yang mengubah flora bakteri normal) dan kortikosteroid.
1. Genitalia wanita
o vulvoganinitis menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran sekret.
o pH asam ↓ à predisposisi vulvovaginitis kandida.

2. Kulit
o Infeksi kulit terutama terjadi pada bagian tubuh yang basah, hangat seperti ketiak, lipat paha, skrotum atau lipatan payudara.
o Infeksi paling banyak pada orang gemuk dan DM.
o Daerah infeksi à merah dan mengeluarkan cairan dan dapat membentuk vesikel.
o Infeksi Candida pada kulit antara jari tangan paling sering terjadi bila tangan direndam cukup lama dalam air secara berulang-ulang (ibu rumah tangga, tukang masak,pengurus sayuran dan ikan)

3. Mulut
o Infeksi mulut (sariawan) terutama pada bayi terjadi pada selaput mukosa pipi.
o Tampak sebagai bercak putih yang terdiri dari pseudomiselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat lesi minimal pad selaput.

Tes Diagnostik Labolatorium
A. Bahan
Usapan dan kerokan permukaan lesi, dahak, eksudat, dan bahan yang dikeluarkan dari kateter IV.
B. Pemeriksaan Mikroskopis
Diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai dengan Gram untuk mencari pseudohifa dan sel bertunas. Kerokan kulit atau kuku diletakkan pada tetesan kalium hidroksida 10 %.
C. Biakan
Dibiak pada agar Saboroud pada suhu kamar dan pada suhu 37 oC, koloni khas diperiksa untuk adanya sel dan pseudomiselium yang bertunas.

Pengobatan
1. Ketokonazol à respon teraapeutik yang jelas pada beberapa penderita infeksi vulvovaginitis dan Candida distemik. Terapi ketokonazol adalah obat pilihan untuk pengendalian jangka panjang untuk kandidiasis mukotaneus kronik.
2. Sistatin melalui mulut tidak diabsorbsi, tetap dalam usus dan tidak mempunyai efek pada infeksi candida sistemikl
3. lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan daerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering; dan penghentian antibiotika.
4. obat topikal à 1 % gentian ungu untuk sariawan, dan ester asam parahidroksibenzoat, natrium propionat, kandisidin atau mikonazol 2 % untuk vaginitis.




2. NEISSERIA GONORRHE

Famili Neisseriaceae mencakup spesies Neisseria dan Moraxella catarhalis. Neisseria adalah kokus gram negatif yang biasanya tampak berpasangan. Neisseria Gonorrhea (gonokokus) bersifat patogen pada manusia. Gonokokus tidak mempunyai simpai polisakarida dan mempunyai plasmid.

Morfologi dan Identifikasi
A. Ciri khas organisme
· Diplokokus gram negatif
· Tak bergerak
· Diameter 0,8 µm
· Bila sendirian, kokus berbentuk seperti ginjal, bila berpasangan bagian yang rata atau cekung saling berdekatan.
B. Biakan
Ditanam pada pembenihan diperkaya (Muller-Hinton, dimodifikasi oleh Thayer-Martin) dalam 48 jam akan membentuk koloni mukoid cembung, mengkilat dan menonjol. Koloni dapat transparan atau opak, tidak berpigmen dan tidak hemolitik.
C. Sifat pertumbuhan
· Neisseria paling baik tumbuh dalam pada lingkungan aerob.
· Bakteri ini meragikan karbohidrat, membentuk asam yang dibentuk dari glukosa.
· Tdak menghasilkan gas.

Gambaran Klinis
Gonokokus menyerang selaput lendir saluran genitourinari, mata, rectum dan tenggorokan mengakibatkan supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan. Pada pria biasanya terdapat uretritis, dengan nanah yang berwarna krem kuning dan nyeri saat kencing. Pada infeksi yang tidak diobati, sementara supurasi mereda, terjadi fibrosis yang kadang mengakibatkan striktur uretra.
Pada wanita infeksi terjadi pada endoserviks dan meluas ke uretra dan vagina, mengakibatkan sekret purulen. Infeksi kemudia dapat menjalar ke tuba dan mengakibatkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Infertile terjadi pada 20 % wanita yang menderita salpingitis.
Oftalmia neonatorum gonokokkus, infeksi mata pada bayi yang baru lahir, diperoleh pada bayi melewati jalan lahir yang terinfeksi. Konjungtivitis yang timbul dapat berkembang cepat dan jika tidak diobati akan mengakibatkan kebutaan.

Tes Diagnostik Labolatorium
A. Bahan
· Nanah dan sekret diambil dari uretra, serviks, rectum, konjungtiva, tenggorokan atau cairan sinovial untuk biakan atau sediaan.
· Untuk penyakit sistemik, biakan darah diperlukan tetapi biakan khusus akan berguna karena gonokokus peka terhadap polianetol sulfonat, yang terdapat dalam pembenihan biakan darah standar.
B. Sediaan Apus
· Sediaan pewarnaan Gram dari eksudat uretra atau endoservics memperllihatkan banyak diplokokus di dalam sel nanah. Ini memberikan diagnosis presumtif.
· Sediaan apus dari eksudat uretra pria mempunyai sensitivitas 90 % dan spesifitas 99 %. Sediaan apus dari eksudat endoserviks mempunyai sensitivitas 50 % dan spesifitas 95 %.
· Biakan eksudat pria tidak perlu bila pewarnaan memberi hasil positif, tapi biakan harus dilakukan pada wanita.
C. Biakan
· Segera setelah dikumpulkan, nanah atau lendir digoreskan pada pembenihan selektif yang diperkaya (misalnya pembenihan modifikasi Thayer martin) dan dieramkan dalam atmosfer CO2 5 % pada suhu 37 oC.
· 48 jam setelah pembiakan, organisme yang dibiakkan dapat cepat diidentifikasi dari penampilannya pada pewarnaan gram, dari hasil oksidasi yang positif dan dari tes aglutinasi.

Pengobatan
· Sejak melluasnya pemakaian tpenisilin, resistensi gonokokkus terhadap penisilin perlahan-lahan timbul karena seleksi mutan kromosom, sehingga sekarang banyak strain yang memerlukan strain yang memerlukan penisilin G dosis tinggi.
· Sering ditemukan resistensi terhadapd tetrasiklin yang diperantarai secara kromosom/.
· Terdapat juga resistensi terhadapspektinomisin seperti terhadap antimikroba yang lain
· Sefriakson merupakan terapi yang dianjurkan dalam pengobatan gonokokus secara intramuskuler dalam dosis tunggal.
· Erapi tambahan dengan doksisiklin 100 mg yang diberikan melalui oral dua kali sehari selama 7 hari dianjurkan untuk kemungkinan disertai infeksi klamidia
· Untuk wanita hamil, selain doksisiklin juga dianjurkan diberikan eritromisin basa 500 mg melalui oral 4 x sehari selama 7 hari.






3. TREPONEMA PALLIDUM

Spiroketa merupakan bakteri spiral yang besar, heterogen dan dapat bergerak. Satu familia dari ordo Spirochetales terdiri atas tiga genus organisme spiral yang besar dan hidup dengan bebas. Famili lainnya (Treponemataceae) terdiri atas tiga genus yang patogen untuk manusia yaitu Treponema, Borrelia dan Laptospira.
Spiroketa memiliki banyak ciri khas yang struktural yang umum yang dicirikan oleh Treponema Pallidum yang merupakan bakteri gram negatif yang panjang, tipis, bergulung secara heliks, berbentuk spiral atau seperti pembuka tutup botol. T. Pallidum memiliki selubung luar yang mengandung peptidoglikan. Bagian dalam selubung merupakan selaput luar yang mengandung peptidoglikan dan mengandung peptidoglikan dan menjaga keutuhan struktur dari organisme. Endoflagel merupakan seperti flagel dalam ruang periplasma yang ditutupu oleh selaput luar.
Genus Treponema Pallidum subsp pallidum, yang menyebabkansifilis; Treponema palidum subsp pertenue, yang menyebabkan frambusia; tTreponema palidum subsp endemicum, iyang menyebabkan sifilis endemik (juga disebut be-jel); Treponema carateum, yang menyebabkan pinta.

Treponema Palidum & Sifilis
Morfologi dan Identifikasi
A. Ciri-ciri organisme :
· Bentuk spiral langsing berukuran 0,2 µm dan panjang 5-15 µm.
· Organisme ini bergerak secara aktif, terus menerus mengelilingi sumbu panjangnya
· Karena demikian tipisnya, mikroorganisme ini tidak jelas terlihat kecuali dengan penerangan lapangan gelap atau dengan pewarnaan imunofluorensi.
B. Biakan
T. Pallidum yang bersifat patogen pada manusia belum pernah dibiakkan pada pembenihan buatan, pada telur berembrio, ataupun dalam biakan jaringan.
C. Sifat-sifat pertumbuhan
Karena belum dapat dibiakkan, maka belum dapat dilakukan penyelidikan mengenai sifat fisiologisnya.
Pada cairan suspensi yag cocok dan bila ada zat pereduksi, T. Pallidum dapat bergerak selama 3-6 hari pada suhu 25 oC
Sementara dalam darah atau plasma atau plasma yang disimpan pada suhu 4 oC, organismo ini dapat tetap hidup paling sedikit 24 jam.

Patogenesis, Patologi, dan Gambaran Klinik
A. Sifilis yang didapat
· Infeksi alamiah oleh T. Pallidum terbatas pada manusia yang biasanya disebarkan melalui kontak seksual.
· Spiroketa berkembang biak pda temat masuk, dan sebagian berkembang biak ke kelenjar getah bening. Yang terdekat dan kemudian ke aliran darah.
· Dalam 2-10 minggu setelah nfeksi, timbul papulapada temapt infeksi dan kemudia pecah membentuk ulkus dengan dasar yang bersih, keras (hard chancre = ulkus durum).
· Peradangan ditandai terutama oleh limfosit dan sel-sel plasma yang dinamakan ”lesi primer”.
· Lesi primer selalu sembuh spontan, tetapi 2-10 minggu kemudiam timbul ”lesi sekunder” yang terdiri atas ruam makulopapuler merah diseluruh tubuh dan papila pucat basah (kondiloma) pada daerah anognital, ketiak dan mulut. Lei sekunder juga mereda secara spontan.
· Lesi primer dan sekunder mengandung banyak sekali spiroketa dan sangat menular.
· Sekitar 40 % penyakit berkembang menjadi ”stadium tersier” yang ditandai dengan timbulnya lesi-lesi granulomatosa (guma) pada kulit, tulang dan hati
B. Sifilis kongenital
· Wanita hamil yang menderita sigilis dapt menularkan T. Pallidum pada janin melalui placenta kira-kira minggu 10-15 kehamilan.
· Beberapa janin yang terinfeksi akan mati dan mengakibatkan keguguran, lainnya lahir mati meskipun aterm.
· Lainnya dapat hidup tetapi menunjukkan tanda-tanda sifilis konngenital anak : keratits interstisial, gigi Hutchinson, saddle nose, periostitis dan berbagai kelainan susunan saraf pusat.

Tes Diagnostik Labolatorium
A. Bahan
· Cairan permukaan jaringan yang dikeluarkan oleh lesi dini untuk memperlihatkan spiroketa : serum darah untuk tes serologi.
B. Pemeriksaan lapangan gelap
Setetes cairan jarigan atau eksudat dilertakkan [ada gelas alas dan penutup ditekankan diatasnya untuk membuat lapisan yang tipis.
Prepara kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan penerangan lapangan gelap, untuk melihat ciri khas pergerakan spiroketa.
Pengobatan
· Penisilin dalam konsentrasi 0,003 unit//mL mempunyai aktivitas transmidal yang nyata dan penisilin merupakan pengobatan pilihan.
· Kadang-kadang penisilin dapat diganti dengan antibiotik lain seperti tetrasiklin dan eritromisin.


4. KLAMIDIA
Berdasarkan susunan antigenik, inklusi intrasel, kepekaan terhada p sulfonamida dan penyakit yang ditimbulkannya, klamidia dapat dibagi menjadi tiga spesies yaitu, chlamidia trachomatis, chlamidia pneumoniae, dan chlamidia psittaci. Klamidia dapat terlihat sebagai bakteri gram negatif yang tidak memiliki mekanisme untuk menghasilkan energi metabolik dan tidak dapat mensintesis ATP. Jadi, klamidia merupkan parasit obligat intraseluler.

Stuktur dan Susunan Kimia
Klamidia mempunyai struktur sebagai berikut :
Dinding sel bagian luar menyerupai bakteri gram negatif
Dinding sel mengandung banyak lipid
Protein pengikat penisilinter dapat dalam klamidia
Pembentukan sintesis dinding sel klamidia dihambat oleh penisilin dan sikloserin.

Infeksi chlamidia trachomatis pada alat genital
· C. Ttrachomatis, imunotipe D-K adalah penyebab penyakit melalui hubungan seksual dan dapat menimbulkan infeksi mata.
· Pada laki-laki à uretriris nongonokokus dan epididimitis
· Pada wanita à uretritis servisitis dan penyakit peradangan pelvis yang dapat menyebabkan sterilitas dan faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik.
· Neonatus dapat terinfeksi melalui jalan lahir dan dapat menimbulkan gejala trakoma mata dan penyakit saluran pernapasan.

Diagnosis labolatorium
A. Biakan
Kerokan sel-sel epitel misalnya uretra, servics, vagina atau konjuctiva dan bahan biopsi dari salping atau epididimis yang dapat diinokulasi pada biakan sel McCoy yang telah diberi sikloheksimida untuk pertumbuhan chlamidia trachomatis.
B. Tes serologis
Karena terdapat massa antigen klamidia yang relatif banyak dalam infeksi saluran genital, maka akan timbul antibodi serum. Suatu kenaikan titer terjadi selama dan setelah infeksi akut. Pada cairan genital antibodi dapat ditemukan pada massa infeksi aktif dan ditujukan terhadap imunotipe bakteri penyebab.

Pengobatan
· Dilakukan pengobatan sekaligus terhadap infeksi klamidia pada kedua patner seksual dan pada keturunannya untuk mencegah reinfeksi.
· Tetrasikllin (misalnya doksisiklin) biasa dipakai pada uretritis pasca gonokokus dan pada wanita tidak hamil yang terkena infeksi.
· Eritromisin diberikan kepada wanita hamil.






FARMAKOLOGI

Obat pada kehamilan
Pengunaan obat pada kehamilan dilihat dari 2 sisi, yaitu:
- Pengaruh obat pada janin
- Pengaruh kehamilan pada keadaan obat dalam tubuh
Pengarug obat terhadap janin dapat dibagi menjadi 3 tahap besar, yaitu:
- Efek pada periode fertilitas dan implantasi (pada 0-17 hari)
GAGAL HAMIL, karena efek teratogenik obat sehingga terjadi BO (Blinded Ovum)
ABORTUS
SUBKLINIK
Pada saat janin tidak terjadi masalah tetapi ketika lahir akan menimbulkan something (ckckckkckckck….)
- Efek pada periode organogenesis dan embrional ( pada 3-12 minggu)
Efek Subletal
Menyebabkan malformasi anatomi fetus
Efek letal
Menyebabkan abortus ataupun IUFD(IntRa Uteri Fetus Death), Abortus dan subklinik
- Efek pada periode pertumbuhan dan perkembangan (lebih dari 13 minggu)
Efek obat teratogenik berdampak pada janin yaitu:
Disfungi fisiologi
Organ-organ yang telah tumbuh tidak berfungsi serta defisiensi hormon-hormon tertentu
Bayi lahir mati
FAKTOR YANG MENENTUKAN EFEK OBAT PADA JANIN are………
· Sifat fisika dan kimia obat
· Farmakokinetik
· Konsentrasi obat pada sel tubuh janin dan sekitarnya
· Tahap kehamilan dan periode perkembangan janin
· Kemampuan regenerasi organ janin, terutama organ yang dipengaruhi.
· Lamanya waktu ketersediaan obat pada organ janin
· Sensitivitas individu

BERDASARKAN POTENSI TERATOGENIK(FDA Catagories)
Kategorinya....

A
B
C
D
E

tidak beresiko pada janin

tidak teratogenik pada binatang, pada manusia belum diketahui


teratogenik pada binatang tetapi pada manusia belum diketahui.

Teratogenic pada binatang dan manusia tetapi sering digunakan untuk mempertahankan kehidupan

Kontraindikasi pada kehamilan

(life Saving)

Contoh:
Antacids
Bisacodyl
Cascara
Dimenhydrinat
Metoclopamid

Hyoscine salt
Hyoscine N butyl-Br
Omeprazole
Cimetidin
Famotidin
Ranitidin
Sucralfat
metronidazole
Loperamide
Ondansetron Domperidone

Dexamethasone
Hydrocortisone
Prednisolon
Interferons
chlorperazine

Antibiotik Tetrasiklin
Dan Aminogikosid

Mesoprostol
Methergin
Oxytosin




Obat pada masa laktasi
Penggunaan obat pada masa laktasi haruslah memperhatikan efek obat terhadap bayi/anak yang masih menyusu dan terhadap ibu.
Selain itu juga penggunaan memperhatikan:
- Obat yang digunakan jika perlu sesuai dengan diagnosa, dosis,dan indikasi
- Satu jam sebelum mengunakan obat, menyusukan anak terlebih dahulu
- breast feeding di hentikan jika saat menggunakan obat terdapat efek samping ( gejala-gejala ngga terduga) terhadap bayi
- musty gooD monitoring neh buat bayi dan ibunya setiap take madicine sampe penggunaan obat tuntas takutnya ada ESO(efek samping obat)


Safely for lactation periode
(obat2 bersifat asam)
uNsafely for lactation periode
(obat2 bersifat basa)
Contoh ubat
Penicillins
Cephalosphorins
Eritromycine in oral way Glucocorticoids
Except : high dose may couse adrenal suppression
Anticonvulsants
Tricyclic antidepressant Neuroleptics (chlorpromazine,
haloperidol)
Antihypertensives (methyldopa,
Hydralazine)
Warfarin or heparin with high attention
Hormonal drug
(insuline, adrenaline,
corticothropine, oral steroid
contraception)
Cardiovasculare drug
Asthma drugs ( terbuthaline and theophylin with adaptation of schedule)
Laxative drugs ( bisacodyl, natural agent)

Iodium
Thiouracyl
Alkaloid Ergot
Chlorpromazin (CPZ)
Diazepam
Lithium carbonate
Metronidazole
Chloramphenicol
Laxative drugs
Radioactive agent
Anticoagulan drug
Aspirin
Sulphonylureas
Antineoplastic drugs
Sulfa and Nalidixic acid
Tetracycline

Remember :
Obat yang bersifat asam lebih mudah terionisasi dan sulit berdifusi kedalam ASI
Sedangkan obat yang bersifat basa lebih muda diexresikan lewat asi coz’ asi sifatnya asam lemah




















No comments:

Post a Comment